Mengalahkan Gadis Part 19
What About The Plan?
Marto baru saja kembali dari tempat latihannya. Meskipun masih berjalan dengan bantuan tongkat, namun terlihat sudah mulai ada perkembangan. Rasa sakit yang dia rasakan pun berangsur-angsur membaik. Obat yang diberikan oleh Rio memang luar biasa, selain patah pada tulangnya yang membaik, kondisi fisiknya pun cukup cepat untuk kembali bugar. Kini dia sudah lebih nyaman ketika berlatih seperti ini.
Marto berjalan bersama dengan Zainal. Keduanya nampak lebih dekat sekarang, dimana Zainal meskipun masih kecil, ternyata menjadi teman ngobrol yang cukup asyik untuk Marto, karena kecerdasan Zainal yang mampu dengan cepat menyerap apa-apa yang diajarkan oleh Marto, dan anak kecil itu memiliki rasa ingin tahu yang sangat tinggi, sehingga mereka berdua tak pernah kehabisan bahan obrolan. Marto yang belum pernah punya anak sudah menganggap Zainal ini seperti anaknya sendiri.
Saat memasuki rumah, terlihat sudah ada Rio disitu, membawa sebuah tas ransel. Mereka saling sapa saat ibu Zainal keluar membawakan mereka minuman. Melihat sepertinya ada yang akan dibicarakan oleh Marto dan Rio, yang sepertinya adalah hal yang serius, Yani pun mengajak anaknya untuk ke belakang, menyiapkan makan siang untuk mereka.
Gimana kondisi abang sekarang? tanya Rio.
Udah lumayan Yo, berkat obat yang kamu kasih, sekarang badanku pun udah lebih fit, makasih ya, jawab Marto.
Ah udah, nggak usah sungkan gitu. Trus latihannya gimana bang?
Udah lebih baik kok sekarang, hari ini on target semua.
Wah bagus dong bang.
Iya sih, tapi masih harus ditingkatin lagi, nanti kan sasaranku bergerak semua, nggak diem kayak gini.
Tenang aja kalau itu bang. Sekarang kan abang latihannya dari jarak 1 km lebih, nanti pas hari H nya kita bikin cuma 500 meter kok, jadi pasti kena kalau itu kan?
Lho kok cuma 500 meter? tanya Marto.
Iya, aku udah survey lokasinya, dari jarak segitu udah aman buat abang, jawab Rio.
Oh, kalian udah tahu lokasinya? Dimana?
Di sebuah gudang di sebelah barat kota Jogja. Gudang itu dulunya bekas tempat penggilingan padi, tapi udah lama banget nggak dipakai. Bahkan semua alat-alatnya udah nggak ada, jadi kosong gitu tempatnya.
Gudang bekas penggilingan padi di baratnya Jogja? Kayaknya kok nggak asing ya, ujar Marto.
Iya, gudang itu punya salah seorang warga setempat, yang ternyata dia salah satu anak buah Ramon, jawab Rio.
Oh iya iya, aku ingat, dulu aku pernah kesana, ngirim paket.
Marto memang pernah ke tempat itu dulu, untuk transaksi narkoba. Tempat itu memang cukup pas untuk melaksanakan rencana jahat Fuadi dan Baktiawan. Letaknya di sebuah kabupaten di sebelah barat Yogyakarta. Sekitar 10 km dari jalan raya. Saat hendak memasuki daerah itu, akan melewati hamparan persawahan yang luas. Di sekitar gudang itu sendiri banyak dikelilingi pepohonan yang sepertinya sengaja ditanam untuk menyamarkan keberadaan gudang tersebut. Dia tak menyangka justru tempat itu yang akan dipilih oleh mantan bossnya itu.
Sepertinya Rio sudah bekerja dengan cukup baik, lokasi pesta itu kini sudah diketahui, tinggal bagaimana menyusun rencana untuk menggagalkan pesta itu. Marto sudah berlatih dengan hasil yang cukup bagus. Dia percaya saja dengan rencana yang akan dibuat oleh Rio nantinya.
Jadi rencana kita gimana nantinya? tanya Marto.
Hmm, sepertinya akan sedikit lebih menantang bang. Mereka akan menyiapkan lebih banyak pasukan, karena itulah ini aku bawain amunisi tambahan buat abang, jawab Rio.
Kenapa bisa begitu? tanya Marto.
Soalnya mereka sudah tahu akan ada yang membantu keluarga Wijaya, jawab Rio.
Loh, kok mereka bisa tahu? tanya Marto lagi.
Iya, jadi semalem itu si Ramon ternyata berencana untuk menjebak Ara. Dia ngajak Ara, Lia, Nadya dan suaminya buat liburan ke pantai di Gunung Kidul. Mereka nginap di sebuah penginapan, yang ternyata adalah milih dari pamannya Beti, istri Ramon. Si pamannya ini udah tahu kelakuan bejat keponakannya itu, dan sebelum ini sering kerja sama dengan Ramon dan Beti buat ngejebak wanita-wanita yang jadi korbannya Ramon, terang Rio.
Aku tahu itu dari hasil aku nyadap ponselnya Ramon. Makanya aku selidiki dulu semuanya. Dan semalem, waktu mereka lagi ngerjain ketiga wanita itu, aku manyusup lesitu, terus aku tembak mereka pakai peluru bius, kecuali si pamannya itu, aku tembak aja pakai racun, pastinnya sih sekarang udah mati orangnya, lanjut Rio.
Lha kok pakai dimatiin segala Yo? tanya Marto.
Biar aja lah bang, dia udah terlalu banyak mangsa cewek, dengan atau tanpa bantuan Ramon. Ya itu hukuman setimpal lah buat dia, jawab Rio santai.
Maksudku, kenapa orang itu yang kamu habisi? Kenapa bukan Ramon aja sekalian? tanya Marto lagi.
