Status Berkelas Part 11
Penasaran III, Scene 2
POV Nada
Sudah tiga hari ini aku melihat ada yang aneh dari Hajar. Sejak aku jalan dengan Dana, kurasakan terjadi perubahan pada tingkah Hajar. Wajahnya selalu ceria. Tak ada sekilaspun rona sedih melintas di wajah imutnya. Dan yang lebih mengherankan, Hajar yang biasa kuantar pulang tiba-tiba menolak tanpa ada alasan yang jelas.
“Yem, engkok mole bareng yo.. Aku kate blonjo nang cedek omahmu pisan”, (Yem, nanti pulang bareng ya.. Aku mau sekalian belanja di dekat rumahmu) esok harinya kucoba lagi menawarkan tumpangan untuk Hajar.
“Eh sori Jum, aku ga langsung mole. Kate mampir nang omahe dolor”, (Eh maaf Jum, aku ga langsung pulang. Mau mampir ke rumah saudara) lagi-lagi penolakan dilakukan oleh Hajar. Aku menjadi penasaran pada apa yang sebenarnya telah ia rahasiakan.
“Aku perlu menyusun rencana pengintaian nih. Oh..aku punya ide”, gumam dalam hatiku. Tersungging senyum simpul bibir ini membayangkan rencana yang akan segera kujalankan nanti sore.
Kuhubungi beberapa teman yang kuanggap mampu membantu rencana yang telah tersusun.
Langkah kedua, mendekati sore aku bergaya memasuki ruangan dengan lesu untuk memancing perhatian Hajar. Dan benar saja, ia langsung bertanya kepadaku.
“Onok opo Nad kok rai ditekuk lungset ngunu?”, (Ada apa Nad kok wajah lesu gitu?), dengan penasaran Hajar mencoba mencari tahu hal ikhwal penyebab kemuram durjaanku.
“Hihh, mbencekno. Mosok mobil mari diservisno malah saiki mogok”, (Hihh, sebel. Masa mobil habis di servicekan malah mogok) acting cemberut kuperagakan untuk mengelabuhi Hajar.
“Lhukk.. Trus molemu yopo Nad?”, (Lhoo.. Trus kamu pulangnya gimana Nad?) Hajar terlihat prihatin.
“aku mari nyeluk bingkil langganan cek moro rene. Gpp tak tunggoni sampek mari”, (Aku sudah panggil bengkel langganan biar datang kesini. Ga papa aku tunggu aja sampai kelar) rona muka yang super melas tergambar pada wajahku.
“Tak konconi yo”, (Aku temenin ya) perhatian Hajar telah masuk pada perangkap alibiku hehe.
“Ga usah Jar, koen kan wes janji kate ndulini dolormu. Iki kan jek buru jam 5, palingan ga sampek jam 8 wes mari”, (Ga usah Jar, kamu kan ada janji mau berkunjung ke rumah saudara. Ini masih jam 5, kayaknya ga sampai jam 8 udah beres) aku semakin menekankan alibi agar terkesan akan berada di kantor sampai malam.
“Iki wonge teko!”, (ini orangnya datang) pemain figuran kudatangkan untuk menyamar sebagai mas bengkel. Idihh.. Segitunya banget sih sampai nyusun rencana segala..haha.
“Oh yo wes, aku tak mbalik sik yo..tak nyegat bemo ae nang ngarep BI”, (Oh ya udah, aku balik dulu ya..mau nungguin angkot di depan BI) perkataan Hajar selanjutnya sudah tak kugubris lagi. Aku lebih sibuk kirim WA sana-sini untuk menjalankan rencana.
Aku berjalan cepat bersama mas bengkel ke arah parkiran belakang yang seolah terlihat oleh Hajar sedang berjalan menuju mobil mogokku. Mendekati mobil, kunci langsung kuserahkan pada mas bengkel untuk membawa mobilku pulang masuk garasi. Sedangkan aku berjalan kearah belakang mobil dan kutemukan Dana telah menunggu disana.
Tanpa banyak basa-basi motor Dana langsung melaju membawaku keluar dari area ruko. Bertepatan dengan itu terlihat Hajar baru saja masuk ke dalam mobil berwarna putih yang diparkir sekitar 25 meteran di sebelah selatan kantor.
Mobil melaju dan kami mengikutinya dengan jarak aman agar tak dikenali. Hingga mobil yang ditumpangi Hajar kemudian berhenti disebuah warung nasi bebek di sekitaran pasar gentengkali.
Dari jauh kami amati gerak-gerik penumpang dalam mobil tersebut. Jarak yang cukup jauh membuat kami tak dapat melihat secara jelas nopol mobil brio putih yang mereka gunakan. Beberapa menit berselang, Hajar akhirnya turun dari pintu penumpang seiring dengan turunnya pengemudi yang ada disamping Hajar. Sekonyong-konyong kami terbelalak kaget pada apa yang kami lihat.
“Lhoh.. Iku lak Kasino Na. Isih iling kan awakmu karo koncoku siji iku?”, (Lho.. Itu kan Kasino Na. Masih ingatkan kamu sama temanku yang satu ini?) bisik Dana pelan.
“Yoo jelas eh. Wong sing mripate pecicilan nontok aku iko seh?”, (Ya jelas ingat lahh. Orang yang jelalatan ngelihatin aku dulu itu kan?) sergahku.
Kamipun mengatur strategi untuk mendatangi mereka. Dengan meminjam peralatan pada pengamen yang mangkal disana akhirnya kami beraksi.
…….
…….
Diantara hatimu hatiku
Terbentang dinding yang tinggi
Tak satu jua jendela disana
Agar ku memandangmu
Ada suatu antara kita
Yang tak dapat ku mengerti
Hanya senyummu selalu membayang
Membuat ingin bertemu
Diantara hatimu hatiku
Terbentang dinding yang tinggi
Tak satu jua jendela disana
Agar ku memandangmu..
…….
…….
Dana dengan sangat piawai memainkan chord lagu nostalgila milik sepasang penyanyi legendaris Indonesia, Muksin Alatas dan Titiek Sandhora istrinya.
Suara merdu mendayu Dana semakin menambah pundi-pundi simpatikku pada sosok Dana. Benar-benar multitalent.
Aku memberanikan diri masuk mengisi suara Titiek Sandhora saat syair sampai pada reff. Namun kacaunya suaraku malah membuat lagu menjadi terdengar fals dan lost lirics.
Gara-gara suara kaleng rombengku lah akhirnya membuat gendang telinga Hajar dan Kasino gatal. Merekapun serempak menoleh pada suara pengamen kacau yg berdiri di belakang mereka. Sontak kedua insan dimabuk aye tersebut mendelik kaget.
“Jaitt.. Ndes, lapo koen nang kene?”, (Brengsek.. Kunyuk, ngapain kamu disini ?) Kasino dengan wajah heran bercampur malu menatap terpaku ke arah Dana dan aku.
“Lho Nad??, koen kok nang kene.. Jare mobilmu mogok!”, (Lho Nad??, kamu ngapain disini.. Katanya tadi mobilmu mogok!) serupa dengan Kasino, Hajarpun terlihat salting.
“Lek aku ga ngomong mogok lak mesti aku koen pekso mole sek koyok wingi-wingi!, ga isok ngintip lak’an”, (Kalau aku ga bilang mogok pasti aku kamu paksa pulang duluan kayak kemaren-kemaren!, ga bisa ngintipin dong) jawabku membuka acting alibi yang tadi aku lakukan.
“Hehe.. Konangan koen hayo”, (Hehe.. Kalian berdua ketahuan hayo) imbuh Dana dengan mimik cengar-cengir.
“Lhooo..kalian kok ngintipnya berduaan??”, glekk., ucapan Kasino seperti membuatku menelan biji salak. Aku baru sadar, dengan mengajak Dana memata-matai mereka berdua, sama juga dengan menunjukkan kebersamaan kami dongg. Aduhhh.
——-
Bulan benderang. Jilatan sinarnya mesra mencumbui awal malam yang masih sedikit malu-malu menampakkan gelapnya. Sepertinya sang mentari masih saja menyisakan cengkramannya hingga langit pun belum mampu menorehkan pekat. Tersebar dikejauhan kerlip bintang yang seolah cemburu menatap kemesraan antara bulan dan malam. Namun takpun jua kerlip kecilnya mampu merajai gelap potongan malam. Bintang tersipu malu memandang kesyahduan rembulan.
Aku sedang duduk manis bersama Hajar di dalam mobil brio Kasino. Setelah pertemuan dengan mereka di warung nasi bebek akupun tahu bahwa bapak Hajar sedang sakit. Bapak?, ya bapak Hajar yang baru kudengar kali ini. Bodohnya aku yang mengaku sahabatnya Hajar namun tak mengetahui keadaan Hajar sebenarnya bahwa ternyata orangtua Hajar telah bercerai.
Setelah ngobrol kesana-kemari sembari menikmati traktiran nasi bebek ‘terpaksa’ Kasino, akhirnya terbukalah rahasia kisah kasih Hajar dan Khusna (nama asli Kasino yang lagi-lagi baru aku dengar saat makan bareng mereka, huh bego banget ya aku hihh). Hajar menceritakan serpihan kisah ortunya. Aku dan Dana hanya bisa manggut-manggut geleng-geleng mendengarkan.
Kamipun bersepakat untuk ikut serta bersama Hajar menjenguk bapaknya. Setelah sebelumnya menemani Dana ‘memulangkan’ motor, kami bersama meluncur menggunakan brio Khusna. Untungnya gorengan Dana sedang libur karena pagi sampai siang tadi ada pesanan nasi kotak.
“Jo.. Tibakno koen wes racapan pisan karo Nada yo.. ngunu meneng ae ga ngomong-ngomong”, (Jo.. Ternyata kamu sudah pacaran juga dengan Nada yah.. gitu tidak bilang-bilang) Khusna sambil mengemudi nampak sedang mengajak Dana ngobrol. Dari samping kulihat Dana menjadi gelagapan karena sejujurnya cinta Dana sementara ini masih belum bertepuk tangan.
“Dorong mas Kas, aku dorong dadian ambek mas Dana. Ojok curigation ngunu ta”, (Belum mas Kas, aku belum jadian sama mas Dana. Jangan curigaan gitu napa) aku yang melihat solah polah Dana salting menjadi kasihan, kuberanikan diri menjawab obrolan Khusna untuk mem-backup Dana.
“Lho.. yo ndang nooo. Lapo kathik ono siaran tunda barang!”, (Lho.. ya disegerakan donggg. Ngapain ditunda segala!) imbuh Khusna yang akhirnya membuat akupun mati kutu tak bisa menjawab. Mataku menerawang keluar kaca mobil membayangkan andai saja papa mama tidak sekeras ini dalam melihat strata sosial seseorang. Duhh Gusti.. Kenapa kisahku tak semudah kisah cinta Hajar dan Khusna..
Kulihat Dana juga terdiam tak mampu berucap apapun. Kepalanya tertunduk lesu memandang kedua tangannya sendiri yang sibuk meremas satu sama lain. Demi melihat gelagat yang kurang nyaman, akhirnya Khusna menghentikan serangannya.
Tak terasa mobil kami telah sampai didepan rumah bapak Hajar yang diceritakan tadi. Hati begitu trenyuh melihat kesederhanaan rumah beliau. Dalam hatiku seakan bersumpah untuk kelak menjadi istri terbaik bagi suamiku. Aku tak ingin menjadi istri yang tak berbakti seperti kisah mama Hajar, meski aku belum tahu secara lengkap kronologi kejadian perceraian mereka. Namun ada keyakinan dalam diri bahwa bapak Hajar adalah orang baik yang tak bersalah.
Kedatangan kami disambut si cantik Najar. Meski usianya sedikit diatasku namun aku telah terbiasa memanggil dengan nama tanpa embel-embel ‘mbak’, yah supaya lebih akrab saja. Meski telah menikah Najar tetap terlihat cantik dan seksi. Sangat berbeda dengan para istri pada umumnya yang terkesan kurang merawat diri jika sudah ‘laku’. Menurutku itu lebih pada rasa berbakti kepada suami dengan menyuguhkan suatu yang sedap dipandang. Hal ini serba terbalik di jaman sekarang. Wanita lebih suka bersolek jika hendak bepergian keluar rumah, sebaliknya terlihat ala babu lengkap dengan daster dan bau bawang saat di dalam rumah. Gimana suami mau betah dirumah coba??.
Wajah yang selalu nampak bersih dan ayu, dipadu dengan ‘you can see’ alias ‘ketiak open house’ terusan hingga lutut membuat Najar terlihat cukup indah dipandang. Warna polkadot berikut jenis bawahan berbentuk span semakin menonjolkan aura keindahan seorang Najar Rina Mahadewi. Aku yakin, pakaian Najar yang berdada rendah tersebut telah membuat Dana serta Khusna adem panas. Apalagi selain sedikit terlihat belahannya, buah dada Najar juga terbilang cukup montok. Meski tak sebesar punyaku sihhh hihi..
Brumm brum.. Ciit !
Sebuah motor Honda Megapro tiba-tiba langsung slonong boy masuk ke pekarangan kecil rumah bapak Hajar dan hampir saja menyerudukku yang belum lunas menginjakkan kaki di keramik teras. Hufft.. Hampir copot rasanya jantung ini. Siapa sihh..
“Upsss.. Sepurane mbak, ga nontok lek onok wong ayu parkir nang njobo hehe”, (Upsss.. Sori mbak, saya ga lihat ada cewek cantik parkir di luar hehe) seorang pemuda turun dari motor tersebut sembari melepas helm teropong yang dikenakannya. Welehh.. Dia ternyata sohib Dana yang satunya lagi, aduh aku lupa namanya. Tapi ngapain juga ya dia ikutan ke rumah bapak Hajar?
“Lho.. Kas, lapo Indro Gondes kok nang kene?”, (lho.. Kas, ngapain si Indro Gondes kok disini?) Dana heran dengan kedatangan ‘tak diundang, pulang tak dianter’ temannya yang ternyata bernama Indro. Begitu juga aku yang masih pula belum menemukan mata puzzle yang cocok untuk menjawab rasa penasaran terhadap makhluk slonong boy tersebut.
“Lhah No.. Kudune aku sing kaget, lapo koen nang kene. Aku kan ancen wes janjian nang kene ambek wong teluan iku”, (Lho No.. Harusnya aku yang heran, kok kami disini. Kalau aku sih emang udah janjian ama mereka bertiga) Indro terbengong menatap Dana, begitu juga Dana terbengong menatap Indro. Halah.. Ruwet.
“Uwis uwis.. Critone dowo. Mending koen kabeh mlebu sik ae. Ga apik ngrumpel nang ngarep lawang”, (Sudah..sudah.. Ceritanya panjang. Mending kamu semua masuk dulu aja. Ga baik ngobrol di depan pintu) Najar angkat bicara dan langsung kami amini.
Sekian menit kami ngobrol diruang tamu yang tak begitu besar. Ternyata kedatangan Indro masih ada kaitannya dengan awal mula proses jadian Hajar dan Khusna. Ehm.. Secara tak disengaja kami dipertemukan dalam satu kebersamaan, atau lebih tepatnya Yang Maha Kuasa telah menggariskan kami dalam kebersamaan.
“Onok sopo Nduk?, rame menn”, (Ada siapa nak?, rame banget) tiba-tiba seorang laki-laki muncul dari dalam rumah. Kupastikan bahwa beliau adalah bapaknya Hajar. Wajahnya tenang berwibawa, tubuhnya agak kurus, guratan-guratan di kening melukiskan liku perjuangan.
“Lho bapak kok mboten sare mawon??!”, (Lho bapak kok tidak tiduran saja??!) Najar menyambut sang bapak tercinta dan kemudian menuntun beliau untuk duduk dengan penuh rasa sayang.
“Aku wes penak kok nduk, mung kari rodo lemes ae. Wahh iki lagi podo ngumpul ta?. Lho onok arek ngganteng ayu iki sopo kok aku durung kenal?”, (Aku sudah membaik kok nak, hanya tinggal lemes aja dikit. Wahh ini lagi pada ngumpul ya?. Lho ada anak ganteng dan cantik ini siapa kok aku belum kenal?) bapak Hajar tersenyum ramah sembari menunjuk ke arahku juga Dana.
“Iki bos ku pak e, jenenge bos Nada. Ayu yo hehe. Lha mas iki calon pacar e bosku, jenenge mas Dana. Wonge sregep koyok bapak lho. Duwe dagangan gorengan digarap dewe”, (Ini bos ku pak, namanya bos Nada. Cantik yah hehe. Dan mas ini adalah calon pacarnya bosku, namanya mas Dana. Orangnya giat mirip bapak lho. Punya lapak gorengan dipegang sendiri) Hajar turut nimbrung dalam obrolan, meski rada ngawur ngomongnya.
“Ihh apaan sih Hajar inii”, aku langsung pasang muka cemberut tak suka pada candaan Hajar.
“Ohh..mbak Hajar klentu pak. Sing leres niku kulo niki calon suami ne mbak bos.. Nggih sedoyo kan kersane Gusti pak, mugi Dipun ijabahi hehe”, (Ohh.. Mbak Hajar ini keliru ngomongnya pak. Yang benar saya ini calon suaminya mbak bos.. Ya semua kan Kehendak Yang Maha Kuasa pak. Semoga saja dikabulkan hehe) Dana yang turut berbicara semakin membuat wajahku merah padam menahan malu. Seluruh yang ada disana sontak riuh memberi applause pada Dana.
“Tapi sa’estu kulo simpatik kalihan keuletan panjenengan pak. Menawi angsal, kulo tak meguru ngangsu kawruh nggih mbenjing-mbenjing”, (Tapi beneran saya simpatik pada keuletan bapak. Kalau boleh, besok-besok saya ingin berguru dan menimba ilmu) Dana mulai serius berbicara. Kulihat sorot mata penuh semangat terpancar disana.
“Wahh monggo nak ga usah sungkan. Sering-sering dolan rene malah aku seneng. Kate curhat bab calon pacar yo oleh kok”, (Wahh silahkan nak ga usah sungkan. Sering kesini malah saya senang. Mau curhat perihal calon pacar yo boleh kok) lirikan mata bapak Hajar kearahku berikut ucapan canda beliau kembali membuat seisi ruang tamu ramai. Halooo.. Aku jadi bulan-bulanan nihh.
Obrolan dan candaan terus berlanjut di rumah kecil Pak Ali, bapaknya Hajar yang baru kuketahui namanya dari obrolan-obrolan yang ada. Kuperhatikan masing-masing teman Dana yang dulu sempat kulirik sinis saat mereka mencuri pandang ke arahku. Khusna, nampaknya ia cukup baik dan supel. Gerak tubuhnya, cara berbicaranya, agak mirip dengan Pak Ali yang berwibawa dan mengayomi. Kulirik Indro, ia kalem dan baik seperti Dana. Namun kadangkala muncul tengil dan iseng. Terakhir kulihat Dana, wajah yang teduh dan bersinar. Aura semangatnya terpancar, pesona tersendiri bagiku. Dan aku masih sibuk berkutat dengan alam pikirku sendiri yang penat memikirkan penjara jiwa hasil karya papa mama.
Aku beserta Dana, Khusna, dan Hajar berjalan menuju mobil setelah berpamitan kepada Pak Ali dan Najar. Tak terasa sudah hampir 1 jam kami mengobrol.
Jalanan daerah Manukan memang hampir selalu padat dan semrawut. Tak terkecuali malam itu, aku yang kebagian duduk di belakang jok Khusna harus rela berjalan pelan dan miring di sisi kanan mobil, bersingungan langsung dengan lalu lalang kendaraan yang hilir mudik. Susah payah kugapai handle pintu penumpang mobil sebelah kanan untuk bersiap masuk. Belum sempat handle kutarik tiba-tiba..
Brummmm… Jebrettt. Sebuah motor menabrakku. Aku terjatuh di aspal, kulihat penabrak itu kabur secepat kilat. Sayup terdengar teriakan Hajar dan Dana memanggil namaku. Setelah itu aku sudah tak sadarkan diri..
—–
Bersambung
Pembaca setia Kisah Malam, Terima Kasih sudah membaca cerita kita dan sabar menunggu updatenya setiap hari. Maafkan admin yang kadang telat Update (Admin juga manusia :D)
BTW yang mau jadi member VIP kisah malam dan dapat cerita full langsung sampai Tamat.
Info Lebih Lanjut Hubungin di Kontak
No WA Admin : +855 77 344 325 (Tambahkan ke kontak sesuai nomer [Pakai +855])
Terima Kasih 🙂