Merindukan Kesederhanaan Part 44
Ratu Drama
Suasana rumah sudah sangat rame. Baik itu dari tetangga yang rewang ataupun para tamu undangan yang sudah pada kondangan. Adat dan kebiasaan di kampung memang seperti itu. Ketika ijab dan qobul nya misal baru akan di selenggarakan esok hari, maka pada hari ini, biasanya dimulai sore, sudah banyak tamu undangan yang hadir. Yang datang pada hari H biasanya justru tidak sebanyak pada hari sebelumnya.
Kami bertujuh di sambut dengan hangat. Yang paling hangat tentu ketika ke dua orang tua ku memeluk dan menciumi ke tiga cucu nya. Rasanya tidak ada lagi hal yang lebih membahagiakan selain melihat mereka semua tertawa dan bahagia.
Satu hal lagi yang malam ini membuat hampir semua orang cukup heboh adalah keberadaan Tiara. Terakhir kali Tiara pulang kampung adalah dua tahun yang lalu. Itu karena lebaran tahun kemarin mba Endang sekeluarga tidak mudik. Dan sekarang, menurut mereka semua, bapak, ibuk, dan para tetangga, Tiara sangat berbeda. Bikin pangling.
Tapi masuk akal memang. Dua tahun yang lalu Tiara baru dua belas tahun, dan masih seperti anak kecil atau bocah pada biasanya. Sedangkan sekarang, saat usianya menginjak empat belas, saat tubuhnya semakin tinggi, dan fisiknya juga mengalami perkembangan yang pesat, itu sukses membuat mereka semua awalnya tidak mengenali Tiara. Apalagi sekarang pembawaannya lebih kalem, ayu, meskipun aku tau itu semua hanyalah sebuah pencitraan semata oleh seorang makhluk Tuhan paling iseng dan jahil yang bernama Tiara.
Setelah basa-basi sebentar dengan para tetangga kami pun masuk ke dalam rumah. Tapi mba Endang sepertinya masih mau ngobrol dengan mereka, kususnya dengan para ibu-ibu yang sibuk di dapur. Sedangkan Diah ikut masuk ke dalam rumah untuk menidurkan kedua anak kami karena Adipati dan Kayla sepertinya sudah sangat ngantuk dan kecapekan. Kalau mas Rizal seperti biasa, ikut nimbrung dengan bapak-bapak yang biasa dibagian minum.
Aku sendiri nyamperin adik ku semata wayang yang besok insyaallah akan dipinang oleh lelaki pilihan hati nya yang tak lain dan tak bukan adalah juga kawan lama ku sendiri.
“Gimana? Udah siap?” tanya ku dengan isengnya sambil duduk di dekatnya. Kami sama-sama berada di ruang tengah rumah ini.
“Siap ngapain? Kita mah cewek tinggal terima jadi aja. Temennya mas tu yang udah siap apa belum? Hehehe. Eh, tapi kalau mas Endra sih udah pasti siap lah yaaa, hihihi.”
“Dasar. Mentang-mentang calonnya langsung dibelain. Maksud ku nanti buat malam pertama. Kamu udah siap belum?”
“Iiih, mas Iaaan. Pertanyaannya. Hmm…yang itu juga aku mau pasrah aja deh. Biarin aja mas Endra yang berekplorasi, hihihi.”
“Ehmm…ya ya ya…terserah kalian juga sih mau eksplor kaya gimana, mau pake gaya apa, hahaha. Yang penting cepet-cepet nambahin cucu buat bapak sama ibuk. Hahaha.”
“Kalau itu sih kita pengennya juga cepet, ya doain aja lah mas yang terbaik buat kami. Semoga kita berdua bisa jalanin ini semua dengan baik.”
“Aamiin. Trus rencananya abis nikah nanti mau tinggal dimana?”
“Ikut mas Endra lah.”
“Pontianak?”
“Iya…”
“Udah bilang sama bapak ibuk?”
“Udah kok. Mereka oke-oke aja. Katanya wanita itu kalau udah nikah harus lebih berat ke suaminya. Dan kerena bapak ibuk sudah kenal baik sama mas Endra ya mereka bisa tenang. Dan lagian kan sekarang mas Yoga sama mba Laras udah pasti akan tinggal di rumah ini. Jadi aku juga udah tenang.”
“Alhamdulillah. Aku sempet khawatir mereka akan berat ngelepas kamu. Tau sendiri kan kamu itu anak bontotnya yang paling deket sama mereka.”
“Hihihi, ga kok mas, mereka udah ikhlas lahir batin ngelepas aku. Ya memang sudah saatnya. Dan cepat atau lambat namanya anak perempuan itu ya pasti akan ada yang mengambil juga. Ya kan?”
“Iya sih. Trus kerjaan kamu?”
“Hahaha, udah ga mikir kerjaan lagi aku.”
“Resign?”
“Iya.”
“Ga sayang?”
“Enggak lah. Mas Endra sanggup ngasih aku uang belanja dua kali lipat dari gaji ku yang sekarang, jadi buat apa? Hihihi.”
“Dasar! Materialistis!” aku mencibir dengan bercanda.
“Eh, enggak matere. Tapi realistis. Hahaha.”
“Endra gaji nya gede juga ya?”
“Alhamdulillah mas kalau itu.”
“Iya. Aku juga ikut seneng kok kamu dapet calon suami yang mapan. Dan baik yang paling penting. Aku kenal Endra udah dari SMP.”
“Dan aku baru tau kalau mas Endra itu sebenernya suka sama aku udah dari SMP dulu. Dia sendiri yang bilang,” Binar menambahkan.
“Oh ya? Baru tau aku kalau yang ini. Ga pernah cerita dia. Wah, ternyata selama ini dia ada maksud terselubung temenan sama aku,” canda ku dengan ekspresi wajah seolah tertipu.
“Mungkin. Hahaha. Kasian deeeh ketipu temen sendiri. Hihihi. Oh iya mas, aku dapet ini dari…” ucap Binar terhenti sambil menyodorkan HP nya kepada ku. Aku tidak tau apa maksudnya, tapi setelah aku lihat adalah sebuah file video.
“Apaan ini?”
“Buka aja mas, nanti juga tau,” balas Binar lagi dan entah mengapa suaranya terdengar agak bergetar sambil membuang pandangan.
Gita. Ya aku melihat wajah Gita di dalam video itu dengan senyum khas nya. Masih sama persis seperti dulu. Tawanya. Teriakannya. Centilnya. Sama persis. Setelah berhenti tertawa, nampak dia diam untuk sesaat.
Gita mengucapkan selamat pada Binar kemudian berhenti lagi untuk beberapa saat. Kini aku merasakan gantian suaranya yang terasa agak bergetar. Seperti menahan sesuatu. Tawa nya pun juga terlihat sangat di paksakan. Terlihat juga dia sedikit membuang mukanya. Tapi… ngapain dia pakai nyindir aku segala? Apa urusannya? Drama?
Video pun berhenti dan aku langsung mengembalikan HP Binar.
“Kamu dapet video ini dari mana?”
“DM di instagram.”
“Akunnya?”
“Akunnya mba Gita maksudnya? Fake account kayanya. Ga jelas gitu soalnya. Ga ada foto, info di bio nya juga minimalis banget. Mungkin mba Gita sengaja bikin account itu cuma mau buat kirim ucapan selamat ini.”
“Gitu ya?”
“Cuma gitu ya aja tanggepannya?”
“Emang mau gimana?”
“Sedih kek. Baper atau apa gitu…”
“Hahaha. Buat apa? Dia kan kasih kabar kalau dia sehat. Sukur deh.”
Jujur, entah kenapa aku malah tidak suka dengan caranya barusan yang mengabari kami semua sekaligus memberikan ucapan selamat kepada Binar. Jika memang dia sudah tidak ada masalah lagi, khususnya dengan ku atau pak Weily, kenapa dia tidak balik kesini dan memebicarakan semua kesalahpahaman ini baik-baik? Kenapa malah mengirimkan video tidak jelas itu?
“Kok gitu sih mas? Ya Allah…”
“Aku hanya mengikuti permainan yang dia buat. Yang aku sendiri juga sampai saat ini ga ngerti maksudnya apa. Kamu ngerti?” tanya ku dengan santainya.
“Hiiih. Susah memang kalau ngomong sama orang yang hatinya sudah beku. Bikin bete aja!”
“Ya udah jangan ngomong lagi. Mending kamu tidur sana. Besok harus bangun pagi-pagi kan?”
Binar tidak menjawab pertanyaan ku. Matanya hanya melotot tanda ketidaksukaannya terhadap sikap ku lalu pergi begitu saja meninggalkan ku.
Aku sendiri benar-benar tidak suka dengan cara Gita ini. Aku tidak mengerti dengan jalan pikirannya. Aku akan lebih ikhlas bila dia memang marah dengan ku karena kesalahan ku dari pada bermain sandiwara seperti ini. Dari kiriman video nya tadi jelas-jelas sebenarnya dia sudah melupakan masalah yang dulu itu. Tapi dia malah membuat kami semua bertanya-tanya dengan sebuah permainan drama nya yang mengatakan mungkin suatu hari nanti kami akan mengetahui nya. Bener-bener Drama Queen.