Ramon itu bagian abang, nanti abang aja yang habisin dia. Lagipula kalau Ramon kita habisi sekarang, rencana kita buat ngungkap kebusukan Fuadi dan Baktiawan bisa berantakan. Dengan membunuh orang yang dekat dengan Ramon, kita bisa memainkan emosinya, saat emosinya nggak stabil seperti sekarang, dia pasti akan lebih gegabah dalam bertindak, itu akan memudahkan kita nantinya bang, jelas Rio.
Ya masuk akal juga sih, terus abis itu gimana?
Setelah mereka semua pingsan, aku samperin si Ara. Dan ternyata benar, Ara udah ditelanjangi sama Ramon, untungnya sih belum sampai diapa-apain. Terus aku pakain baju-bajunya, termasuk juga Lia. Aku packing barang-barang mereka, terus aku anter ke rumah masing-masing.
Udah gitu doang?
Ya nggak lah, nggak seru kalau cuma gitu doang bang.
Lha emang kamu bikin apa lagi?
Aku lalu ngambil ponselnya Ramon. Aku sempat lihat, ternyata dia udah ngambil banyak fotonya Ara yang lagi nggak sadar. Mulai dari masih pakai baju komplit sampai telanjang, dan foto-foto itu dikirim ke Fuadi. Dia juga sempat ngambil foto Lia yang lagi digarap suaminya Nadya. Nah, tadinya mau aku hapus foto-foto itu, pas disitu ada kejadian menarik bang.
Kejadian menarik apa? tanya Marto penasaran.
Waktu aku lagi pegang ponselnya Ramon, tiba-tiba kayak ada pesan masuk gitu. Notifikasinya muncul di layar, tapi yang aneh bukan seperti format SMS, MMS, email atau notifikasi sosial media gitu, karena penasaran aku klik aja, tiba-tiba muncul tulisan dont mess with the princess, terus layarnya ngeblank sekitar semenit, lalu balik normal lagi, terang Rio.
Nah anehnya, setelah itu aku buka lagi ponselnya. Rupanya ponsel itu diretas, hampir semua data hilang, termasuk foto-foto Ara dan Lia yang tadinya mau aku hapus, bahkan history chat dia yang ngirimin foto-foto Ara dan Lia ke Fuadi ikutan lenyap. Dan aku baru sadar, di pesan yang tadinya muncul di layar ponsel Ramon, ada sebuah simbol yang aku kenali, simbol dari seorang hacker kelas dunia, lanjut Rio.
Hacker kelas dunia? Siapa? tanya Marto makin penasaran.
Kode namanya E-coli, jawab Rio.
E-coli? Kayak nama bakteri? Hacker darimana? Aku belum pernah dengar.
Orang Indonesia. Memang sepertinya nama itu diambil dari nama bakteri, Escherichia coli, atau lebih umum disingkat E-coli. Bakteri yang ada di usus besar manusia. Secara umum bakteri ini nggak berbahaya, tapi beberapa jenis diantaranya bisa menyebabkan kerancunan makanan serius buat manusia, jawab Rio.
Hacker ini udah lama dicari pihak kepolisian, untuk diajak kerja sama, karena beberapa kali mengatasi serangan hacker iseng di beberapa instansi pemerintah. Dia bahkan pernah mengalahkan beberapa kelompok hacker paling berbahaya di dunia, makanya sekarang si E-coli ini jadi buruan utama, lanjutnya.
Tapi sampai sekarang keberadaannya belum diketahui. Aku udah beberapa kali bekerja sama dengan rekan-rekan dari luar negeri buat ngelacak E-coli, tapi nggak pernah berhasil, yang ada dia malah ngacak-acak sistem kami. Dan sekarang dia muncul, dan menurut perkiraanku, dia berada di pihak keluarga Wijaya. Pertanyaannya sekarang adalah, ada hubungan apa seorang hacker dengan reputasi dunia itu dengan keluarga Wijaya? pungkas Rio.
Marto terdiam setelah mendengar penuturan Rio. Memang benar, kasus ini bertambah menarik saja, karena melibatkan seseorang yang tak pernah mereka perkirakan sebelumnya. Apakah hacker ini ada hubungannya dengan Budi juga? Setelah punya hubungan dengan seorang anggota Vanquish yang masih aktif seperti Rio, kini dia berhubungan dengan seorang hacker kelas dunia juga? Sepertinya kali ini Baktiawan dan Fuadi berurusan dengan orang yang salah.
Mereka pasti tak akan pernah mengira, orang yang sedang mereka hadapi sekarang punya koneksi dengan kemampuan sehebat ini. Dan kalau mereka menyadari berhadapan dengan orang-orang seperti ini, mereka pasti akan menyiapkan anggota yang lebih hebat lagi, jadi pertarungan nantinya akan menjadi semakin menarik.
Jadi, apa rencana kita selanjutnya? tanya Marto.
Tetap seperti rencana awal, kita tunggu mereka bergerak, baru kita sergap, jawab Rio.
Tapi sepertinya tak akan semudah itu Yo. Ramon pasti sudah lapor kepada Fuadi ataupun Bakti tentang yang kamu lakuin sekarang. Mereka pasti akan menambahkan orang untuk acara mereka nanti, dan aku yakin itu bukanlah orang sembarangan. Dan kalau mereka masih berpikir kalau aku sudah mati, mereka pasti memperikarakan ada anggota pasukan khusus yang membantu Wijaya, jadi sebaiknya kamu siapkan dulu alibi untuk kamu, Dino dan Karim, ujar Marto.
Udah kok, semua anggota Vanquish sekarang ini sedang membuat alibi mereka. Makanya Doni dan Karim belum ada disini sekarang. Dan kalau untuk penambahan orang, asalkan totalnya nanti tak lebih dari 100 orang, kita masih bisa mengatasinya, meskipun mungkin sedikit lebih lama, jawab Rio.
