Nirwana Part 59

Unrequited Love #2

“Sayang sekali, kenapa harus dijual…” Lucille menggeleng-gelengkan kepala, tercenung lama melihat foto lukisan yang ada di iPhone-nya.

Bidadari dengan lengan kiri berdarah…
Ksatria dengan dada tertusuk pedang…
Iblis bertopeng menjulurkan tangan dari langit merah…

“Kadek.”

“I-iya, tante,”

“Kamu tahu Beethoven?”

“Tahu, tante. Yang tukang musik itu, kan?” Kadek menjawab sekenanya, karena pemuda itu tengah kerepotan memindahkan lukisan.

“Konon kabarnya, Bethoven mencipta musik dari suara-suara asing yang cuma dia yang bisa mendengarnya.”

“Oh.” Kadek manggut-manggut -tidak mengerti.

“Dalam Reiki, orang yang Cakra Ajna-nya terbuka, dipercaya bisa memiliki kemampuan seperti itu… bisa melihat masa depan, dan mendapatkan ilham dari alam lain… lukisan Ava adalah salah satu contoh seperti itu, lukisan dari dimensi lain…“

“Seperti Ki Soleh Pati?” Kadek berkata, lempeng.

Lucille tersenyum kecut, “Kadek, saya serius.”

= = = = = = = = = = = = = =​

Telepon di ruang kerja Pak De berdering nyaring, menyela pembicaraan keduanya.

“Aduh, maaf… boleh minta tolong diangkat dulu, Tante!” Kadek berkata, masih kerepotan karena menggotong lukisan yang lumayan besar.

Lucille beranjak mendekat, mengangkat telepon tua yang masih menggunakan tombol putar, “Halo?”

“Lho Lucille? Kok ada di galeri?”

“Oh… eh… anu… ehm…” Lucille sontak gelagapan begitu mengetahui siapa yang menelepon. “Kak Gede mau bicara sama Kadek?”

“Nggak… nggak usah, nggak terlalu penting juga… saya… um… Kamu apa kabar? Indira? Uhuk… ehm…”

“Indira dan saya baik, Kak Gede sehat?” ucap Lucille dengan wajah yang mendadak penuh cahaya, “Di sana penyakitnya nggak kambuh lagi? Kak Gede nggak merokok lagi, kan? Sudah ke dokter?”

Ada jeda beberapa detik -Pak De tertawa di seberang sana- “Kamu masih seperti dulu, cerewet.”

“K-kak Gede… a-apa sih… masih aja suka ngeledek.”

Kadek tertawa dalam hati, melihat Lucille yang tersipu-sipu dengan pandangan mengawang dan senyum yang merekah.

“Saya-“

“-Saya

Lucille tersenyum, “Apa, kak?”

“Eng… nggak apa-apa, kamu dulu..

“Kak Gede dulu…”

“Gek, dulu… uhuk.

“Kak Gede dulu!”

Kadek cuma bisa geleng-geleng kepala, melihat dalam satu panggilan telepon saja wanita paruh baya itu seperti kembali menjelma menjadi gadis remaja.

= = = = = = = = = = = = = =​

“Saya… ” Pak De terdiam lama, sambil menimang-nimang cincin dalam kotak merah. “Nggak apa, nanti saja, kalau saya sampai di Bali… I miss you, bye…” Pak De menutup teleponnya.

Penjaga toko itu menghela nafas lega saat Pak De mengakhiri panggilannya, “jadi yang mana, Monsieur?” ia berkata dalam Bahasa Inggris dengan dialek Perancis.

Pak De menunjuk sebuah kalung dari emas putih, dengan bentuk pelangi yang rumit pada bandulnya.

“Ah, Oui… Oui… excellent choix.” Ia mengacungkan jempol kepada Pak De. “Buat istri anda?”

“Pour ma Fille, anak perempuan saya.” Pak De tersenyum cerah, membayangkan ekspresi Indira saat menerima kalung itu saat ulang tahunnya tanggal 15 nanti.

“Et cette bague aussi… uhuk…” Pak De menyerahkan cincin yang dari tadi ditimangnya. “Merci… uhuk-uhuk…” sambil terbatuk-batuk, Maestro Tua itu menyerahkan kartu kreditnya kepada Penjaga Toko.

Nafas Pak De yang tadinya teratur, perlahan mulai memberat hingga terdengar suara “ngiik” panjang setiap ia menarik dan menghembuskan nafas. Berkali-kali Lelaki Tua itu terbatuk-batuk, dan buru-buru ditutupi dengan sapu tangan.

“Huk! Uhuk! M-merci.” Pak De menerima bungkusan dengan tangan bergetar dan dada yang tersengal.

Melihat batuk Pak De yang tak berhenti-berhenti, Penjaga Toko itu tak ayal ikut khawatir.

“Monsieur, anda tidak apa-apa?”

“Uhuk-uhuk… nggak apa-apa.” Pak De duduk bersandar pada etalase, sambil memegangi dadanya.

“Monsieur, perlu saya panggilkan taksi?”

“Uhuk… uhuk… m-makasih… n-nggak usah… uhuk…” kata Pak De sambil menutupi mulutnya dengan sapu tangan yang kini penuh dengan bercak darah.

Paradiso Season 3
The End


Ada orang yang menghabiskan waktunya berziarah ke Mekkah,
Ada orang yang menghabiskan waktunya berjudi di Wiraza,
Tapi aku ingin menghabiskan waktuku di sisimu, sayangku….
Bicara tentang anjing-anjing kita yang nakal dan lucu
Atau tentang bunga-bunga yang manis di lembah 
Mandalawangi

Ada serdadu-serdadu Amerika yang mati kena bom di Danang
Ada bayi-bayi yang lapar di Biafra
Tapi aku ingin mati disisi mu manisku
Setelah kita bosan hidup dan terus bertanya-tanya
Tentang tujuan hidup yang tidak satu setan pun tahu

To Be Continued

By Kisah Malam

Kisah Malam adalah sebuah Website yang berisikan Novel Dewasa, Novel Sex, Cerita Sex, Cerita First Time, Cerita Bersambung, Cerina Menarik Lainnya. Dukung Terus KisahMalam.Com Dengan Cara Bookmarks, Dan Nanti Kan Konten Terupdate dari KisahMalam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *