Status Berkelas Part 22
Just for Nada II, Scene 1
Mwuahh..
Angga mengecup lembut bibir Hera yang sedang duduk dalam pangkuannya. Di atas kursi sofa ruang tamu mereka asyik menikmati indahnya cinta. Suasana rumah yang lengang karena Nada dan Dira yang masih bekerja membuat dua sejoli tersebut leluasa memadu kasih dan bercumbu mesra. Penerbangan Angga yang off hingga beberapa hari kedepan mereka manfaatkan semaksimal mungkin. Berharap lebih pada keinginan untuk punya momongan yang belum kesampaian.
Slrupp..
Mmhhh..
Pagutan mesra mempertemukan dua bibir dewasa yang dimabuk kerinduan. Tidak setiap hari Hera dapat bermanja-manja kepada suaminya. Semua tergantung jadwal penerbangan dan keberadaan Nada Dira tentunya. Kadang kala mereka cukup khawatir lenguhan birahi mereka terdengar Nada yang tidur tepat disebelah kamar mereka.
“Sayaang.. mwuuah..”, Hera melumat mesra bibir Angga dengan penuh kasih. Angga pun se iya se kata, lumatan itu iya terima dan kemudian dibalas dengan lumayan yang tak kalah membara.
Slurupp..
Ehmm
Crupp crupp..
Pemainan bibir semakin bervariasi dan panas. Juluran lidah saling menyapu, mendesak, merojok rongga mulut yang menganga terdesak gelombang hasrat. Angga memagut dan menyedot lidah Hera yang meliuk-liuk mencari tetesan liur surgawi. Sebentar kemudian lidah Angga ditarik oleh sedotan mesra istri terkasihnya.
“Ohhh mass..ehmmm”, Hera mendesah pelan saat tangan kekar Angga meremas lembut bukit pejal di dadanya. Masih dalam berpagutan bibir Hera merasakan rangsangan nikmat di seputar buah dada akibat tangan suaminya.
“Mass.. ga pindah ke kamar tah?, bahaya ada yang datang.. oohh hmmm”, Hera meminta Angga bergeser ke kamar unruk mengantisipasi datangnya tamu yang tiba-tiba dapat melihat percumbuan mereka.
“Santaii sayang.. siang begini mana mungkin adik-adik pulang.. sudah nikmati saja.. ini istana kita”, bisikan lembut ditelinga Hera mendatangkan rasa geli tak tertahankan. Wilayah telinga dan tengkuk adalah daerah paling sensitif dari tubuhnya.
Tangan Angga perlahan membuka kaitan kancing gamis Hera. Hera saat itu masih berbalut pakaian gamis panjang lengkap dengan jilbab pasmina. Pakaian yang anggun itulah yang membuat Angga ingin segera mencumbui istrinya. Kecantikan Hera semburat terpampang nyata.
Angga membuka tiga sampai empat kancing hingga perut Hera. Tersembullah bukit montok putih terbungkus kain bra berwarna cream. Belahannya sangat menggiurkan hasrat.
“Auuuh saa..yangg..ehhmm”, Hera mengejut saat jemari Angga meremas lebih keras dadanya yang masih tertutup bra. Kepalanya menggeleng ke kanan dan kiri mengikuti libido yang kian memuncak. Jilbab Hera mulai lecek dan awut-awutan, namun Angga tak menghiraukannya. Bagi Angga, bercumbu dengan istrinya yang masih berhijab memiliki kenikmatan sensasi tersendiri yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
“Massss..ahhh”, kepala Hera terdongak ketika mendadak wajah Angga merendah, mengungkit keluar buah dada Hera dari sangkarnya dan mengecap nikmat puting keras yang mencuat mengeras.
“Ehhm ahhh sayaang..gelii banget tauuk..ahh”, dua bukit dada montok yang menyembul keluar dadi sangkarnya menjadi bulan-bulanan mulut dan tangan Angga. Hera memejam menikmati sensasi yang menggelegakkan sukma.
Perlahan tapi pasti tangan Angga merambat turun. Meraba liang kewanitaan Hera yang masih tertutup gamis. Tidak terlalu leluasa, namun cukup membuat kudu Hera semakin merinding.
Oohh mass..
Ssst ahh..
Ehhm terusss saa..yy..yang ehmm ahh
Hera semakin meracau tak kuasa menahan birahi yang terus mendesak, meledakkan ubun-ubun. Wajahnya merah padam, bibir luarnya masih basah bekas perciuman, matanya terkatup-katup menyisakan garis putih bola mata. Sungguh nikmat tak terelakkan. Wajah ‘sange’ yang membuat pria terangsang maksimal.
Ceklengg !!
Sreeeng..
Mendadak pagar rumah seperti dibuka seseorang. Disusul langkah manusia yang kian mendekat ke ruang tamu yang pintunya masih terbuka lebar.
Angga dan Hera terhenyak. Tak cukup waktu bagi mereka untuk berbenah merapikan pakaian.
Hahhh !!
“Yaa ampun.. aduh maaf ”
Nada dan Hajar berdiri mematung di ambang pintu ruang tamu. Mereka sama-sama terkejut seperti juga yang di rasakan Angga dan Hera. Kejadian yang terlalu cepat untuk disadari.
Mulut Nada menganga kaget. Pun juga Hajar menutup mulutnya yang tersenyum menggunakan tangan.
Secepat kilat Hera berlari pontang panting menuju kamarnya dengan menahan gamisnya agar tidak semakin terjatuh turun. Wajahnya yang merah padam karena birahi kini menjadi merah padam karena malu.
“Owalahh yoo yoo.. asem tenan”, batin Angga tersenyum kecut.
“Maaf mas.. maaaff”,
Nada dan Hajar serempak berbalik badan dan berlari ke teras rumah. Dada mereka bergemuruh diantara rasa suka melihat tontonan live dan rasa sungkan.
“Wesss.. mlebuo ae.. wes mari (sudah masuk aja, sudah selesai)”, teriak Angga dari dalam ruang tamu.
———-
“Hehe sepurane yo (maaf ya), kami ga lihat sikon. Terlanjur pengen hahaha”, ucap Angga malu-malu. Baru kali ini wajah Angga terlihat menyemu merah. Rasa malunya tak terbayangkan.
“Kami yang minta maaf mas.. datang di waktu yang tidak tepat”, balas Nada mewakili Hajar.
“Ehh ono opo kok siang-siang gini pulang nduk?”, kernyitan di pangkal hidung dan kening Angga mewakili rasa penasaran atas kedatangan Nada yang tak seperti biasanya.
“Ada masalah serius mas.. bisa ngobrol sejenak?. Pacarane sama mbak Hera engkok (nanti) dilanjut lagi hihihi”, Ucap Nada tersipu malu namun deengan wajah yang tegang. Sebuah perpaduan mimik muka yang aneh.
“Hahaha hasyeemm koen iki. Iyo iyo.. sek sek (sebentar). Dik.. dik Heraaa.. siniii.. Nada mau ngomong sesuatu”, Hera yang seharusnya malu bertemu Nada dan Hajar terpaksa melangkah keluar kamarnya memenuhi panggilan Angga, suaminya. Tapi tentu dengan pakaian yang sudah tertutup kembali dan jilbab yang sudah dirapikan.
“Adduuh isin (malu) aku”, Hera cemberut malu-malu kemudian duduk disamping suaminya.
“Halahh mbak.. wes podo gede (sama dewasa), santai ae lahh. Sama suaminya sendiri kok, gausah malu”, ucap Nada menghibur kakak iparnya.
“Wajar mbak.. namanya rumah tangga. Aku aja pernah kok ngintip mbak Najar pas nganu sama mas Dion dulu haha”, imbuh Hajar menguatkan.
“Lhoo..iyo tah?. Wahh Ngatiyem rek tukang intip wkwkwk”, goda Nada, dijawab tabokan maut Hajar di pipinya.
“Wess wes.. kate cerito (mau cerita) apa tadi?”, Angga menyela, menengahi.
Dengan teratur Nada menceritakan kedatangan Pras di kantornya, beserta ancaman yang dilontarkan kepada Nada. Semua yang ada di dalam ruang tamu menjadi tegang. Kondisi ini tidak bisa dianggap remeh. Ini ancaman terhadap keselamatan Nada.
“Jangkrikk.. temenan tibakno (beneran ternyata) omongane Kusno Sujembut iku. Kurang ajarrr !!!”, darah Angga memanas. Tak rela ia melihat adik bungsunya di perlakukan sedemikian rupa.
“Wahh iki kudu segera dipersiapkan dik.. kamu harus extra penjagaan. Kayaknya ini perlu bantuan Indro yang jago karate.. atau mungkin siapa gitu yang sekiranya bisa diminta bantuannya. Kamu sementara kurangi aktifitas diluar rumah. Atau minimal ajak teman kalau kemana-mana, jangan sendirian. Bahayaaa!!!”, Angga cukup panik. Adiknya dalam bahaya besar. Ancaman secara terang-terangan menunjukkan Pras sangat bernyali dan punya kekuatan.
“Kalau tidak sama Hajar, mungkin aku bisa menemani Nada kalau kemana-mana. Secara kan aku juga santai, ibu rumah tangga. Siaap aja kalau dibutuhkan”, Hera terlihat ikut panik. Baginya adik-adik Angga adalah adiknya juga. Seorang kakak ipar terbaik. Dan terbinal hahaha..
“Iyo mas.. sakjane (sebenarnya) repot juga kalau seperti itu. Karena kerjaan di kantor juga lagi sibuk-sibuknya. Tapi aku nurut aja lah apa kata sampean (kamu, kata sebut untuk konteks menghormati yang lebih tua)”, Nada terduduk lemas membayangkan repotnya urusan setelah ini.
“Hmm.. Kayaknya perlu melibatkan Khusna dan trio DKI nya.. mereka orang-orang terdekat kita saat ini. Ingat pas kejadian bapakku sakit?, mereka juga yang sibuk bahu membahu tanpa pamrih, tanpa lelah”, imbuh Hajar. Baginya, masalah Nada adalah masalah dia juga. Nada adalah sahabat sekaligus saudara bagi Hajar.
“Tanpa pamrih opone rek.. hehe. Lha berhasil macarin kamu itu si Khusna opo ga pamrih luar binasa ??!!”, ledek Angga membuat Hajar menyemu merah wajahnya.
“Ehh mas iki.. seriusss.. ga usah guyon. Genting iki !!”, Hera melotot galak pada suaminya. Bukan sekedar meminta fokus pada masalah, tapi sudut mata Hera sekilas menangkap tatapan genit Angga ke arah Hajar. Hohoho.. namanya pria normal. Meski di meja sudah ada lauk ayam goreng crispy ya tetep aja masih ngelirik ayam goreng kentucky yang dipajang bebas di etalase restoran fastfood. Manusiawi dan wajar, selama ga macam-macam.
Tak luput dari sekedar tatapan mata Angga. Siapapun itu.. Dana, Khusna, Indra, Dion, Pras atau bisa jadi Cak Kusno dan Pak Ali juga akan menelan ludah jika melihat kemolekan dan kecantikan Nada, Hajar, Najar, Dira, serta Hera. Sangat manusiawi dan wajar, selama ga macam-macam hahaha
Siang itu Nada dan Hajar tidak kembali lagi ke kantor. Mereka berdiam di rumah Nada sambil berpikir bagaimana sebaiknya langkah yang harus diambil untuk mengatasi masalah yang ada. Tangan kanan mereka dikantor, mas Lukito sudah mereka hubungi dan siap mengambil alih sementara pengelolaan tim kreatif serta berbagai kesibukan lainnya.
Nada menyeret Hajar ke lantai dua, memberi kesempatan mas Angga dan istrinya untuk melanjutkan pertempuran yang tertunda. Melihat peluang emas, Angga pun menyeret istrinya masuk ke dalam kamar. Eng ing eeeng…
———-
Nada asyik ngobrol dengan Hajar di lantai dua rumah mas Angga ketika handphone Nada berbunyi menandakan ada pesan whatsapp masuk.
? : Haloo
Sebuah nomer tak dikenal menyapa Nada.
N : Siapa ini?
? : Hohoho.. halo cantikk.. aku calon suamimu
Sebuah foto terkirim, foto seorang pria berwajah macho dengan senyuman sinis.
N : Bangsatt.. enyah kamu !!!
Nada segera memblokir nomer tersebut setelah mengetahui bahwa Pras adalah pengirimnya.
“Sopo Nad?”, Hajar menunjukkan wajah khawatir melihat mimik muka Nada yang seperti hendak menangis.
“Pria sialan itu lagi..”, Nada menunjukkan foto Pras. Nada menangis dalam pelukan sahabatnya. Pikirannya begitu kelu dan penat.
“Sabar ya sayang.. yakinlah, keselamatan akan selalu berpihak kepada kebaikan”, hibur Hajar sambil mengelus lembut punggung Nada yang masih terisak tangis.
“Hikss.. aku takut keselamatan itu datang terlambat…”, ucap Nada getir, segetir hatinya yang tercerai berai oleh perasaan yang tak menentu.
“Sudahh sudahh.. positif thinking aja..”, imbuh Hajar menenangkan.
Sayup terdengar lagu dari handphone Hajar. Lagu yang sangat sesuai dengan kondisi hati Nada saat itu.
…………..
Air mata yang telah jatuh
Membasahi bumi
Takkan sanggup menghapus penyesalan
Penyesalan yang kini ada
Jadi tak berarti
Kar’na waktu yang bengis terus pergi
Menangislah bila harus menangis
Karena kita semua manusia
Manusia bisa terluka
Manusia pasti menangis
Dan manusia pun bisa mengambil hikmah
Di balik segala duka
Tersimpan hikmah
Yang bisa kita petik pelajaran
Di balik segala suka
Tersimpan hikmah
Yang kan mungkin bisa jadi cobaan
(Lirik lagu : Airmata – Dewa 19)
——
Bersambung
Pembaca setia Kisah Malam, Terima Kasih sudah membaca cerita kita dan sabar menunggu updatenya setiap hari. Maafkan admin yang kadang telat Update (Admin juga manusia :D)
BTW yang mau jadi member VIP kisah malam dan dapat cerita full langsung sampai Tamat.
Info Lebih Lanjut Hubungin di Kontak
No WA Admin : +855 77 344 325 (Tambahkan ke kontak sesuai nomer [Pakai +855])
Terima Kasih 🙂