Lagipula aku juga melakukan sesuatu yang mungkin bakal membingungkan buat mereka. Di beberapa tempat di rumah itu aku kasih tanda, pesan maksudnya, dan pesan itu sama dengan pesan yang ditulis oleh E-coli, yaitu dont mess with the princess. Biar mereka makin bingung apa hubungan antara orang yang semalam menolong Ara dengan E-coli, haha, lanjut Rio.
Hmm, ya sepertinya ini akan jadi sangat menarik. Apa kamu nggak berpikir bakal ada kejutan yang lain lagi Yo?
Kejutan lain apa bang? tanya Rio.
Hmm, mungkin akan ada bantuan lain lagi, selain kita berempat, dan si hacker itu, atau justru, dari pihak Fuadi dan Bakti bakal ada bala bantuan yang diluar prediksi kita, jawab Marto.
Entahlah bang, kalau pun ada bantuan lagi itu sih bagus buat kita. Dengan munculnya E-coli aja aku udah kaget banget. Dan kalau bantuan tak terduga dari pihak lawan, kan kita udah antisipasi dengan adanya abang, yang pastinya juga nggak akan mereka duga, jawab Rio.
Apa sama sekali nggak ada bayangan, siapa E-coli itu sebenarnya? tanya Marto.
Sama sekali nggak, orang ini licin banget, nggak pernah ninggalin jejak yang bisa dilacak, sama sekali nggak ada petunjuk bang. Dia seperti sedang menjalankan sebuah sistem yang nggak punya kelemahan, mau dibobol dari mana aja susah, Rio menggelengkan kepalanya.
Marto kembali termenung. Kejadian-kejadian ini sudah terlalu jauh dari apa yang direncanakan dulu. Dulu rencana mereka hanya membalaskan dendam Bakti kepada Wijaya, dan memuaskan hasrat Fuadi kepada Ara. Rencana-rencana awal yang mereka susun juga selalu berjalan dengan lancar. Korban-korban tambahan telah mereka dapatkan, untuk mendukung acara puncak di malam pergantian tahun nanti.
Ara yang rencananya akan menjadi menu utama, dengan wanita-wanita lain di sekitarnya yang menjadi menu pelengkap. Menggagahi mereka di hadapan keluarga Wijaya, lalu setelah semua terpuaskan tinggal menghabisinya satu persatu. Semua rencana sudah disusun matang-matang, bahkan alat-alat pendukung sudah dilengkapi semuanya.
Namun sekarang kenapa menjadi serumit ini? Bahkan melibatkan orang-orang dari satuan khusus yang sifatnya rahasia. Melibatkan pula seorang hacker kelas dunia. Belum lagi nanti bagaimana respon dari Fuadi dan Baktiawan menghadapi ini. Siapa lagi yang bakal mereka sewa atau perbantukan untuk melindungi rencana mereka.
Situasi sudah berkembang terlalu pesat. Bahkan dirinya sendiri pun menjadi korban dari bagian pengembangan rencana itu. Biar saja lah mereka menganggap dirinya sudah mati, dan pada saatnya nanti dia akan muncul untuk memberikan kejutan. Namun entah kenapa, feeling Marto mengatakan bahwa kedepannya, akan ada hal yang lebih besar lagi dari ini, entah apa itu, dia tahu kalau mereka harus menunggu untuk itu.
Oh iya, satu hal lagi bang. Sebelum berangkat menyelamatkan Ara dan yang lainnya, kemarin aku sempat mengikuti Safitri, ujar Rio mengagetkan Marto.
Safitri? Bagaimana keadaannya sekarang Yo? tanya Marto antusias.
Dia baik-baik aja. Kemarin dia ke Ullen Sentalu sama anak dan mertuanya. Tapi dari wajahnya terlihat tertekan, sepertinya dia menanggung beban yang cukup berat, kata Rio.
Ya, tentu saja. Pasti ini semua karena Ramon, sahut Marto.
Ya sepertinya begitu. Dan sepertinya dia sedang merindukan seseorang, sepertinya itu abang deh.
Ah tahu darimana kamu?
Haha, aku kan hanya mengira-ngira saja. Siapa lagi coba?
Apa sebaiknya aku mengabarinya dulu Yo?
Jangan bang, lebih baik jangan dulu. Biarkan saja dia tak tahu keberadaan abang. Kalau dia tahu, itu akan riskan buat abang. Biarkan sekarang ini semua orang berpikir kalau abang udah bener-bener mati. Sabar aja dulu bang, aku janji abang akan bersama dengan dia lagi nanti, sampai saat itu tiba, aku akan coba melindungi dia dari Ramon, dengan caraku sendiri. Abang tahu gimana komitmenku terhadap janji kan?
Marto tak menjawab, tapi dia membenarkan perkataan Rio. Sebaiknya dia memang tak muncul dulu karena saat ini Safitri pasti sedang diawasi oleh Ramon. Salah-salah kemunculannya bisa menjadi blunder. Apalagi Rio sudah berjanji untuk menjaganya. Meski belum sepenuhnya bisa mempercayai Rio, tapi saat ini Rio lah satu-satunya orang yang bisa dia andalkan. Dia harus bersabar, sampai saatnya nanti tiba.
***
Paaa, Om Yusri paaaa, huhuhu, tangis Beti meledak.
Ramon yang memeluk istrinya pun merasakan kesedihan yang sama. Dia juga merasa marah, dendam, sangat dendam, kepada orang yang telah membunuh pamannya ini. Sore itu jasad pamannya langsung diurus dan dikuburkan. Kepada orang-orang sekitar Ramon beralasan bahwa Pak Yusri meninggal karena overdosis menegak minuman oplosan. Sebelumnya dia telah membersihkan darah yang keluar dari lubang-lubang di kepala pamannya itu. Dia juga meminta agar jasad pamannya ini secepatnya dikubur, agar tidak sampai harus diotopsi.
Jika sempat dilakukan otopsi, dia takut nanti hasil temuannya bisa menjadi bumerang dan berbalik menyerang dirinya, karena dia sangat yakin, Pak Yusri telah tewas karena ditembak dengan peluru beracun oleh orang yang menyerangnya. Kini, di depan makam Pak Yusri, Beti masih menangis tersedu-sedu. Bagaimana pun jahat dan buruknya apa yang telah mereka lakukan selama ini, kehilangan orang yang dicintai dengan cara seperti itu pastinya akan meninggalkan duka yang mendalam, ditambah lagi dengan rasa dendam.
Ramon tak tahu siapa orang yang telah menyerang mereka dan membunuh pamannya, namun dia tahu persis orang ini pasti adalah orang yang membantu keluarga Wijaya. Dia yang semula hanya berniat membantu rencana bossnya, kini memiliki kebencian yang begitu mendalam pada keluarga Wijaya. Ketertarikannya terhadap Ara kini menjadi obsesi penuh dendam. Dia akan meminta terang-terangan nanti kepada bossnya, setelah sang boss selesai menikmati Ara, agar menyerahkan wanita itu padanya, dia ingin membuat perhitungan sendiri dengannya.
Kalau bisa, dia juga akan meminta jatah untuk menghabisi salah satu dari keluarga Wijaya, dan yang menjadi sasarannya kini adalah Budi. Mungkin Budi tak tahu menahu tentang persoalan ini, tapi bisa jadi Budi lah yang mengirim bantuan untuk menyelamatkan Ara, sekaligus membunuh pamannya. Kalau pun Budi tak pernah menyuruh orang itu untuk menghabisi pamannya, tapi tetap Budi lah yang harus bertanggung jawab atas semua ini.
Huks paaa, mama nggak terima om pergi dengan cara kayak gini pa, huhuhu, tangis Beti memecah lamunan Ramon.
Papa juga ma, papa akan membuat perhitungan dengan keluarga Wijaya. Papa akan buat sengsara Ara dan Budi. Papa bersumpah selama papa masih hidup, mereka nggak akan bisa hidup tenang!
Dendam kesumat telah menyala di dalam diri Ramon. Dia tahu masih harus mengikuti perintah-perintah bossnya untuk menjalankan rencana mereka, namun dia juga harus membuat rencana sendiri bagaimana membalas dendam kepada pembunuh pamannya ini, atau orang yang bertanggung jawab telah mengirim orang itu sehingga menyebabkan kematian pamannya.
Ramon menghubungi beberapa orang pentolan preman di kota ini, sesuai perintah dari Fuadi. Selain meminta penjagaan, dia secara pribadi juga meminta disiapan senjata api untuk menjadi pegangannya. Bekerja sama dengan orang-orang seperti ini memang harus banyak mengalah, terlebih memang kita yang butuh. Selalu ada saja permintaan mereka, mulai dari yang wajar hingga yang membuat geleng-geleng kepala.
Untuk membujuk para pentolan preman itu, dia harus mengeluarkan sejumlah persediaan obat-obatan haram dari gudang dan membagikannya ke mereka secara gratis. Ditambah lagi Ramon akan memberikan kepada pentolan preman itu beberapa orang wanita untuk bisa melayani dan menyenangkan, sekaligus memuaskan mereka. Ramon akan memilih beberapa dari koleksi wanitanya yang terbaik. Kali ini dia tidak membuat pengecualian sama sekali, bahkan istrinya, maupun korban barunya Safitri, akan dia berikan bila memang diminta oleh si pentolan preman.
Rencana ini belum diketahui oleh istrinya, karena sekarang dia sedang dalam keadaan terguncang. Namun itu bisa diberitahukan nanti, karena untuk imbalan wanita telah mereka sepakati akan dilakukan setelah misi ini selesai. Tapi untuk obat-obatan itu mereka minta diberikan di awal. Katanya dengan mengkonsumsi obat-obatan gila itu, mereka bisa lebih rileks dan berani menghadapi apapun.
Ramon menuntun istrinya untuk meninggalkan kuburan pamannya menuju mobil. Mereka harus segera pulang. Sedangkan untuk mengurusi penginapan peninggalan pamannya ini akan diserahkan sementara kepada pengurus desa setempat, sambil dia menghubungi anak sang paman, yang juga sepupu dari istrinya, yang saat ini sedang merantau ke luar pulau.
Namun sebelum pulang Ramon menyempatkan diri untuk ke rumah pamannya terlebih dahulu. Dia tahu bahwa pamannya telah memasang sejumlah kamera pengintai di penginapannya dan sudah menjadi kebiasaan pamannya untuk merekam semua aktivitas di rumah itu. Dia ingin melihat rekamannya, siapa tahu dari situ dia akan mendapatkan petunjuk siapa yang telah menyerangnya dan membunuh pamannya.
Sampai di rumah pamannya, Ramon segera menuju ke sebuah ruangan yang pernah beberapa kali dia masuki bersama mendiang pamannya itu. Terlihat beberapa monitor yang biasa digunakan sang paman untuk memantau aktivitas yang terjadi di penginapannya. Orang-orang pasti tak pernah menduga bahwa di rumah yang terlihat cukup sederhana ini, terdapat sebuah ruangan dengan lusinan perangkat canggih.
Ramon kemudian menyalakan peralatan itu satu persatu. Biasanya sang paman sudah mengatur peralatan itu untuk otomatis merekam, dan nantinya dia akan mengedit sendiri mana rekaman yang harus disimpan dan mana yang harus dibuang. Namun alangkah terkejutnya Ramon, begitu layar monitor itu menyala, hanya tampak warna hitam pekat dengan tulisan berwarna merah. Tulisan yang sama persis dengan yang tertulis di cermin penginapan mereka, Dont mess with the princess.
Bangaaat! Apa-apaan ini? teriak Ramon.
Dia kemudian mengambil sebuah keyboard dan membantingnya dengan keras hingga hancur berantakan. Kedua telapak tangannya menjambak rambutnya sendiri, lalu mengusap wajahnya penuh emosi. Siapa sebenarnya dalang di balik semua ini? Bahkan sampai kamera pengintai milik pamannya pun diretas juga, semua data yang tersimpan di komputer pamannya raib, seperti yang terjadi pada ponselnya. Siapa orang yang bisa memiliki kemampuan sehebat ini?
