Status Berkelas Part 23

Just for Nada II, Scene 2

Sebuah kenyataan kadangkala tak sesuai dengan yang kita harapkan. Atau mungkin bisa jadi, sebuah kenyataan muncul diluar dugaan kita. Semua itu adalah bukti bahwa segala sesuatu pasti akan berubah. Tak ada satupun yang kekal kecuali Sang Pencipta.

Seperti hal nya yang terjadi pada keluarga Hajar saat itu, tak ada yang menyangka semua berubah tanpa di nyana-nyana. Entah itu disebut kejutan, atau bisa juga Anugerah dari Yang Maha Kuasa.

Beberapa saat sebelumnya Hajar dan Najar melakukan pertemuan dengan mama berikut papa tiri mereka. Tak ada pertengkaran yang terjadi. Mereka hanya ngobrol santai yang ternyata berujung pada hal yanh di luar dugaan. Dengan tiba-tiba mama mereka berucap bahwa akan membalik nama rumah mereka di dharma husada menjadi atas nama Pak Ali, bapak kandung Najar dan Hajar. Itu berarti juga bahwa tak lama lagi Pak Ali akan berpindah rumah menempati rumah dharma husada bersama Najar dan Hajar. Berkali-kali mereka bersyukur atas keajaiban yang terjadi. Mama dan papa mereka merasa sudah cukup menikmati rumah yang mereka tempati sekarang di daerah Galaxy. Terlebih rumah dharma husada sudah selayaknya menjadi warisan bagi Najar dan Hajar.

Selang waktu berlalu dan sampailah mereka pada hari dimana Pak Ali akan boyongan menuju rumah barunya yang sebenarnya adalah rumah lama Pak Ali sendiri. Rencananya, rumah nenek yang di Manukan akan disulap menjadi depot bakso dan menjadi barometer bagi ke 4 cabang lainnya. Itu juga setelah melalui persetujuan paman mereka, Om Hasan yang tinggal di Jakarta. Bagaimanapun juga Om Hasan adalah pewaris lainnya atas rumah nenek selain Pak Ali.

“Ga nyangka yo nduk, kita bisa kumpul lagi bertiga di rumah kenangan ini..”, Ucap Pak Ali sambil menata pakaiannya di salah satu kamar.

“Injih Pak, ini salah satu doaku saget (bisa) kumpul lagi dengan bapak dan Ndut di rumah ini”, sambut Najar ceria. Najar masih tetap memanggil Hajar dengan panggilan Ndut. Pqnggilan kesayangan untuk adik semata wayangnya.

“Iyo mbak.. aku seneng banget tauu.. biasae aku klutak-klutek sendiri di rumah sebesar ini”, imbuh Hajar tak kalah ceria.

“Eh nduk, pesenan makanan sudah dipastikan nanti sore datang to?, kacau balau engko yen konco-koncomu nanti malam jagongan (kumpul ngobrol) disini tapi makanannya ga siap”, tanya Pak Ali kepada Hajar memastikan kebutuhan untuk suguhan acara pindahan rumah.

“Sampun (sudah) pak. Kan pesennya semua ke Dana to. Dia yang jadi master chef nya hahaha”, jawab Hajar meyakinkan. Pak Ali pun menghela nafas lega demi mendengar jawaban anak bungsunya.

“Termasuk nasi kotak yang rencananya kita bagikan ke tetangga-tetangga juga sudah disiapkan Dana. Bapak tenang mawon (saja) njih. Urusan makanan sudah dipegang sama ahlinya”, lanjut Hajar lagi.

“Syukurlah nduk”, Pak Ali tersenyum bahagia. Dia tak menyangka akan menerima nikmat bertubi-tubi seperti ini di hari tua nya. Kesuksesan bisnis bakso yang di bantu oleh Najar, Kesuksesan Hajar di kantornya bersama Nada, dan kepindahan ke dharma husada. Sungguh nikmat melimpah yang tak bisa di dustakan.

———-

Cintaku sekonyong-konyong koder
Karo kowe cah ayu sing bakul lemper
Lempermu pancen super resik tur anti laler
Yen ra pethuk sedino neng sirah nggliyer

Cintaku sekonyong-konyong koder
Paribasan durung demok wani panjer
Modal bensin seliter montorku tak setater
Tak ampiri arep tak ajak muter-muter

Tiwas aku dandan mlipit
Rambutku tak ulet ngangge pomit
Malah kowe lungo plencing
Ora pamitmit.mit.mit.mit.miiit

Biiir.temulawak
Nggon ku mikir neng awak ngartii rusaak
Rusaaaak..njobo njero,
Sing tak pikir jebule koyo ngonooo

Kembang jambu grogot dipangan uler(ler)
Cintaku sekonyong-konyong koder
Uler keket mlakune klogat-kloget
Allah jabang bayi jebul aku keno pelet

(Lirik lagu : Cintaku sekonyong koder – Didi Kempot)

Suara penyanyi Didi Kempot yang keluar dari sound system menyeruak memenuhi seisi rumah Hajar. Tiga pria baru saja masuk ke ruang tamu, salah satunya adalah Indro yang ‘mendut-mendut’ menggoyang badannya sambil asyik bersiul mengikuti irama lagu Didi Kempot tersebut.

Di dalam rumah sudah terlebih dahulu datang Nada, Angga, dan Hera membantu untuk menjamu beberapa tetangga yang datang bertamu. Hanya Dira yang tak bisa hadir karena mendadak harus berangkat ke luarkota menemui calon pelanggan yang sedianya akan bekerjasama dengan Dira untuk memproduksi setelan batik sarimbit dalam skala besar.

Waktu menunjukkan pukul 21.00 ketika tamu satu per satu berpamitan untuk pulang. Hanya tersisa Pak Ali, Angga bersaudara minus Dira, dan trio DKI Suroboyo.

Tak menunggu lama untuk akhirnya Hajar dan Khusna mojok sendiri di halaman rumah. Pun begitu juga Indra dan Najar yang memilih duduk berdua di gazebo yang dulu menjadi saksi bisu peristiwa pengintipan aksi panas Najar dan Dion oleh Indra Cs.

Kedipan mata Pak Ali kepada Dana dan gerakkan dagu Pak Ali yang mengarah ke Nada segera ditangkap Dana. Si Dono pun mengajak Nada untuk mojok berdua di kamar mandi wkwkwk..ga dooong. Di pos sekuriti hahaha.. ya memang hanya disitulah tempat kosong yang tersisa.

“Eh Dan.. nanti jangan kesusu pulang dulu ya, aku perlu ngobrol penting sama kalian bertiga. Hmm.. ya nanti kita semua ngobrol bareng lagi disini. Ati-ati, awas ojok sampe adikku baret-baret lho nanti baliknya kesini hahaha”, Angga berteriak sebelum tubuh Dana dan Nada menghilang di ambang pintu utama.

“Jaiit.. nyewa Visidi be’e sampe baret-baret hahaha.. siappp mas brader bosss”, sahut Dana jenaka.

———-

Apa yang terjadi dengan ketiga pasangan tadi…

Di antara keremangan malam, Khusna dan Hajar dengan ganasnya saling civok. Mungkin mereka sudah bergumul jika tak ingat bahwa mereka sedang di halaman.

Sedangkan Indra dan Najar, mereka saling terdiam. Waktu dan keadaan membuat mereka menjadi kaku satu sama lain. Beberapa obrolan tak penting mengisi kesepian diantara mereka. Masing-masing merasa ada ganjalan yang susah untuk diuangkapkan. Di satu sisi Indra merasa sedikit kecewa karena nasibnya sebagai penggoda istri orang makin terkatung-katung tak jelas. Di sisi lain Najar seperti telah lelah bermain api bersama Indra, sedangkan untuk mencari kepastian dari Dion sungguh sangat sulit. Satu tahun sudah Dion tak kembali dan tak diketahui dimana rimbanya. Kondisi yang cukup sulit bagi Indra dan Najar untuk melangkah dan bersikap. Semakin kesini semakin Najar paham bahwa cinta itu tak sekedar berkutat pada nafsu seks dan besarnya otong semata. Cinta butuh segalanya untuk menjadi utuh. Keutuhan itu masih terasa mengambang jika ia melihat pada Indra. Ada rasa bersalah telah membawa Indra masuk terlalu dalam pada kehidupan rumah tangganya hingga sejauh ini, ada kedukaan yang mendalam menanti kejelasan suaminya, ada hasrat libido yang terkebiri paksa, ada kebutuhan sehari-hari yang harus dipenuhi, ada Pak Ali yang harus dirawat, ada keinginan.. ada… ohhh semuanya begitu rumit dan tumpang tindih, menyiksa batin. Najar bingung dengan keadaannya. Indra bingung dengan keberadaannya.

