Dear Alfian,
Sebelumnya aku minta maaf karena sekali lagi aku akan meninggalkan mu. Bahkan kali ini untuk selamanya. Sebenarnya aku tidak ingin ninggalin kamu lagi secepat ini. Tapi apalah daya ku? Aku hanya seorang manusia biasa, tidak mungkin aku bisa melawan kehendak Nya.
Alfian, ketika kamu membaca surat ku ini, mungkin aku tinggalah nama, tapi percayalah jiwa ku akan selalu hidup bersama mu. Bersama dengan impian kita. Cita-cita kita. Semangat hidup kita. Persahabatan kita. Semuanya.
Aku juga ingin mengucapkan terima kasih untuk semua usaha mu yang mau mencoba membuka hati untuk ku. Tapi kalau boleh jujur, sebenarnya aku udah ga perduli lagi dengan hal itu Ian. Hehehe, maaf. Tapi demi Allah, aku sangat menghargai usaha mu dan juga Tiara. Tolong sampaikan permintaan maaf ku kepadanya. Aku tidak bisa menepati janji ku untuk bisa bertahan lebih lama, paling tidak hingga kelulusannya, seperti janji ku kemarin untuk mengetahui siapa yang akan lebih tinggi nanti di antara kita. Sepele yah? Hehehe. Semoga saja dia ga marah.
Oh iya, nitip pesen juga, kalau dia mau semua baju dan kerudung ku yang ada di kost an aku berikan semua kepadanya. Tiara pernah bilang kalau dia suka dengan pakaian yang sering aku kenakan. Kalau anak itu masih mau, tolong berikan saja kepadanya. Kalau baju sih mungkin masih agak kegedean, tapi kalau kerudung bisa kok dia pakai mulai sekarang. Tapi ya terserah dia saja. Semoga dia mau dan bisa istiqomah untuk mulai menutup auratnya. Katakan saja itu adalah permintaan ku kepadanya. Itu semua untuk kebaikannya. Karena aku juga sangat menyayanginya. Aku minta agar kamu selalu menjaganya, merawatnya, dan juga membimbingnya.
Alfian, aku tidak tau apakah Tiara sudah memberitahukan semuanya kepada mu atau belum yang waktu aku ngajak dia masuk ke kamar malam-malam itu. Untungnya sih kamu belum jadi nikahin aku Ian, karena aku yang akan kasihan sendiri kepada mu kalau kamu jadi menikahi ku terus baru tahu seperti apa fisik ku saat ini, khususnya rambut ku. Secantik-cantiknya seorang wanita, aku tidak yakin apakah dia masih akan terlihat cantik di mata seorang pria kalau dia tidak lagi memiliki mahkota di kepala nya.
Alfian, kamu tau ga akhir-akhir ini aku suka keinget masa-masa kuliah kita dulu? Kamu masih ingat ndak yang waktu kamu pertama kali bertemu Gita? Waktu daftar kuliah kalau itu loh. Hihihi. Aku inget banget waktu itu kamu coba ajak ngobrol Gita tapi apa yang kamu dapatkan? Hahaha. Omelan dan tatapan jutek darinya. Kamu pasti penasaran banget kan bagaimana aku bisa tau? Hihihi. Jelas lah aku tahu, kan waktu itu aku duduk tepat di belakang mu Ian. Sumpah waktu itu aku ingin tertawa, tapi siapa aku? Kita belum saling kenal. Dan mana mungkin juga kamu mau melirik ku atau paling tidak mengajak ku kenalan sedangkan di samping kamu ada gadis secantik Gita. Jelas aku tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan Gita. Hahaha. Sedih. Huhuhu.
Terus juga yang setelah pengumuman seleksi. Kamu masih inget ndak waktu kamu di puji-puji sama Doni yang kamu dapet nilai paling bagus? Dan dari sekian banyak yang ikut cuma ada dua orang yang bisa dapet nilai terbaik. Kamu tau ndak siapa yang satu orang lagi selain kamu? Yuup. Itu aku Alfian. Waktu itu aku seneng banget. Hehehe. Namanya cewek, kadang bahagianya suka ga ketulungan meskipun cuma karena hal sepele. Hihihi. Aku bangga banget waktu itu bisa sama kaya kamu. Dan satu lagi, kamu pasti juga tidak sadar kan kalau waktu itu aku ada di belakang kalian berdua? Aku udah kaya orang gila waktu itu ngintilin kalian berdua. Hahaha.
Mulai dari saat itu, jujur aku mulai ada rasa dengan kamu. Aku kagum dengan semua yang ada pada diri mu. Kepinteran kamu, ketenangan kamu, kebaikan kamu, semuanya. Dan rasa itu semakin bertambah waktu pertama kali aku bisa kenal sama kamu. Terlebih lagi saat hari pertama kuliah dan aku tau kita satu kelas, itu rasanya bahagia banget.
Salah satu momen yang paling tidak bisa aku lupakan tentu saja saat istirahat makan dan aku dengan pede nya minta duduk satu meja dengan kalian berdua. Hihihi. Itu kalau kamu percaya, aku deg-degannya udah ga bisa di ungkapin lagi rasanya seperti apa. Yang pasti aku sangat bagagia karena respon dan tanggepan kamu yang ternyata sangat welcome. Aku semakin kagum dengan diri mu.
Dan aku mulai benar-benar jatuh hati kepada mu itu…saat kita ngerjain tugas bareng yang di kantin. Yang waktu kamu ngerapihin slide yang aku buat itu. Kamu…waktu itu keren banget deh. Hihihi. Yang kita sempet tatap-tatapan…hihihi. Ditambah lagi waktu kamu rela mengorbankan harga diri mu saat memohon kepada dokter agar mau mengoperasi ibu ku. Saat itu aku benar-benar jatuh cinta kepada mu. Hehehe. Saat itu mati pun aku rela buat jamu. Ah, aku jadi malu. Mungkin kalau dibahas semuanya, satu rim kertas hvs pun aku rasa tidak akan cukup Ian.
Tapi…aku cuma bisa memendam perasaan ku Ian. Aku wanita, dan aku juga tau dan sadar betul bagaimana perasaan Gita kepada mu. Jadi aku berfikir dari pada memaksakam perasaan mu kepada ku yang belum tentu juga kamu bisa, aku lebih baik mundur. Terlebih lagi waktu itu…masih ada almarhum Diah, yang aku sangat tau bagaimana perasaan mu kepadanya. Yang pasti, siapapun yang akan kamu pilih waktu itu, entah Gita ataupun Diah, aku ikhlas lahir batin.
Tapi sayangnya disaat Gita pergi, yang itu juga karena aku, dan kamu juga tidak bisa mendapatkan Diah, kamu malah memilih mba Ayu. Sesuatu yang sangat membuat ku terpukul dan tidak bisa aku terima waktu itu. tapi inget, semua itu sudah berlalu ya Ian. Kalau sekarang? Demi Allah aku ikhlas. Bahkan aku sekarang nyesel sendiri kenapa aku dulu malah ninggalin kamu tanpa kabar gitu.
Ngomong-ngomong, Doni dan Gita apa kabar ya sekarang? Aku tidak akan meminta mu lagi, tapi kalau kamu bisa mengajak mereka untuk kembali, itu akan menjadi sesuatu yang paling membahagiakan bagi ku. Dan kalau kamu benar-benar bisa mengajak mereka kembali, ajak-ajak mereka juga buat nengokin aku ya nanti. Aku tunggu. Hehehe.
Alfian, aku juga sekalian mau berpesan sama kamu kalau kamu jangan pernah sekalipun merasa bersalah kepada ku. Sekali lagi aku tegaskan tidak ada yang salah di antara kita. Semua yang aku jalani selama ini ya memang sudah menjadi jalan hidup ku, garis takdir ku. Aku dulu lebih memilih untuk pergi itu adalah pilihan ku sendiri. Jangan pernah menyalahkan diri mu sendiri. Toh pada akhirnya juga aku tidak bisa untuk tidak kembali pada mu.
Alfian, kamu masih ingat? Disaat Doni dan Gita sibuk dengan dunia nya masing-masing. Kamu lebih memilih untuk bersama dengan ku. Kamu masih ingat, saat kita duduk berdua menghabiskan senja, di teras kost ku, dengan dua cangkir teh manis buatan ku yang selalu menjadi favorit mu. Dan ditambah dengan beberapa cemilan. Demi Allah, itu adalah momen paling bahagia dalam hidup ku. Aku rindu dengan saat-saat seperti itu. Aku rindu pada semua kesederhanaan mu.
Alfian, bila kamu menerima surat ini dan banyak goresan tinta yang luntur, aku minta maaf karena aku tidak sanggup untuk tidak menitikkan air mata ini. Air mata harapan ku yang selalu aku panjatkan kepada Allah hanya untuk mu. Doa dari ku untuk mu.
Semoga Allah memberikan kebahagiaan untuk mu di sisa umur mu. Manfaatkan lah dengan sebaik-baiknya. Kamu laki-laki. Kamu pemimpin. Kamu yang akan bertanggung jawab atas diri mu sendiri dan juga atas keluarga mu. Anak dan istri mu kelak.
Alfian, meski Allah tidak mentakdirkan aku untuk menjadi pendamping mu di dunia, tapi aku tidak pernah berkecil hati. Karena ketahuilah, aku selalu berdoa agar aku yang akan menjadi bidadari mu di surga nanti. Aku yang akan menjadi pelengkap mu di taman-taman surga nya Allah nanti. Aku, yang akan menunggu mu di keabadian.
Aku, yang akan selalu merindukan mu…