Ramon beranjak ke ruang tamu, dimana disana istrinya masih menangis sesenggukan. Dia mencoba menenangkan dirinya dulu sebelum kembali mengemudi untuk pulang, karena akan berbahaya bagi dirinya dan istrinya jika mengemudi dalam keadaan emosi menguasai dirinya. Setelah agak tenang, dia pun mengajak istrinya pulang. Sepanjang dua jam perjalanan dia hanya diam membisu saja. Suara yang terdengar di dalam mobil hanya suara tangis istrinya, yang akhirnya terhenti saat istrinya entah tertidur atau pingsan karena kelelahan.
Sesampainya di rumah, Beti terbangun dan kembali histeris, hingga Ramon terpaksa memberikan obat penenang kepada istrinya agar bisa beristirahat. Dia juga menghubungi Tata, memintanya datang ke rumah untuk membantu mengurusi istrinya, dan mengiburnya ketika sudah tersadar nanti. Ramon berganti pakaian, dan dia segera keluar rumah, menuju ke tempat Safitri. Dia ingin meluapkan semua emosinya, termasuk rasa kentangnya karena gagal menggauli Ara kepada Safitri.
Tapi sial bagi Ramon, dalam perjalanan menuju rumah Safitri, ban mobilnya bocor. Bukan hanya satu tapi keempat-empatnya. Bertambah murka lah pria itu. Siapa pula yang memasang ranjau paku di jalan sesepi ini? Saat dia keluar dari mobil untuk memeriksa ban mobilnya, saat itu hujan turun dengan begitu lebatnya.
Aaaarrrghhh brengsek! maki Ramon sambil menendang-nendang bannya yang sudah kehabisan angin itu.
Orang-orang yang melihatnya hanya berpikir bahwa Ramon sedang kesal karena ban mobil yang bocor ditambah hujan yang lebat. Namun lebih daripada itu, kekesalan Ramon hanya dia sendiri yang mengetahuinya. Dia merasa nasib sial benar-benar akrab dengannya dua hari ini. Saat dia hampir mendapatkan apa yang dia mau, semua itu justru berakhir tragis dengan kematian pamannya. Saat dia hendak melampiaskan kekesalan dan kekentangannya, malah berakhir dengan kesialan di sebuah jalanan yang sepi di tengah hujan deras.
Dia mengutuki dengan berbagai sumpah serapah. Emosinya dia luapkan di bawah guyuran hujan deras. Dia kemudian masuk ke dalam mobil dalam keadaan basah kuyup, meraih ponselnya dan menghubungi Tata. Ternyata Tata masih dalam perjalanan ke rumahnya, dan Ramon meminta Tata untuk menjemputnya terlebih dahulu. Tidak mendapatkan Ara atau Safitri, Tata pun jadilah, pikir Ramon.
***
Seorang pria paruh baya dengan rambut yang sudah mulai memutih dan perutnya yang kini tambun, sedang merenung di teras rumahnya. Fuadi nampak berpikir keras. Kejadian yang semalam menimpa Ramon sungguh mengusik pikirannya. Apalagi tadi Ramon juga mengabarkan bahwa pamannya sekaligus pemilik penginapan tempatnya menjebak Ara dan teman-temannya telah tewas, dengan kondisi yang mengenaskan.
Jika Ramon dan yang lainnya hanya dibuat pingsan, kenapa pamannya dibunuh? Padahal pamannya ini tak pernah terlibat dengan rencananya. Dia hanya muncul ketika Ramon mempunyai rencana untuk menjebak Ara, dan akan lebih memudahkan untuk menggiringnya nanti ke tempat pesta. Tapi kini orang yang tak ada kaitannya dengan rencana mereka malah dibunuh.
Orang ini pasti tidak sembarangan membunuh, pasti dia punya tujuan tertentu. Orang yang memiliki kemampuan cukup istimewa karena bisa mengetahui dengan persis apa yang sedang direncanakan oleh Ramon. Orang yang telah memiliki persiapan yang baik sebelum mendatangi dan menyerang Ramon dan yang lainnya.
Mengetahui dengan pasti rencana Ramon, orang itu pasti melakukannya dengan cara menyadap pembicaraan di ponsel Ramon. Jika benar begitu, jangan-jangan sudah lama orang ini melakukan penyadapan, hingga dia sudah menyadap juga anggota-anggota komplotan yang lain. Ini tidak bisa dibiarkan, dia harus mencari cara lain untuk bisa berkomunikasi dengan Bakti maupunn yang lainnya.
Dengan kemampuan seperti itu, dia yakin yang melakukannya adalah orang yang sangat terlatih, dari suatu satuan khusus. Rasanya kemampuan itu setara dengan Marto. Apakah memang orang itu salah satu anggota Vanquish? Jika benar seperti itu, berarti yang dihadapi kali ini bukan main-main. Misi balas dendamnya kali ini membawanya ke sesuatu yang lebih besar lagi.
Terlebih lagi seorang hacker kelas dunia turut ikut campur. Bukan hanya foto-foto Ara yang baru dikirim Ramon sekarang yang hilang, bahkan foto-foto dan video yang dia gunakan untuk mengancam dan memperbudak wanita-wanita lainnya ikut raib. Dia benar-benar harus mencari bala bantuan lain, yang bisa mengatasi lawan-lawannya itu.
Tapi masalahnya adalah, dia tidak lagi memiliki anak buah dengan kapasitas sebaik Marto ataupun E-coli. Untuk melakukan pekerjaan yang baik dan benar, dia punya banyak anak buah hebat dan mudah saja untuk mengerahkan mereka, tapi untuk melakukan pekerjaan kotor seperti ini, sudah pasti anak buahnya akan menolak mentah-mentah. Memanfaatkan koneksi pun percuma saja, karena tak ada yang setara dengan Marto.