Di sudut yang lain nampak Dana dan Nada duduk bersama diterangi temaram kuning bohlam ruang sekuriti yang terbuka separuh bagian dinding atasnya.

“Gimana kabarmu Nad..”, Dana membuka pembicaraan.

“Ya begini ini.. rumit hahaha”, Nada tertawa, menghibur dirinya sendiri yang masih sangat pusing dengan berbagai peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini.

“Hahaha.. kamu masih saja tegar, seperti dulu. Aku simpatik melihat perempuan yang mandiri, tegar, dan tegas dalam bersikap”, Danaaa..ini curhat ta? Wkwkwk.

“Ooh cuma simpatik…”, sergah Nada sedikit sinis.

“Lho bukan.. ehhm maksudku anu.. ehh”, lanjut Dana terbata.

“Sudahlah Dan.. aku paham kalau kamu sekarang berpikir dua kali melihat carut marut di dalam kelurgaku. Aku sendiri juga tak jelas juntrungannya.. anak siapa.. keturunan orang cacat kah.. hemm inilah nasibku”, potong Nada pedih.

“Atau mungkin semua laki-laki itu sama aja.. ga peduli pada wanita. Seperti bapakku yang meninggalkan ibuku sejak aku kecil. Seperti Kusno yang melihat semuanya seperti babunya. Seperti pria-pria diluar sana yang…..”, Nada tak melanjutkan ucapannya. Tubuhnya bergetar halus menahan tangis yang siap mengalirkan airmata kesedihan.

“Bukan begitu Nadaa.. dengarkan aku dulu dooong !!. Jujur aku sedang menunggu. Aku tak mau mengganggu urusanmu yang belum kelar dengan Kusno. Aku sungkan sama mas Angga dan mbak Dira jika dianggap tidak tahu diri, muncul di tengah keluargamu yang masih dirundung masalah. Itu alasanku kenapa sejauh ini memilih menarik diri sejenak”, ungkap Dana parau.

“Benarkah itu Dan?.. kamu ga sedang menghiburku kan?”, tanya Nada lirih.

“Bukankah kamu sendiri yang bilang butuh waktu, belum bisa menerimaku saat itu karena kondisi keluargamu?. Aku cukup tahu diri Nad. Aku ini orang tak mampu, penghasilanku pas-pasan. Apalah artinya dibanding pekerjaanmu yang besar itu”, giliran suara Dana yang tergetar. Ada rasa terpendam yang berusaha ia tekan sedemikian rupa.

“Jangan berbicara materi Dan.. aku tak suka itu. Jika karena aku masih sibuk urusan keluarga..ya memang ku akui itu. Tapi pliss jangan bilang lagi kalau kamu menjauh hanya karena kamu jual gorengan. Aku sekarang sendiri Dann.. aku yatim piatu. Aku butuh sesuatu yang membuatku bahagia”, Nada sedikit melunak. Prasangka awalnya tentang Dana ternyata tak terbukti.

Demi melihat lampu hijau menyala benderang di depan mata, Dana celingukan. Ia memutar pandangan ke sekeliling areal untuk mencari sebangsa kuntum bunga atau sejenisnya yang sekiranya dapat ia petik menemani ucapannya untuk menyatakan cinta. Namun sia-sia belaka.. disekelilingnya hanya ada pohon palem yang menjulang tinggi dan hamparan rerumputan yang tak mungkin ia cabut mewakili perasaanya. Nun jauh disana ada beberapa tanaman bunga, namun ia urungkan niat untuk memetiknya saat melihat Khusna sibuk meremas buah dada Hajar yang membusung padat. Sejenak Dana menelan ludah saat melihat perbuatan mesum sahabatnya.

“Nad…”, Dana menggantung ucapannya untuk membuat Nada menoleh padanya.

“Apa Dann..”, Nada menoleh.

“Maukah kau jadi kekasihku?, aku cinta kamu setengah mampus Nad…”, Dana berjongkok mempersembahkan sekuntum.. eh bukan sekuntum, sebatang pentungan satpam dan mengungkapkan cintanya.

Nada tergelak melihat aksi konyol Dana.

