Kesempurnaan Cinta Part 11
Shocked
Kalau aku dulu pernah berada di situasi teraneh yang pernah aku alami dalam hidupku. Kini kebalikan dengan Arthur Darmawan. Sebulan setelah menikmati masa-masa pernikahan kami, Arthur dan aku duduk di sebuah meja di mana aku makan dengan lahap sedangkan dia duduk menatapku dengan pandangan yang seolah-olah tak percaya. Ia mungkin tak akan menduga aku akan sekejam itu, ia mungkin tak akan menduga aku akan tega melakukan hal itu. Tapi semuanya sudah sesuai dengan apa yang aku rencanakan. Dan itu membuat dia shock.
“Bagaimana pak? Penjelasanku tadi kurang jelas? Ataukah ada pertanyaan?” tanyaku sambil mengunyah steak tenderloin di mulutku yang rasanya sangat lembut.
“What the fuck are you doing to me? WHAT THE FUCK!?” teriaknya sambil menggebrak meja makan. Makananku sampai melompat.
Stop!
Kita rewind dulu kenapa dan bagaimana ini semua bisa terjadi. Bagaikan sebuah kaset yang dijalankan mundur, kita semua kembali kepada keberadaanku di mana setelah aku ditinggalkan Iskha dan terbengong di kamar apartemenku. Setiap orang mungkin juga bakal marah dan stress melihat keadaanku. Bagaimana tidak? Orang sepintar aku, seganteng aku, senarsis aku harus dikalahkan oleh orang tua yang hanya peduli dengan kekayaannya saja.
Yang aku lakukan adalah merancang semuanya dari nol. Aku ada tiga rencana besar yang harus aku lakukan agar ini semua berhasil. Pertama aku butuh uang. Iya, uang. Uang yang banyak. Bagaimana caranya? Aku membeli saham perusahaanku sendiri. Karena aku yakin perusahaanku nilai sahamnya akan naik dengan caraku sendiri yang mengembangkan tim RnD. Tim RnD dengan asuhan dan arahanku membuat produk-produk luar biasa yang tak pernah terpikirkan oleh semua orang sebelumnya. Bahkan berbagai aplikasi mobile kini telah banyak diunduh.
Yang aku lakukan cukup mudah untuk membeli saham perusahaanku sendiri. Aku menyewa beberapa jasa sekuritas untuk membeli saham perusahaanku. Yup, mereka mau melakukan hal ini denganku. Dengan pembagian keuntungannya 50:50. Lagipula tujuanku adalah agar aku membangkrutkan Darmawan Group. Agar ia tak satu-satunya orang yang berkuasa di perusahaanku. Inilah yang aku lakukan. Aku menyewa 10 orang yang bertugas untuk membeli saham perusahaan. Paling tidak bisa dibeli akan menguasai lebih dari 50%. Sehingga apabila nanti 10 orang ini merger jadi satu maka seluruhnya orang ini akan menjadi pemegang kekuasaan perusahaanku.
Berikutnya, aku memperbarui kontrak dengan perusahaan mobile Korea. Pak Arthur juga ada di sana. Di dalam kontrak disebutkan apabila salah satu pihak terlibat dalam tindak pidana maka kontrak proyek akan diserahkan kepada pemegang saham tertinggi di perusahaan ini. Namun apabila pemilik saham tertinggi terlibat tindak pidana maka perusahaan tersebut harus mengganti kerugian akibat penandatanganan proyek ini. Tahu sendiri perusahaan mobile Korea tidak mau ada kesepakatan mereka terlibat tindak pidana kejahatan. Mereka orangnya bersih, nggak tahu juga sih kalau itu cuma kedok dan topeng.
Berikutnya, darimana aku mendapatkan uang segitu banyak untuk membeli saham? Semua atas bantuan papaku. Ya, sepuluh orang yang aku kendalikan membeli saham perusahanku pun kini sudah mencapai 60% dari total saham yang ada di perusahaanku. Ini tidak pernah disadari oleh Arthur. Karena ia terlau sombong, karena ia merasa dirinya cerdik.
Suatu saat, aku mengajak Iskha menemui Yuyun, pacarnya Doni. Awalnya Iskha agak canggung karena tahu apa yang telah diperbuat ayahnya kepada Yuyun dan Doni. Tapi aku menenangkannya.
“Maaf ya Yun, atas perlakuanku selama ini. Aku nggak tahu kalau pengorbanan Doni begitu besar,” kata Iskha.
“Iya, Mas Arci udah cerita semuanya ke diriku. Aku bisa mengerti koq sekarang. Aku sangat kangen sama Doni sekarang ini,” kata Yuyun.
“Aku berjanji akan mengeluarkan Doni secepatnya,” kataku.
“Gimana cara kamu mengeluarkan dia?” tanya Iskha.
“Nggak tahu, pasti ada jalan,” jawabku.
“Satu-satunya yang bisa ngeluarin Doni itu cuma papa,” kata Iskha.
“Aku bilang ada, pasti ada,” kataku.
Perjumpaan Yuyun dan Iskha saat itu memang momen teraneh dalam hidup mereka. Iskha benar-benar merasa bersalah, sekalipun aku berulang kali mengatakan bahwa itu semua bukan kesalahannya jadi tak perlu merasa bersalah. Yuyun pun entah berapa kali mengatakan “Aku tak apa-apa Iskha, aku tak apa-apa”
Barangkali kebaikan hati Iskha-lah yang membuat dia disukai oleh banyak orang. Tidak mamaku, tidak juga papaku, juga Doni. Mereka setuju bahwa Iskha orang yang baik. Aku tak salah menikahi seorang wanita. Sejak menjadi istriku, Iskha benar-benar melakukan kewajibannya sebagai seorang istri. Ia sudah siap menjadi seorang ibu. Saking siapnya ia pun mencari-cari nama-nama anak di internet. Semua yang dia dapat sampai sekarang ini benar-benar anugrah yang tidak dapat ditukar oleh apapun.
Ada alasan besar kenapa aku menikahi Iskha. Pertama karena aku memang benar-benar mencintainya. Kalau aku tak mencintai dia maka aku tak akan melakukan ini. Kedua, karena aku ingin dekat dengan Arthur, menjelajahi rumahnya, menjelajahi seluruh tempat-tempat yang aku tidak bisa menjangkau sebelumnya. Ketiga, agar aku bisa mendekatinya tanpa dia ketahui. Aku pura-pura menjadi menantu yang baik, mengajaknya makan malam, memberinya hadiah. Dan ia tak mencurigai seluruh perbuatanku, sekalipun ia sangat waspada. Aku bisa melihat dari sorot matanya, sorot mata kecurigaan. Sorot mata yang masih berambisius untuk mencurigaiku. Aku bisa fahami itu, karena rahasia besar tentang kematian Vira aku yang tahu.
Baiklah mari kita urutkan dulu kejadiannya. Aku sudah mendapatkan saham perusahaanku sekitar 60%. Apabila aku gabungkan maka akulah yang memiliki perusahaan itu. Ya, tentu saja aku. Aku bisa masuk ke jajaran direksi yang mengarakan perusahaan. Aku bahkan bisa menurunkan nilai saham dan membeli seluruh saham yang ada begitu mudahnya. Ini sudah aku lakukan, tanpa sepengetahuan Arthur.
Ada hal yang terberat. Hal terberat yang aku lakukan setelah itu.
Sudah sebulan semenjak Iskha dan aku menikah. Aku tinggal di apartemenku bersama Iskha. Iskha sedang memasak di dapur, entah ia masak apa hari itu. Aku hanya menikmati kopi sambil membaca koran elektronik pagi itu di tabletku. Aku berkali-kali menengok ke pintu, aku menunggu kejutan yang tak akan disangka-sangka oleh Iskha. Akhirnya datanglah waktunya.
TOK! TOK! TOK!
Mendengar ketukan itu aku meletakkan cangkir kopi dan tabletku, kemudian aku berjalan menuju ke pintu. Ketika pintu aku buka aku sedikit kaget karena aku melihat tiga orang berseragam polisi ada di sana. Lebih tepatnya dua orang polwan satu orang polisi.
“Kediaman ibu Iskha Kusumaningrum?” tanya polisi itu.
“Iya, saya suaminya,” kataku.
“Maaf pak, kami memberikan surat penangkapan untuk ibu Iskha,” katanya.
Polisi itu menyerahkan sebuah surat yang bertuliskan Surat Penangkapan atas nama Iskha Kusmaningrum. Iskha yang saat itu selesai di dapur muncul dan menengok ke pintu.
“Ada apa ya mas?” tanya Iskha kepadaku.
“Ini…,” aku hanya bisa membuka pintu dan membiarkan polisi itu masuk.
“Ibu Iskha, anda ikut kami sekarang ke kantor polisi,” kata sang polisi.
“Ada apa ya pak?” tanya Iskha.
“Anda dituduh telah melakukan pembunuhan dan pemanipulasian barang bukti. Surat perintah penangkapan Anda udah dipegang oleh suami Anda. Sekarang Anda ikut kami!” katanya.
“Sebentar pak! Saya nggak mengerti,” kata Iskha.
“Anda dituduh telah membunuh saudari Anda Vira Yuniarsih Darmawan. Sebuah video CCTV menjadi saksi atas perbuatan yang telah Anda lakukan kepada saudari Anda. Anda sekarang iku kami!”
“Mas, mas, apa ini?” tanya Iskha.
“Iskha, Iskha…kamu tenanglah, kamu yakinlah kepadaku. Yakinlah!” kataku.
“Tapi mas, apa yan sebenarnya terjadi?” tanyanya.
“Kamu ikut saja mereka, aku akan menyusulmu nanti Oke?” kataku sambil membelai pipinya.
“Tapi, tapi…,” Iskah terbata-bata.
Dua orang polwan menangkap Iskha dan dia diborgol.
“Tenanglah, kamu harus percaya kepadaku. Kamu percaya kepadaku bukan?” tanyaku.
“Tapi Mas…”
Aku menatap tajam ke arahnya. Aku ingin mengisyaratkan kepadanya “Percayalah kepadaku!” Akhirnya Iskha menyerah dan hanya mengangguk. Ia lalu berkata, “Aku percaya kepadamu. Aku percaya”
Apa yang sebenarnya terjadi?
Ketika aku menikahi Iskha adalah salah satu alasan aku untuk mendapatkan video CCTV tentang pembunuhan Iskha. Aku bisa masuk ke rumah Arthur untuk mendapatkan rekaman itu. Aku tahu pasti rekaman itu dihapus olehnya, tapi aku punya software untuk bisa mengembalikan data yang dihapus. Aku membackup hard disk yang ada di ruang CCTV rumahnya dan mengganti dengan hard disk yang lain. Sedangkan Hard Disk yang berisi rekaman pembunuhan itu datanya aku recovery dan aku simpan ke dalam tempat lain. Tahu sendiri bukan ada software yang bisa mengembalikan data yang telah dihapus. Ya, aku bisa mengembalikan data yang sudah dihapus tersebut.
Rekaman itu aku simpan di sebuah flashdisk yang kemudian flashdisk tersebut akan aku gunakan nanti sesuai situasi dan kondisi.
Aku sungguh hampir tak bisa melakukan ini semua. Bahkan mama dan papa yang mengetahui rencana ini pun meragukanku bisa melakukannya. Menyerahkan Iskha ke pihak yang berwajib, melaporkan pembunuhan atas dirinya. Aku pasti sakit. Iya aku sakit. Sakit sekali hatiku. Tapi ini harus aku lakukan. Aku sangat mencintai Iskha. Arthur tak akan mengerti dan tak akan menyangka aku akan melaporkan Iskha kepada pihak yang berwajib. Aku menelpon Arthur hari itu setelah Iskha ditangkap.