Dia sudah melakukan kontak dengan para mata-matanya, untuk menanyakan keberadaan semua anggota Vanquish yang ada, dan semuanya sedang dengan kegiatan mereka masing-masing, di tempatnya masing-masing. Hal itu sudah dibuktikan dengan informasi dari mata-mata yang dia punyai. Kalau memang bukan anggota Vanquish, berarti ada anggota dari satuan lain yang setara. Semakin sulit untuk menerka siapa yang saat ini membantu Wijaya.
Namun jika bala bantuan Wijaya itu sampai bisa mengetahui rencana Ramon kemarin, besar kemungkinan dia juga sudah mengetahui rencana balas dendam yang akan dia lakukan di malam pergantian tahun nanti. Tapi kenapa tidak dicegah dari sekarang? Kenapa hanya menyelamatkan Ara dari rencana kecilnya, bukan rencana intinya? Bahkan orang itu hanya mengirimkan pesan agar jangan bermain-main dengan Ara.
Apakah orang itu juga menginginkan terjadi suatu hal yang lebih besar? Apakah akan tetap membiarkan rencana mereka berjalan, lalu pada saat itu baru melakukan tindakan? Jika benar, artinya itu hanyalah sebuah pancingan untuk mendapatkan ikan yang lebih besar. Itu adalah sebuah tantangan.
Waktu yang dia punyai tinggal beberapa hari lagi, dan kini sudah ada masalah sebesar ini. Rencana itu sudah tak bisa ditunda lagi, lebih tepatnya, Baktiawan sudah tak mau lagi menunda rencana ini, sehingga mau tak mau dia akan menerima tantangan dari orang misterius itu. Fuadi memutar otaknya, strategi apa yang sebaiknya digunakan, yang itu sama sekali tak akan diduga oleh pihak lawannya. Ini sudah bukan misi balas dendam lagi, tapi juga perang strategi antara mereka dan lawannya.
Tiba-tiba Fuadi teringat sesuatu. Strategi? Ah iya, benar sekali, kalau urusan strategi, orang itu tak ada duanya. Dia harus mengawasi benar orang itu, apakah dia yang terlibat dengan hal ini atau bukan. Karena jika dia terlibat hal ini, sudah pasti dia akan mendapatkan bantuan dari anggota lainnya. Karena Rio Argiantono kini menjadi pimpinan Vanquish, punya kewenangan penuh untuk memberikan instruksi ke anak buahnya. Dia harus lebih mengawasi Rio sekarang.
Kalau dia memang terlibat dan membantu Wijaya, Fuadi terpaksa harus menggunakan cara itu. Terlalu berlebihan sebenarnya jika menggunakan cara itu untuk hal semacam ini, namun apa boleh buat daripada misinya gagal dan semuanya menjadi berantakan.
Fuadi tahu pasti ponselnya sedang disadap, karena itulah dia memanggil salah seorang ajudannya dan disuruhnya membeli ponsel dan nomor baru. Setelah menunggu beberapa saat, dia aktifkan ponsel dan nomor baru itu, kemudian mencari nomor telepon seseorang yang sudah lama sekali tak pernah dihubunginya. Sebuah pembicaraan singkat, yang sedikit membuat terkejut orang yang dihubunginya. Namun dengan sebuah janji manis yang diberikan oleh Fuadi, orang diseberang telepon itu pun menyanggupinya.
Kini Fuadi nampak lebih lega, paling tidak dia sudah mengantisipasi salah satu kemungkinan yang akan menjadi penghambat bagi rencananya. Kini dia kembali menghubungi seseorang. Seseorang yang dikenal sebagai raja preman ibukota, dengan anggota yang sangat banyak, dan sebagian kecil dari mereka adalah anggota terlatih, anggota yang berani mati demi kepentingan orang yang bersedia membayar mereka dengan harga yang sangat tinggi.
Bala bantuan sudah didapatkannya, sekarang tinggal menunggu kabar dari Ramon saja, yang sudah dia perintah untuk menghubungi dedengkot preman di Jogja untuk menyiapkan anggota-anggota terbaiknya untuk mengamankan lokasi diadakannya pesta. Jika semua sudah beres, tinggal bagaimana mengurusi hacker yang telah ikut campur dalam rencananya ini.
Misi balas dendam yang semula dia anggap sebagai hal yang tak terlalu sulit, kini berubah menjadi sangat rumit, dengan keterlibatan orang-orang yang sama sekali tak pernah dia perhitungkan sebelumnya. Entah dari pihak yang mana, tapi jelas dia kali ini menyesal karena telah meremehkan target mereka. Target empuk yang terlihat seperti anak kucing yang lemah ini, ternyata dikelilingi oleh singa-singa yang begitu kuat dan berbahaya.
***
Drrrrttt.. Drrrrttt.. Drrrrttt..
Rio mengambil ponselnya, terlihat sebuah pesan singkat masuk, pengirimnya adalah Komjen Baskoro, seorang petinggi kepolisian yang saat ini bertanggung jawab atas Vanquish. Melihat pesan singkat itu, Rio mengernyitkan dahinya. Sesuatu yang tak masuk akal, membuatnya geleng-geleng kepala. Marto yang melihatnya ikut terheran-heran.
Sinting, nggak bener ini, ujar Rio.
Ada apa Yo? tanya Marto penasaran.
Komandan Baskoro ngirim SMS, isinya instruksi agar semua anggota Vanquish merapat ke Mabes untuk pembekalan, karena akan ditugaskan memantau potensi teroris di malam tahun baru di beberapa lokasi di ibukota, terang Rio.
Loh, itu bukannya udah ada bagiannya sendiri? Densus 88 kan? tanya Marto.
Iya, ini sudah ada bagiannya sendiri. Dan semua informasi potensi teror udah diinfokan dari BIN ke Densus, kenapa harus manggil Vanquish? Ada yang nggak bener ini, ujar Rio.
Nggak bener gimana maksud kamu?
Instruksinya, semua anggota yang cuti juga harus dipanggil bertugas. Selama ini, dalam kondisi segenting apapun, kalau ada anggota Vanquish yang cuti ya cuti aja, nggak pernah ada kayak gini. Ini pasti ulah Fuadi, dia sudah mulai mencium pergerakan kita rupanya, gumam Rio.
Terus, gimana kalau udah kayak gini? tanya Marto.
Info dari anggota yang lain mereka nggak dapat SMS dari komandan, berarti aku yang disuruh untuk ngumpulin anggota. Kalau gitu, aku harus balik dulu ke Jakarta bang, biar aku beresin dulu komandan Baskoro, jawab Rio.
Loh, diberesin gimana?
Kalau ini ada hubungannya sama Fuadi, pasti ada sesuatu dibalik instruksi ini. Mungkin ya, aku curiganya nih, ada sesuatu yang dijanjiin buat komandan Baskoro. Aku harus membongkar ini secepatnya, lalu balik lagi kesini, lanjut Rio.
Ah sialan, kenapa malah disaat seperti ini? Jadi aku cuma harus nunggu aja?
Terpaksa gitu bang, tapi aku bakal balik secepatnya. Di ransel ini, ada ponsel yang bisa abang pakai, tapi inget bang, jangan menghubungi orang lain dulu, karena akan semakin riskan kalau ada yang tahu abang masih hidup, ujar Rio.
Oke, segera kabari perkembangannya, biar aku mempersiapkan diri disini, jawab Marto.
Tak lama kemudian Rio berpamitan kepada Marto, Yani dan Zainal. Dia kembali meninggalkan uang yang cukup banyak kepada Yani. Rio juga tak lupa meninggalkan obat untuk Marto, dan kali ini membawakan Zainal buku-buku ilmu pengetahuan untuk anak seusianya. Setelah itu Rio bergegas pergi, setelah kembali mengingatkan Marto agar benar-benar jangan sampai menghubungi orang lain selain dirinya.
Selepas Rio pergi, Marto dan kedua orang lainnya kembali masuk ke dalam rumah, sibuk sendiri-sendiri. Zainal yang begitu senang dengan buku pemberian Rio langsung membuka dan membaca halaman demi halaman. Sedangkan Yani pergi ke belakang, entah apa yang sedang dia kerjakan. Marto sendiri kembali duduk termenung setelah melihat isi ransel yang diberikan oleh Rio tadi.
Ratusan peluru, sebagai tambahan amunisi tempurnya beberapa hari lagi. Dan juga sebuah ponsel. Bukan sebuah ponsel pintar yang bisa dipakai untuk membuka internet. Sebuah ponsel jadul yang hanya bisa telepon dan SMS saja. Sesekali muncul keinginannya untuk menghubungi Safitri, ingin mendengar suaranya. Dia sangat merindukan wanita itu. Rasanya dia benar-benar mencintai Safitri. Tapi dia tahu harus menahan diri dulu, untuk beberapa hari ini.
Marto sadar, Safitri pun pasti dalam bahaya. Dia paham sifat Ramon, jika sudah dikuasai dendam, semua yang dia miliki akan dia korbankan untuk sekedar memuaskan hasrat dendamnya itu. Jika saat ini Fuadi dan Baktiawan berniat menambah anggota mereka, hanya ada dua hal yang akan menjadi alat negosiasi mereka, narkoba dan wanita.
Narkoba sudah jelas, tinggal ambil stok di gudang. Tapi untuk wanita, dia takut semua wanita yang sudah menjadi aset mereka akan diberikan, termasuk Safitri. Jika Ramon masih menggunakan kebiasaan lama, maka dia masih bisa sedikit tenang, karena biasanya upah berupa wanita akan diberikan ketika pekerjaan sudah beres. Tapi jika Ramon sudah tak mengikuti kebiasaan itu, maka dia harus bisa memperingatkan Safitri.
Tapi kini Rio pun harus mendapatkan panggilan darurat, yang sedikit mencurigakan. Bisa jadi analisa Rio benar, bahwa semua ini hanyalah akal-akalan Fuadi saja. Tapi kenapa Fuadi bisa begitu saja mempengaruhi seorang petinggi kepolisian, pasti ada sesuatu yang dijanjikan. Lalu bagaimana dia harus memperingatkan Safitri? Dia tak bisa menghubunginya, tak mungkin juga tiba-tiba muncul di hadapannya.
Dia berharap urusan Rio bisa cepat selesai. Waktu sudah tinggal beberapa hari lagi, tak sampai sepekan, jika terlambat maka semua yang telah mereka rencanakan akan sia-sia, Fuadi dan Baktiawan akan sukses menjalankan pesta mereka. Keinginannya untuk membalas dendam kepada Bakti dan Ramon pun terancam gagal.
Di tengah lamunannya dia tersadar ternyata Zainal sudah berada di sampingnya, sepertinya ingin menanyakan sesuatu. Zainal tahu, jika Marto sedang terlihat melamun berarti dia sedang memikirkan sesuatu dan tak ingin diganggu, karena itulah sedari tadi dia hanya diam saja menunggu Marto selesai dengan lamunannya. Melihat Marto yang sudah tersenyum kepadanya, Zainal ikut tersenyum dan mulai menanyakan tentang buku yang dia baca tadi. Sementara itu Yani, ibu Zainal tampak tersenyum melihat tingkah anaknya dengan Marto. Tak terasa tetes air mata turun membasahi pipinya, entah kenapa Yani sendiri pun tak tahu.
***
Assalamualaikum.
Waalaikumsalam mas, Ara menyambut suaminya kemudian mencium tangan Budi.
Duh istriku ini makin cantik aja, kangen deh sayang, cup, ujar Budi sambil mencium kening Ara.
Dih baru dateng udah ngegombal aja sih mas, hehe, jawab Ara tersipu.
Lha emang cantik kok, dan kangen juga, hehe, jawab Budi.
Adek juga kangen sama mas. Mas capek ya, mau adek pijitin? tanya Ara.
Wah mau banget dek, semuanya ya dipijitin, hehe.
Huuu maunya, ya udah tapi mandi dulu ya, bau acem ih, ujar Ara.
Biarin bau acem, gini aja kamu nemplok terus, iya nggak sayang, jawab Budi sambil memeluk tubuh istrinya.
Mereka berdua segera masuk ke dalam rumah berangkulan. Budi baru saja pulang dari Jakarta. Kali ini dia naik taksi, tidak mau dijemput oleh istrinya, karena ingin sang istri istirahat di rumah saja. Budi kemudian pergi mandi dan mengganti pakaiannya, sedangkan Ara membereskan barang bawaan suaminya itu.
Setelah itu mereka pun duduk bercengkrama di ruang keluarga sembari menunggu pembantu menyiapkan makan malam. Budi pun menceritakan kegiatannya selama mengikuti kegiatan kantornya itu. Betapa membosankannya, karena sebenarnya memang itu bukan bagian Budi, harusnya orang lain yang berangkat tapi entah kenapa malah dia yang disuruh berangkat.
Oh iya dek, aku kemarin malam ketemu si Sakti lho, ujar Budi.
Oh ya? mas ngehubungi Mas Sakti ya? Terus kalian kemana aja mas? tanya Ara.
Nggak sih, dia yang nelepon duluan dek. Kami cuma ngopi aja dek, orang dia nyamperin mas udah malam kok, habis kita telponan kemarin itu lho, jawab Budi.
Oh, kirain mas yang telepon duluan. Hmm ngopi aja? Apa sambil rokokan juga? Hmm, tanya Ara sambil mencubit hidung suaminya.
Haha ampun dek, iya sambil rokokan juga, hehe, jawab Budi tanpa berusaha mengelak, namun dia tersadar sesuatu dari omongan istrinya, bagaimana Sakti bisa tahu kalau dia di Jakarta ya? Budi lalu memasang wajah cengengesan supaya Ara tak curiga kalau dia sedang memikirkan sesuatu.
Haha, dasar ya, mumpung lagi keluar dipuas-puasin gitu ngrokoknya, Ara tersenyum saja melihat suaminya cengengesan.
Hehe, kan mumpung dek. Terus, liburan kamu gimana sayang? tanya Budi.
Liburannya aneh mas, jawab Ara, tiba-tiba wajahnya cemberut.
Heh, aneh? Aneh gimana? tanya Budi.
Ya aneh mas, kan gini mas, kemarin tu kita berenam seharian main di pantai. Terus malemnya kan kumpul di penginapan buat makan malam. Nah habis makan malam itu, kita ngobrol-ngobrol gitu di ruang tengah. Terus habis itu adek nggak inget apa-apa lagi, nggak tahu ketiduran atau gimana. Tahu-tahu pas bangun udah di kamar mas tadi pagi, ujar Ara menjelaskan.
Di kamar? Kamar kita maksudnya dek? Kamar rumah ini?
Iya mas di kamar tidur kita sendiri di rumah ini.
Loh, kok gitu? Lha teman-teman kamu yang lain gimana? tanya Budi.
Ya sama mas, mereka juga gitu, adek nanya sama Lia dan Nadya, mereka juga bingung kok bisa udah ada di rumah masing-masing, padahal malamnya masih disana. Dan seingat adek ya mas, semalam kan barang-barang belum adek beresin, masak tadi pagi pas bangun udah rapi di travel bag, lanjut Ara.
Kok bisa gitu ya dek? Itu teman-teman kamu gitu juga? Barang-barangnya udah rapi juga gitu tanpa mereka rapiin?
Kalau Lia sih iya, kalau Nadya nggak tahu tadi belum bales lagi wasap adek, jawab Ara.
Lha Mas Ramon sama Mbak Beti? Gitu juga.
Nggak tahu mas, adek kan nggak punya kontak mereka. Mau nanya ke Nadya lha dia aja belum balesin wasap adek, jawab Ara.
Kok aneh ya dek?
Nah aneh kan, makanya adek bilang tadi liburannya aneh. Pokoknya nanti kalau liburan lagi adek maunya sama mas deh, kalau mas nggak ikut adek juga nggak ya mas?
Iya deh, lain kali mas usahain bisa ikut kalau ada liburan lagi. Oh iya, baru keinget, besok tahun baru si Sakti jadi kesini dek, kita bakar-bakar ikan atau jagung gitu aja ya di halaman, ujar Budi.
Oh, iya deh mas, nanti biar Ara siapin semuanya, jawab Ara.
Obrolan mereka terhenti saat si pembantu mengatakan makan malam sudah siap. Kedua insan yang sedang dilanda rindu ini pun segera menyantap makanan yang telah disiapkan. Masih sambil sesekali canda tawa ringan mengiringi makan malam mereka. Ara melihat wajah suaminya seperti menyembunyikan sesuatu. Begitu pun Budi, melihat wajah istrinya seperti menyembunyikan sesuatu.
Keduanya memang tidak menceritakan semua kepada pasangan masing-masing apa yang telah mereka alami kemarin malamnya. Namun sebenarnya, keduanya sudah sama-sama saling mengetahui, meskipun tidak utuh semuanya, namun paling tidak, sedikit rahasia pasangan masing-masing, mereka sudah saling tahu, tanpa saling memberi tahu.
***
Bersambung
Pembaca setia Kisah Malam, Terima Kasih sudah membaca cerita kita dan sabar menunggu updatenya setiap hari. Maafkan admin yang kadang telat Update (Admin juga manusia :D)
BTW yang mau jadi member VIP kisah malam dan dapat cerita full langsung sampai Tamat.
Info Lebih Lanjut Hubungin di Kontak
No WA Admin : +855 77 344 325 (Tambahkan ke kontak sesuai nomer [Pakai +855])
Terima Kasih 🙂