Maksud ku, kalau memang bener-bener udah ga ada masalah ya pulang aja gitu. Kita bicarakan semuanya baik-baik. Toh aku juga pasti akan minta maaf kepadanya.
“Aarrgghh…” gemes kan jadinya…
~•~•~•~
Pagi ini, di halaman rumah kami yang disulap menjadi pelaminan, Endra dengan lantangnya mengucapkan kalimat kabul guna mempersunting Binar untuk menjadi istri nya. Putri bungsu kedua orang tua ku. Dengan begini maka lengkap sudah. Semua anak dari orang tua ku kini sudah menikah. Ibaratnya, sudah tidak ada tanggungan lagi di pundak mereka. Dua anak gadis nya sudah ada yang menanggung. Sedangkan dua anak laki-laki nya juga sudah punya tanggungan istri masing-masing.
Setelah bapak penghulu mengakhiri doa nya, kami melanjutkan acara dengan sesi foto-foto. Orang tua ku dan orang tua Endra menjadi yang pertama berfoto dengan ke dua mempelai. Kemudian dilanjut dengan para keluarga kandung, lalu keluarga jauh, baru kemudian dengan beberapa tetangga maupun tamu undangan.
Setelah sesi foto-foto, acara resmi berhenti sejenak. Apalagi kalau bukan untuk sarapan bersama bagi para keluarga, dan yang paling utama tentunya adalah karena kedua mempelai dan ke dua orang tua dari kedua belah pihak akan berganti kostum sebelum mereka berenam di pajang selama seharian guna menyalami para tamu yang hadir. Capek? Pastinya. Apalagi undangan yang di sebar pada pernikahan Endra dan Binar ini lumayan banyak. Tidak seperti pada dua pernikahan ku dulu. Sederhana. Tanpa pesta. Tanpa resepsi.
~•~•~•~
“Om Endra kok belum masuk kamar sih? Tante Binar udah nungguin tuh,” celetuk Tiara dengan polosnya saat kami sedang ngumpul bersama di ruang tengah rumah ini. Polos atau iseng ya itu namanya?
“Eh, Tiaraaaa! ga sopan ah bercandanya sama om Endra…” tegur mba Endang yang membuat kami semua tertawa. Kami baru saja selesai makan bersama. Masih bersantai-santai. Sedangkan diluar sana orang dari tenda dan dekor masih sibuk membongkar peralatan mereka.
“Hehehe. Tapi beneran kok mah, itu tante Binar nya beneran udah nungguin. Kasian kan kalau kelamaan.”
“Ya biarin aja sih. Kalau om Endra nya masih mau ngobrol sama kita, emang kenapa?”
Tiara tidak menyaut melainkan hanya tersenyum. Lalu kembali nimbrung dan bergabung dengan Kayla, Adipati, dan Prasetya yang sedang sibuk sendiri dengan dunianya. Dunia anak-anak. Aku sendiri tidak tau mereka sedang bermain apa. Tapi lucu. Kadang terlihat serius. Tapi kadang tiba-tiba tertawa-tawa. Sedangkan Tiara, sebenarnya sudah bukan masanya lagi bermain dengan mereka. Tapi mungkin daripada tidak ada teman atau ikut ngobrol dengan orang dewasa yang belum tentu dia mengerti. Meskipun aku sanksi dengan hal itu. Mugkin juga dia sudah kehabisan bahan dengan segala ke kepo an nya. Bergabung dengan tiga sepupu nya yang masih unyu-unyu mungkin adalah jalan terbaik. Tiara juga masih unyu-unyu kok. Serius deh.
Setelah Tiara pergi aku lalu memberikan isyarat pada Endra untuk berbicara padanya empat mata. Antara seorang kakak laki-laki dengan adik ipar laki-laki nya.
“Jadi kedepannya aku harus manggil kamu mas ya?” candanya begitu kami berdua berada di teras. Endra berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia meskipun logat jawa nya masih terasa sangat kental.
“Senyamannya kamu ajalah. Enggak harus kok. Tapi lebih baik iya kalau di depan Binar atau yang lain, hehehe.”
“Hahaha. Iya, ngerti kalau itu sih. Jadi?” tanyanya seolah mengerti maksud ku mengajak nya keluar rumah dan duduk di teras.
“Ehm…cuma mau mastiin kalau kamu bakal jagain adik ku itu dengan baik.”
“Sudah pasti. Kalau enggak mana mungkin aku bakal nungguin dia…”
“Dari SMP?”
“Hahaha, Binar cerita?”
“Iya, semalem. Ga nyangka. Jangan-jangan kamu mau temenan sama aku karena ada maksud terselubung itu?” canda ku pada Endra.
“Ehmm… tergantung sudut pandang yang melihat sih. Hehehe. Tenang aja mas… hehehe… aku pasti bakal jagain Binar dan akan membahagiakannya lebih dari apapun.”
“Percaya… trus setelah ini rencana kedepannya gimana?”
“Binar ikut aku ke pontianak. Sebenarnya yang ini aku udah kasih pilihan kok ke dia. Kalau masih belum bisa ninggalin bapak sama ibuk ya ga apa-apa di sini dulu. Tapi dia nya maksa pengen ikut. Dan yang pasti sih kita udah bilang ke bapak sama ibuk, mereka enggak ada masalah, ya kita jalan.”
“Kapan mau pindahnya?”
“Minggu depan. Tapi sebelum itu kita terbang ke lombok dulu, bulan madu, hehehe.”
“Mantab lah. Aku ikut seneng kamu bisa nyenengin adik ku itu. Ga kaya aku dulu. Apa-apa sederhana. Nikah sederhana. Resepsi sederhana, bahkan yang ke dua malah ga pakai. Bulan madu? apa lagi. Hahaha.” ucap ku sambil tertawa miris.
“Tapi sekarang juga udah bisa kemana-mana kaaan?”
“Bisa kalau mau. Tapi belum waktunya menurut ku.”
“Masalahnya itu. Kamu merasa selalu belum mampu atau belum waktunya. Padahal kita nyari duit kan juga buat di nikmati. Sedangkan kamu lebih memilih untuk saving jangka panjang. Ga salah sih. Tapi harus seimbang kalau menurut ku.”
“Gimana kalau aku ikut ke lombok bareng diah dan anak-anak? Rame-rame gitu…”
“Ide bagus. Mau aku bookingin sekalian?” tanya Endra dengan antusias.
“Hahaha. Enggak… becanda kali. Ga enak lah gangguin pasutri baru. Hahaha. Ya uwes kalau gitu. Aku tenang sekarang. Mending kamu buru-buru masuk kamar sana. Sebelum di kunciin sama Binar. Hahaha.”
“Hahaha. Siaaap maas ipar. Jangan ngintip yaa,” candanya.
“Males banget ngintipin kalian.”
“Hahaha.”
Endra pun masuk. Meninggalkan ku sendiri yang tiba-tiba aku teringat dengan video dari Gita lagi. Hahaha. Sialan. Itu anak kenapa ngapain ngirimin video ga jelas gitu sih? Maksudnya apa coba? Mau bikin aku baper? Tidak. Kamu salah Git. Video kamu ga akan berpengaruh apa-apa. Kamu masa lalu. Aku masih tidak terima dengan ulah kamu dulu yang tiba-tiba pergi begitu saja tanpa ada alasan yang jelas. Kiriman video mu itu tidak akan berarti apa-apa bagiku selain membuktikan bahwa kamu adalah, seorang pemain drama.
~•~•~•~
Sabtu pagi ini, kami sekeluarga melepas keberangkatan Endra dan Binar yang akan melangsungkan bulan madu ke lombok. Tapi ada satu hal yang sebenarnya masih mengganjal di antara aku dan diri nya, tentu saja tentang tuan putri Gita. Si Ratu Drama. Bahkan sampai dengan keberangkatannya pagi ini, Binar masih saja mendiam kan ku. Kecuali kalau ada anggota keluarga di antara kami, dia akan menanggapi ucapan ku meski hanya seadanya.
Sore nya, tepatnya setelah magrib, giliran aku dan rombongan yang akan balik ke jakarta. Formasinya masih tetap sama. Yang berbeda mungkin barang bawaannya. Selain baju kotor yang seperti bertambah jadi dua kali lipat jumlahnya, ada juga barang-barang lain yang sengaja disuruh bawa oleh bapak dan ibuk. Makanan. Segala macem dibawakan. Sebenarnya tidak enak dan agak ribet, tapi kalau tidak dibawa akan lebih tidak enak lagi. Serba salah.
“Apa ndak sebaiknya jalan siang aja to Zal, besok pagi gitu, tumben-tumbenan kamu pengen jalan malam?” ucap bapak pada mas Rizal. Kami baru saja selesai makan. Sebentar lagi, setelah semuanya beres, tidak ada yang ketinggalan, kami akan berangkat.
“Besok siang aku ada janji sama orang pak, ya insyaallah ndak ada apa-apa. Lagi pula sekarang kan ada Ian yang gantiin. Dan pengen nyoba jalan malam juga.”
“Ya insyaallah selamet sampe jakarta. Bapak ibuk cuma bisa kasih doa.”
“Cuma bisa kasih doa apanya pak? Lha itu bagasi belakang penuh bawaan dari bapak sam ibuk semua lho. Saya yang malah ngerepotin. Hehehe.”
“Ya ga apa-apa, itu kan buat cucu-cucu bapak.”
Dan setelah berbasa-basi secukupnya, rombongan pun berangkat. Yang pertama akan menyetir mobil mas Rizal. Dan nanti malam aku akan menggantikannya. Awalnya aku duluan yang akan membawa mobil, tapi tidak tau kenapa tiba-tiba mas Rizal berubah pikiran dan minta duluan. Aku sih ikut aja.
Suasana malam kota Wonosari sekarang sudah mulai ramai. Apalagi ini malam minggu. Di alun-alun, lagi ada pasar malam. Berbagai macam penjaja makanan dan barang-barang ada di sana. Termasuk juga beberapa arena permainan yang sangat memanjakan para anak-anak di sekitar kota kecil di daerah ku ini. Maklum, di sini tidak ada mall atau sejenisnya. Jadi hiburan bagi mereka salah satunya ya pasar malam ini. Murah dan meriah.
Lewat dari alun-alun, kita menyusuri jalan raya Jogja-Wonosari. Banyak yang sudah berubah. Kiri kanan banyak sekali toko atau pusat oleh-oleh khas Jogjakarta. Gunungkidul akhir-akhir ini memang sedang booming pariwisatanya. Apalgi semenjak dibukanya objek wisata Goa Pindul. Tidak hanya turis domestik, turis mancanegara pun juga penasaran dan berbondong-bondong mencoba dan merasakan keindahan dan sensasi menyusuri sungai bawah tanah. Selain itu, ada juga wisata pantai yang sangat menarik di deretan selatan wilayah Gunungkidul, tepatnya di pantai selatan.
Setelah menempuh perjalan sekitar setengah jam, kami akan menyusuri lereng bukit Pathok yang lebih dikenal dengan sebutan Irung Petruk atau Hidung nya Petruk. Jalannya yang berkelok-kelok seperti hidung sang tokoh pewayangan konon katanya menjadi awal mula dari penamaan daerah ini. Meskipun sekarang di beberapa bagian ada jalan terusan yang memangkas hidung si tokoh pewayangan. Tercatat ada satu jembatan dan satu jalan terusan yang membelah bukit.
Di jalan yang mulai menurun dan berliku inilah kami bisa melihat pemandangan kota jogja di malam hari. Rasanya seperti melihat hamparan bintang yang gemerlap di malam hari namun berada di bawah. Tiara yang takjub bahkan sampai teriak-teriak di dalam mobil. Tidak hanya Tiara, kami semua sebenarnya juga tak bosan-bosannya menatap ke arah pemandangan yang indah itu, meskipun tidak seheboh si bocah satu itu.
“AWAAASSS!!!”
Tiba-tiba mba Endang berteriak. Aku menoleh dan sempat melihat sebuah truk meluncur dengan cepatnya dari arah kanan. Aku seperti bisa merasakan efek time bullet pada film-film dimana waktu seolah berhenti untuk bebeberapa saat, namun aku tidak bisa berbuat apa-apa. Badan terasa kaku. Tidak bisa bergerak. Truk itu dengan kuat menghajar body samping kanan mobil mas Rizal dan mendorong mobil ini ke arah samping kiri, ke arah jurang. Dan sesaat setelah itu aku tidak ingat lagi dengan apa yang terjadi.
BRAAAKKK!!!
[Bersambung]
Hallo Bosku, Disini Admin KisahMalah
Agar Admin Semakin Semangat Update Cerita Cerita Seru Seterusnya, Bantu Klik Iklan yang Ngambang ya.
Atau Gambar Dibawah INI
Atau Bagi Kamu yang suka bermain game Poker Online atau Gambling Online lainnya, bisa di coba daftarkan ya. Banyak Bonus dan Hadiahnya Loh.
Untuk yang Kesulitan Daftar bisa Hub Admin di WA untuk di bantu Daftar.
No WA Admin : +855 77 344 325 (Tambahkan ke kontak sesuai nomer [Pakai +855])
Terima Kasih 🙂