“Halo?” sapaku.
“Ya, ada apa Arci?” tanyanya.
“Pak Arthur, Iskha ditangkap oleh polisi,” jawabku.
“Apa? Kenapa? Atas apa dia ditangkap?” tanyanya.
“Atas pembunuhan Vira,” jawabku.
“Kamu jangan main-main, kamu yang melaporkan?” tanyanya.
“Bukan saya. Saya tak tahu kalau ada rekaman tentang CCTV pembunuhan Vira, bukankah anda tak pernah cerita hal ini. Jadi saya sama sekali tak tahu,” kataku pura-pura.
“Brengsek! Siapa yang melakukannya?”
“Saya akan selidiki,” kataku.
“Iya, selidikilah. Proyekku dengan perusahaan Korea bisa hancur berantakan gara-gara ini,” kata Arthur.
“Pak Arthur, jadi benar Iskha yang membunuh Vira?”
“Iya, dia yang membunuhnya tapi itu nggak sengaja.”
“Tapi, kenapa Iskha tidak diserahkan ke pihak yang berwajib saja waktu itu? Toh nanti dia juga akan dibebaskan karena perbuatannya itu kan tidak disengaja menurut Anda.”
“Vira mabuk waktu itu, terjadi pergumulan, perebutan pisau hingga akhirnya Iskha menusuk adiknya sendiri. Ada buktinya dan bukti itu adalah CCTV yang aku taruh di rumahku. Arci, cari siapa yang menyerahkan CCTV itu ke polisi, aku akan buat perhitungan dengan dirinya!”
“Baik pak,” kataku. Aku kemudian menutup teleponnya. Sekaligus merekam semua pembicaraan tadi. Filenya aku simpan di ponselku.
Lalu selama enam bulan ini juga aku menyelidiki orang yang bernama Viki. Viki, seorang yang menggemari body piercing, tattonya banyak, dan suka madat. Mencarinya tak sesulit yang aku kira. Hanya searching fotonya di google aku langsung mengetahui facebooknya. Aku kemudian tahu kebiasaannya nongkrong di suatu tempat. Aku juga tahu rumahnya, aku catat semuanya, aku hafal semuanya.
Untuk mengirimkan ke polisi aku membutuhkan sesuatu. Ya, sesuatu. Sesuatu pion yang tak mengetahui keberadaanku. Sesuatu pion yang bisa bergerak karena sesuatu.
Suatu hari aku memakai identitas palsu diinternet langsung menyapa Viki. Aku berkata kepadanya, “Aku tahu Vira dibunuh oleh kakaknya, ambil filenya di tempat Data Recover, serahkan ke polisi aku akan memberimu uang”
Viki tentu saja tertarik. Dia pun mengambilnya ke Data Recover. Dia memasukkan flashdisk itu ke dalam amplop dan menyerahkannya ke polisi. Ia mendapatkan uang dengan mudah dengan cara seperti itu. Namaku bersih. Ia tak sadar apa yang dia lakukan. Di dalam amplop itu aku beberkan bahwa Doni Hermansyah tidak melakukan apapun. Juga bukti-bukti bahwa Arthur Darmawanlah melakukan itu semua.
Setelah Arthur menelpon itulah aku kemudian mulai memberikan cerita buatanku, di mana aku mengetahui bahwa Viki yang memberikan rekaman itu ke polisi. Arthur marah? Jelas. Ia sangat marah bahkan menghajar Viki. Kalian tahu bagaimana dia menghajar Viki? Viki jadi bulan-bulanan empat orang tukang pukul Arthur. Aku tahu bahwa Viki tak akan bicara dengan baik dalam kondisi madat setelah ia membeli narkoba dari uang yang aku berikan kepadanya. Ia hanya mengaku telah menyerahkan sebuah amplop ke polisi. Dia dihajar hingga mukanya bonyok. Aku hanya menonton itu semua sambil menahan ketawa. Aku tetap menunjukkan wajah kesedihan di depan Arthur.
Besoknya Doni tiba-tiba bebas. Ia sendiri tak percaya. Orang yang paling bahagia saat itu adalah Yuyun. Ketika tahu Doni dibebaskan dari segala tuduhan betapa senang dia. Doni kebingungan. Ketika keluar dari sel tahanan aku langsung menjenguk dia di rumahnya. Ia memelukku erat hari itu.
“Gua seneng banget bisa bebas. Tapi kenapa ya?” tanya Doni.
“Aku bilang apa, pasti ada cara untuk dirimu bisa bebas,” jawabku.
“Tapi Ci, ini aneh. Aku dibebaskan dari segala tuduhan, apa itu berarti??”
“Ya, Iskha ditangkap karena telah melakukan pembunuhan terhadap adiknya,” jawabku.
“Dia menyerahkan diri?”
“Tidak, ada seseorang yang membeberkan bahwa dia adalah pelakunya,” jawabku.
“Wah? Koq bisa Mas?” tanya Yuyun. “Siapa orang itu?”
“Orang itu adalah aku,” jawabku jujur.
“Hah??!” keduanya terkejut.
“Hei, sob. Lo gila?! Lo cinta ama dia kan? Kenapa lo lakuin itu?” tanyanya.
“Don, kali ini aku butuh bantuanmu, mungkin bantuan terakhir kita sebagai seorang sahabat,” kataku.
Mendengar itu Doni tentu saja bingung dan heran. Tapi inilah yang aku lakukan. Aku sudah siap atas semua resikonya. Doni pun mendengarkan rencanaku dengan seksama. Yuyun dan Doni mendengarkannya dengan mata berkaca-kaca. Setelah aku jelaskan semuanya Donilah yang marah sekarang sambil menggebrak meja.
BRAK! Doni menggebrak meja.
“Lo brengsek! Kenapa lo mau lakuin itu? Itu konyol!” kata Doni. “Mending gua di penjara saja Ci daripada kehilangan lo. Lo sahabat gue!”
“Dengarlah, papa dan mama udah tahu semuanya, tinggal kalian. Dan aku ingin kalian membantuku, kalau kalian memang masih menganggap aku sahabat,” kataku.
“Brengsek lo Ci, daripada begini gua balik aja ke tahanan,” kata Doni. Aku tahu ia tak suka rencanaku. Tapi inilah yang akan aku lakukan.
“Maafkan aku sob,” aku memeluknya. Aku sempat menangis dalam pelukan Doni. “Semua akan baik-baik saja sob. Lo bisa hidup bahagia sama Yuyun, kalian bisa punya banyak anak. Yun, jaga Doni yah. Dia sohibku. Jangan kecewakan dia!”
“Iya, Ci, iya,” kata Yuyun sambil nangis.
Besoknya Arthur kebingungan ketika tiba-tiba pihak perusahaan Mobile Korea membatalkan kontrak. Dan ia lebih bingung lagi ketika Darmawan Group menjadi pihak yang menanggung kerugian ini bukan perusahaanku. Ia tak tahu bahwa aku adalah pemegang saham tertinggi dari perusahaan tempat aku bekerja. Setelah aku memerger semua kepemilikan saham. Aku pun mendapatkan quota 60% dari kepemilikan saham. Siapa yang memiliki perusahaan ini? Ya, aku.
Dan aku pun kemudian memperbaharui kontrak dan menyebutkan bahwa yang bertanggung jawab sepenuhnya dialihkan ke Darmawan Group. Karena satu-satunya yang bisa memperbaharui kontrak adalah orang yang memiliki perusahaan, paling tidak yang mempunyai saham tertingi di perusahaan tempatku bekerja. Karena power itulah aku bisa memiliki deal baru dengan perusahaan mobile dari Korea itu. Revisi kontrak pun dimulai tanpa sepengetahuan Darmawan Group, karena perusahaanku menarik diri.