“Iihh kok pentungan satpam siih., ga romantis blas hmm”, jawab Nada terkekeh sambil menyeka airmata di pipinya.

“Lha tolah-toleh golek (cari) kembang ga nemu haree… onoke iki wes yopo maneh (adanya ini ya mau gimana lagi) hahaha. Terimalah Nad..”, ucap Dana konyol yang semakin membuat Nada tersenyum malu-malu.

“Iya iyaa.. Daann.. aku sayang kamu, kenapa lama banget sih nembaknyaaa.. ditungguin dari dulu lhoooh hahaha”, Nada tersenyum riang. Wajahnya merona merah semi kuning bosok karena diterpa sinar bohlam 5 watt yang menyala kekuningan. Terpaksa Nada menerima pentungan itu dan merangkulnya.. membayangkan setangkai mawar hahaha. ??

“Bayangkan pentungan itu sebagai perlambangan kejantananku yang kuserahkan sepenuhnya untukmu dinda bestariku..”, canda Dana seronok.

Tuung tungg..

Dua pukulan tongkat satpam menodai tatanan rambutnya yang di sisir sedemikian rupa demi menarik perhatian sang bidadari dalam kesunyian.. Annada Kamaniai.

“Yaa Awoooh.. seneng e lek punya pacal balu”, ucap Dana lucu yang kembali duduk disamping kekasih barunya. Nada hanya tersenyum, menggamit mesra lengan Dana, dan merebahkan kepalanya di bahu Nandana Kaili. Malam yang indah, malam yang syahdu, malam yang tak akan terlupakan di sepanjang hidup Dana dan Nada.

“Tapi Nad.. aku punya orangtua yang siap menjadi orangtua yang mengasihimu”, mungkin hanya orang bodo yang ga mau menikah sama Nada, begitu pikir Dana.

Tunggg.. tungg?

“Hehh ganjen!, pacaran aja belum, udah mikir nikah., Dasarr semprul hmm hahaha”, dua pentungan lagi mendarat gemas di ubun-ubun Dana. Si pemegang pentungan masih mesam-mesem malu-malu mau.

…………….

Aku jatuh cinta
‘Tuk kesekian kali
Baru kali ini kurasakan
Cinta sesungguhnya
Tak seperti dulu
Kali ini ada pengorbanan

Cinta bukan sekedar
Kata-kata indah
Cinta bukan sekedar
Buaian, belaian, peraduan

Samudera cinta
Dari palung hati
Tak terukur dalamnya
Hingga saat
Perpisahan tiba
Mengundang air mata
Atau hanya secuil
Penyesalan

Cinta bukan sekedar
Kata-kata indah
Cinta bukan sekedar
Buaian, belaian, peraduan

Cinta adalah ruang dan waktu
Datang dan menghilang
Semua karunia Sang Pencipta

Mungkinkah kamu sedang menatap bulan
Bulan sabit yang sedang kupandangi
Mungkinkah kamu menangis
Di atas bintang khayalku

Cinta bukan sekedar
Kata-kata indah
Cinta bukan sekedar
Buaian, belaian, peraduan

Maafkanlah cinta
Atas kabut jiwa
Yang menutupi pandangan kalbu

Cinta bukan sekedar
Kata-kata indah
Cinta bukan sekedar
Buaian, belaian

Cinta adalah ruang dan waktu
Datang dan menghilang
Semua karunia Sang Pencipta

(Lirik lagu : Lagu Cinta – Dewa 19)

——-

 

Bersambung

Pembaca setia Kisah Malam, Terima Kasih sudah membaca cerita kita dan sabar menunggu updatenya setiap hari. Maafkan admin yang kadang telat Update (Admin juga manusia :D)
BTW yang mau jadi member VIP kisah malam dan dapat cerita full langsung sampai Tamat.
Info Lebih Lanjut Hubungin di Kontak
No WA Admin : +855 77 344 325 (Tambahkan ke kontak sesuai nomer [Pakai +855])
Terima Kasih 🙂

Daftar Part

By Kisah Malam

Kisah Malam adalah sebuah Website yang berisikan Novel Dewasa, Novel Sex, Cerita Sex, Cerita First Time, Cerita Bersambung, Cerina Menarik Lainnya. Dukung Terus KisahMalam.Com Dengan Cara Bookmarks, Dan Nanti Kan Konten Terupdate dari KisahMalam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *