Status Berkelas Part 17
Tiga (3) Cinta
—-
Liku perjalanan kehidupan manusia sungguh penuh ragam dan warna. Masing-masing pribadi memiliki kisah yang tak sama. Senang dan susah silih berganti mengisi hari. Bersabar ketika susah, bersabar pula saat kita senang. Itulah kunci dalam menjalaninya. Tak selamanya hujan tak reda. Tak selamanya pula cuaca cerah bertahta. Kesenangan dan kesusahan adalah ujian cobaan. Semua tercipta bagi kita ‘para pelukis alam’.
Dalam hidup ini pasti ada
Segudang persoalan
Sekali waktu engkau kan merasa
Pahitnya kegagalan
Tapi semua tak mesti kan berakhir
Dengan sesal semata
Dunia tercipta untuk dirimu
Kau bebas menjadi
semua yang kau mau
Bagai pelukis alam warnai hidup ini
Cukup sudah jadi anak manja
Hadapi dengan dewasa
Masih panjang cita-cita
Belum saatnya terlena
Tapi semua tak ada artinya
Bila kau hanya diam
The world is created for you, You’re can to be all that you wanna be, Just like a painter of world, painting your life..
(Pelukis Alam – Element) Hayati lagunya disini..klik!
——-
Kringg..
“Jo..nang ndi koen?”, (Jo..kamu dimana?) Indra menerima telepon dari Khusna. Saat itu Indra sedang berhenti di lampu merah ujung dharmahusanda menuju arah perlintasan kampus A Unail.
“Ndek embong arah RS, onok opo Dul?”, (Di jalan arah RS, ada apa Dul?) ucap Indra penasaran dengan pertanyaan Khusna. Padahal sebelumnya kan Khusna bilang untuk santai saja ga usah buru-buru. Tapi kenapa kok sekarang nyariin..!!?
“Puter balik Jo, tulung langsungo nang Juanda ae. Ndek bagian kedatangan domestik yo. Njaok tulung jempotno mbak Dira, mbak e Nada. Mas Angga isih repot ngrumat Nada nang kenas. No penerbangan GA341. Ohyo, mbak Dira nggae klambi ireng. Mari ngene tak wa fotone”, (Putar balik Jo, tolong langsung meluncur ke Juanda saja. Di bagian kedatangan domestik yo. Minta tolong jemputin mbak Dira, kakaknya Nada. Mas Angga masih repot merawat Nada disini. Nomer penerbangan GA341. Ohya, mbak Dira pakai baju item. Habis ini ku wa fotonya) lanjut Khusna memberi instruksi.
“Oyi..meluncurrr”, Indra dengan tangkas memutar haluan kemudi dan mengarahkan moncong brio Khusna ke arah Rungkut.
“Onok opo mas?”, (ada apa mas?) Najar merasa penasaran pada telepon yang diterima Indra.
“Iki Khusna telp, njaok tulung njeputno mbak e Nada jenenge Dira pisan nang Juanda”, (Ini Khusna telp, minta tolong buat ngejemputin kakaknya Nada namanya Dira di Juanda) ungkap Indra menerangkan.
Perjalanan ke Juanda tidak memakan waktu yang cukup lama karena kepiawaian Indra dibelakang kemudi sekaligus ketepatan pemilihan jalur menuju Juanda. Tangan Najar masih saja menggamit mesra lengan Indra sang kekasih baru selama mobil meluncur ke Juanda. Tatapan saling kasih tersirat dari mata mereka.
Penerbangan dengan nomer GA341 baru saja landing 10 menit yang lalu. Indra dan Najar telah siap berdiri di tepian besi pembatas pintu keluar gate kedatangan domestik. Tak lama muncullah seorang dara cantik berbaju hitam. Sekali lagi Indra membuka gallery hp nya dan memastikan kecocokan foto yang dikirim Khusna dengan wajah real yang sekarang sedang berjalan sembari celingukan mencari-cari sesuatu. Dengan penuh keyakinan Indra melambaikan tangannya ke arah dara cantik tersebut.
“mbak Dira ya??”, tanya Indra saat dara cantik berbaju hitam tadi telah sampai dihadapannya.
“Oh iya, maaf siapa ya?” saling tatap terjadi beberapa saat lamanya antara Indra dan Dira. Ada semacam daya tarik magnet yang membuat mereka cukup terpukau satu sama lain. Bagi Indra, ia merasakan perasaan yang sama seperti saat pertama kali bertemu Najar. Sebaliknya bagi Dira, tubuh atletis dan wajah tampan Indra lah yang telah membetot perhatian Dira. Namun keadaan telah berbeda, ada Najar di samping Indra yang baru saja menambatkan cinta kasihnya kepada Indra. Pun juga Indra, ia telah berucap cinta pada kekasih barunya.
“Saya dikirim Kak Angga untuk menjemput mbak Dira. Perkenalkan, saya Indra dan ini Najar. Kami teman Kak Angga dan juga Nada”, sapa Indra memperkenalkan diri. Sudut mata Najar menangkap reaksi sedikit berlebih dari cara ucap dan bahasa tubuh Indra ke Dira. Namun Najar berusaha menepis kecurigaan yang tumbuh dan berusaha tetap berpikiran positif.
——-
Suasana RS siang itu begitu pengap penuh lalu lalang para pengunjung dan keluarga pasien. Nada baru saja menghabiskan suapan terakhir makan siang. Syukurlah selera makannya tak mengalami kendala. Atau bisa jadi, selera makan Nada kembali ada karena Dana yang menyuapinya haha.
Di dalam ruangan kamar VIP Nada nampak wajah-wajah letih Dana, Khusna, Hajar, Kak Angga, dan Kak Hera istrinya masih duduk dengan setia menemani Nada yang berangsur membaik.
“Wah Jo, ancen tanganmu wangi paling yo kok sampek Nada ndramus ngunu mangan e hehe”, (Wah Jo, tanganmu mungkin bau wangi ya kok sampai Nada sadis gitu makannya hehe) Khusna berseloroh saat melihat Nada bersedia menghabiskan makan siangnya.
“Iyo.. Iki mau mari tak gawe ngupil, dadine sedep ambune hehe”, (Iya.. Ini tadi habis aku pakai ngupil, jadinya ya sedap baunya hehe) sambut Dana asal.
“Nggilani iki, sakno Nada iku lho malah kudu mukok!!”, (Jorok nih, kasihan Nada tuh malah bikin dia muntah!!) Hajar menanggapi obrolan Khusna Dana dengan wajah tak senang. Sedangkan Nada hanya bisa senyum-senyum. Pengaruh obat penenang dan pereda nyeri dari dokter cukup mampu membuat Nada lebih rileks tanpa mengaduh kesakitan seperti sebelumnya.
“Guyon ehh. Ojo serius ngunu talah!!”, (Becandaaa. Jangan serius gitu dong) ucap Khusna menenangkan Hajar.
“Hehe sori soriii..”, imbuh Dana terkekeh.
“Masio rek, gilo aku mbayangno upil hehe”, (Meski becanda, geli aku ngebayangin upil hehe) imbuh Hajar sembari tertawa lucu.
“Permisii…”, seorang dara cantik muncul di ambang pintu mengagetkan semua yang ada di kamar VIP.
“Eh Dira.. Wes tutuk koen. Ayo kene mlebu”, (Eh Dira.. Kamu sudah datang. Ayo sini masuk) Kak angga menyambut tamu yang ternyata adalah Dira, kakaknya Nada.
“Ahh.. Kak Dira datang.. Wahh menyenangkan”, Nada turut menyambut kedatangan kakaknya dengan sangat antusias. Ya memang inilah alasan utama mereka semua berkumpul di kamar Nada, yakni ingin menghibur si sakit, dan nampaknya mereka sukses melakukan itu.
“Kenalno Ra, iki mas Dana, seng iku mas Khusna, lek Hajar jelas koen wes kenal”, (Kenalkan Ra, ini mas Dana, yang itu mas Khusna, kalau Hajar jelas kamu sudah kenal) lanjut Angga memperkenalkan satu persatu kepada Dira yang telah duduk disamping ranjang Nada.
“Iyo Kak, aku mau wes dicritani lengkap ambek mas Indra en mbak Najar pas nang libom. Salam kenal yo kabehh”, (Iya Kak, aku tadi sudah dicritain lengkap sama mas Indra n mbak Najar pas di mobil. Salam kenal ya buat semuaaa) Dira yang secantik Nada menyapa ramah para hadirin hadirot. Semua tersenyum menyambut, tak terkecuali Dana dan Khusna yang ternganga seperti melihat bidadari turun dari kahyangan. Halahh.. Pancet ae arek-arek sembret iku masio wes duwe gendakan, motone ijo lek ndelok wedokan. (Halah.. Tetep aja tuh para anak sembret meski sudah punya pacar. Matanya jadi hijau kalau lihat cewek.).
“Bapak Ibu e Kak Angga iki mangan opo yo kok iso mroduksi anak-anak ganteng ayu mingit-mingit koyok Kak Angga, Dira, Nada??”, (Bapak Ibunya Kak Angga ini makan apa ya kok bisa memproduksi anak-anak yang ganteng dan cantik kinclong seperti Kak Angga, Dira, dan juga Nada??) seperti inilah pikiran yang melintas dalam benak Dana maupun Khusna. Dasar perjaka, suka banget sama yang kinclong-kinclong. Lhoo perjaka?? Emang masih perjaka?. Wakwauww..
Asyik semua bercengkrama dengan Dira yang ternyata sangat supel dan ramah. Kemampuannya dalam mengakrabkan diri sangat cepat. Tak butuh waktu lama untuk membuat obrolan lebih santai seperti telah kenal lama. Begitupun juga Nada, rasa rindunya kepada sang kakak terobati sudah dengan pertemuan itu. Obrolan demi obrolan mengalir akrab dan nyaman hingga tak terasa malam telah menjelang. Semua berpamitan untuk beristirahat sejenak dirumah masing-masing mengingat estafet keletihan terasa begitu menggelayut dipundak dan mata mereka. Apalagi bagi Indra dan Najar yang siangnya memilih ‘berolahraga’.
——-
Bersatu dalam kebersamaan,
Menyangga rapuh kesendirian,
Menyusun kerangka masa depan.
Bersama dalam tali kasih,
Meniti jalur kehidupan,
Saling sokong dalam ketidakberdayaan.
Lemah akan sirna,
Resah juga tiada,
Tak kalah dalam langkah.
Majulah berdiri,
Bahumu bersama kami,
Lenganmu bergandeng hati..
(Bait Persaudaraan – Andira Kirana)
——-
Hanya tersisa 3 cinta bersaudara Angga, Dira, dan Nada yang masih asyik melepas rindu. Hera, istri Angga juga masih setia menemani suami tercinta, bahkan ia juga merasa sangat gembira dengan pertemuan itu. Bagi Hera, adik-adik Angga adalah juga adiknya. Kakak ipar yang sungguh baik dan penyabar.
Sesaat Nada tertidur. Mungkin kondisi kesehatan yang membuatnya cepat letih. Ditambah pengaruh obat penenang memberikan efek mengantuk padanya.
“Ra, mumpung Nada turu, aku kate crito. Masalah kene duduk anake pak kusno koyoke wes wayahe Nada ngerti. Tapi yo ga saiki, keadaane isih lemes. Engkok ae lek wes metu RS tak omongane. Soale pak kusno wes molai sak enake udhel e dewe, molai ngatur-ngatur”, (Ra, selagi Nada tidur, aku mau cerita. Tentang kita bukan anak pak kusno kayaknya sudah saatnya Nada tahu. Tapi ya tidak sekarang, kondisinya masih belum stabil. Nanti saja kalau sudah keluar dari RS. Ini karena pak kusno sudah mulai seenaknya sendiri ngatur-ngatur) Angga membuka pembicaraan serius dengan adik keduanya.
“Hahh..dalan uripe awake dewe wong telu ancen Kak. Kene kudu belajar sabar. Lek saranku, mending Nada engkok sementara mole teko RS dirumat nang omahe pean ae. Tak rewangi kok”, (Hahh..jalan hidup kita bertiga memang harus begini Kak. Kita harus belajar sabar. Kalau saranku, lebih baik Nada dirawat dirumah Kakak saja setelah pulang dari RS. Aku bantu kok) Dira lupa bahwa sebenarnya mereka sekarang tidak hanya bertiga. Ada mbak Hera, dan ada juga suami Dira, belum lagi nanti ada suami Nada jika sudah menikah.
“Sik sik ta.. Kok jaremu kate ngewangi iku yopo kamsud e?, lha opo koen ga mbalik Jakarta maneh? Mesakno bojomu lek koen tinggal suwe-suwe!!”, ( Bentar-bentar.. Kok kamu mau ikut merawat itu bagaimana maksudnya?, apa kamu tidak balik ke Jakarta? Kasihan suamimu jika kamu kelamaan disini!!) Hera akhirnya ikut nimbrung dalam pembicaraan mereka. Kepedulian Hera pada masalah Angga menunjukkan bahwa ia juga turun memperkuat kebersamaan yang telah ada.
“Aku duwe rahasia gede Kak. Wingi-wingi aku ga crito pean polahe mesakno pean engkok kepikiran. Dadi ngene.. Mari aku rabi iko, mok rong ulan trus mas Warta berubah drastis. Aku di dol nang konco-koncone digawe pesta gilir kelon. Atiku remuk rasane. Mas Warta tibakno bejat kelakuane. Bendino mendem. Oleh semingguan wingi onok kejadian. Mas Warta bongko ditubruk montor pas mendem.. Hikss hik…”, (Aku punya rahasia besar Kak. Kemarin-kemarin aku belum berani cerita karena takut kamu kepikiran. Jadi begini.. Dapat 2 bulan menikah mas Warta berubah drastis. Aku dijual ke teman-temannya buat disetubuhi bergilir. Hancur rasanya hatiku. Mas Warta ternyata berkelakuan bejat. Tiap hari mabuk. Dapat semingguan kemaren ada kejadian. Mas Warta tewas ditabrak mobil saat dia mabuk.. Hikss hik) Tangis Dira pecah. Angga dan Hera ternganga tak percaya pada kejadian yang dialami adiknya Di jakarta.
“Gusti Pengeraaann.. Ra.. Kok koen ga njaok tulung aku pas ngerti lek koen di dol?, kok koen meneng aeee!!!”, (Yaa Tuhan.. Ra.. Kok kamu ga minta tolong aku pas tahu kamu dijual?, kamu kok diem ajaaa!!) emosi Angga memuncak. Ia sungguh gusar.
“Ampunnn Kak.. Ojo ngamok nang aku. Aku diancem di beleh lek sampe crito..Hikks “, (Ampunnnn Kak.. Jangan marahi aku. Aku diancam bakal disembelih jika ketahuan cerita.. Hikks) ketegangan terjadi. Angga merasa tak terima adiknya diperlakukan seperti itu.
“Wis ta.. Uwiss. Wonge wes bongko, wes matek. De’e wes entuk balesan e. Seng penting saiki aku wes isok tutuk suroboyo maneh. Aku tak ndandani uripku nang kene”, (Sudahlah.. Sudahhh. Orangnya sudah mampus, sudah mati. Dia sudah kena batunya. Yang penting sekarang aku sudah sampai di Surabaya lagi. Aku akan menata ulang hidupku disini) Dira berusaha menahan tangisnya. Memang sempat ia putus asa. Namun dengan meninggalnya si Warta sang suami bejat berarti Yang Maha Kuasa telah menolongnya. Memberikan kesempatan Dira untuk menata kembali hidupnya.
——-
Hari telah berganti, malam ditelan pagi. Matahari sudah hadir merenggut kegelapan persada. Pancar sinarnya benderang membunuh kepekatan, menumbuhkan harapan baru.
Belum terlalu siang saat seluruh yang hadir kemarin telah kembali datang ke kamar Nada. Dana, Khusna, Indra, Hajar, dan Najar bergabung kembali dengan Kak Angga, Dira, dan juga mbak Hera yang baru selesai mandi. Celoteh lucu Indra bersahutan dengan Khusna menambah kecerian pagi.
Hari itu Nada sudah diperbolehkan pulang oleh dokter. Dira dan Angga telah bersepakat untuk membawa pulang Nada ke rumah Angga. Rencananya, agak siang dokter akan datang untung check up terakhir Nada.
“Wehh..wis seger kowe nduk?. Dadi bocah kuwi ojo aleman. Wong ora ono catu babar blas ngene kok yo njaluk nginep RS!!!”, (Wehh..sudah segar kau nak?. Jadi anak itu jangan manja. Tidak ada luka sama sekali gitu kok minta rawat inap segala!!) tiba-tiba Pak Kusno dan Bu Estu muncul mengagetkan mereka semua.
“Ehh kowe cah gemblung kok wani-wani rene maneh haaa? Njaluk tak celukno satpam piye gawe ngusir gembel tengik koyo kowe??”, (Ehh kamu anak bangsat kok beraninya datang kesini lagi haaa? Apa minta dipanggilin satpam buat ngusir gembel bau kayak kamu itu??) Bu Estu ikut-ikutan ngomel ketika melihat Dana.
“Sik sik Bune. Ojo diusir. Ben cah kuwi ngrungokno pengumuman sing arep dak kabarke. Dadi ngene yo Nduk.. Kowe wes gede, tur kelakuanmu yo ora becik. Tak putusno yen kowe bakal tak kawikne karo wong sugih. Kowe kudu nurut. Lan kowe cah lanang kumel..wes krungu dhewe to??. Ojo cedak-cedak anakku maneh yo.. Huss huss hus”, (Sebentar Bune. Jangan diusir. Biar tuh anak mendengarkan pengumuman yang akan ku kabarkan. Jadi begini ya.. Kamu sudah besar, dan juga melihat kelakuanmu yang kurang baik. Aku putuskan untuk segera menikahkan kamu dengan seorang kaya raya. Kamu harus nurut. Dan kamu lelaki kumal.. Sudah dengar sendiri kan??. Jangan dekati anakku lagi ya.. Huss husss hus) berita menggelegar terlontar dari mulut pak Kusno. Nada terperangah. Begitu juga Dana yang terlihat kalut, marah, benci, dan muram menerima kabar sekaligus hinaan dari pak Kusno.
“Wes ga usah repot-repot njawab omonganku. Ayo bune ndang bali wae. Ehh Ngga..urusono adikmu kuwi ben iso mulih dino iki!!”, (Sudahlah tak perlu repot-repot menjawab ucapanku. Ayo bune kita pulang saja. Ehh Ngga..urusin tuh adikmu biar bisa pulang hari ini juga!!) pak Kusno menutup ucapannya sebelum akhirnya pulang. Hanya tersisa seisi kamar yang super bengong ngong ngong.
Bersambung
Pembaca setia Kisah Malam, Terima Kasih sudah membaca cerita kita dan sabar menunggu updatenya setiap hari. Maafkan admin yang kadang telat Update (Admin juga manusia :D)
BTW yang mau jadi member VIP kisah malam dan dapat cerita full langsung sampai Tamat.
Info Lebih Lanjut Hubungin di Kontak
No WA Admin : +855 77 344 325 (Tambahkan ke kontak sesuai nomer [Pakai +855])
Terima Kasih 🙂