Akhirnya proyek yang harusnya jadi dikerjakan oleh perusahaan kami pun tidak jadi. Dan Darmawan Group harus menanggung kerugian sebesar 200juta dollar. Maksud hati Arthur ingin mengambil uang dari keuntungan saham yang ada di perusahaan kami istilahnya ingin mengambil uang perusahaan kami dulu untuk menutupi uang 200juta dollar itu, tapi sayangnya kontrak kami dengan Darmawan Group diputus. Arthur pun kaget. Itu artinya satu-satunya harta yang punya adalah aset Darmawan group dan sisa saham yang ada di perusahaanku. Artinya itu tak akan bisa menanggung kerugian 200juta dollar. Dia benar-benar bangkrut sekarang.
Saat ia kebingungan dengan semua yang terjadi aku memesan sebuah meja dan membooking restoran tempat dulu dia menghinaku. Ya, tempat di mana dia makan enak dengan steak tenderloin. Aku saat itu makan dengan lahap. Memang makanannya sangat enak. Arthur pun aku telepon untuk datang ke restoran itu.
Dengan tampang bodohnya dia pun masuk ke restoran yang sepi, menyisakan aku yang makan dengan lahap di tengah ruangan.
“Duduklah, mertuaku,” kataku. “Sudah makan? Pesanlah apa saja”
“Apa yang kamu lakukan di sini? Apa ini?” tanyanya.
“Singkatnya begini. Sayalah orang yang telah membeli seluruh saham yang ada di perusahaan. Saya juga yang merevisi kontrak dengan orang-orang Korea, saya juga yang memberikan beban itu kepada Darmawan Group. Dan saya juga sebenarnya orang yang telah melaporkan Iskha ke pihak yang berwajib. Saya pun telah mempunyai bukti-bukti di mana Anda menghajar Viki, juga rekaman percakapan kita bahwa Anda yang memanipulasi agar terlihat Doni Hermansyah bersalah dan menjadi tersangka pembunuhan yang tidak dia lakukan. Semuanya sudah aku kirimkan dan sedang meluncur ke pihak yang berwajib.
“Jadi inti dari permasalahan ini adalah, sayalah orang yang bertanggung jawab atas ini semua. Anda bangkrut. Anda jadi tersangka. Dan tentunya ini saya kembalikan uang yang dulu pernah Anda berikan ke saya. Anda bisa hidup dengan uang itu setelah ini!” aku menyodorkan cek bertuliskan 30 juta rupiah kepadanya.
Bibir Arthur gemetar. Ia tak menyangka aku melakukan semua ini.
“Bagaimana pak? Penjelasanku tadi kurang jelas? Ataukah ada pertanyaan?” tanyaku sambil mengunyah steak tenderloin di mulutku yang rasanya sangat lembut.
“What the fuck are you doing to me? WHAT THE FUCK!?” teriaknya sambil menggebrak meja makan. Makananku sampai melompat.
“Aku sudah menjelaskan kepada Anda semuanya, kurang jelas?” tanyaku. Kembali aku menikmati steak yang ada di mejaku sampai habis sementara Arthur kalut. Ia seperti orang bodoh di sana. Tak tahu harus berbuat apa, bahkan bicara pun ia tak bisa.
Aku telah selesai makan, kuminum air putih yang ada di meja sebagai penutupnya. Kubersihkan mulutku dengan serbet. Setelah itu aku berdiri. Aku tepuk pundaknya, “Silakan nikmati makanannya, tagihannya ke aku. Aku ada urusan mendesak. Anda tahu bukan bagaimana sekarang rasanya kalah? Sampai jumpa di lain kesempatan. Atau mungkin kita tak akan bertemu lagi.”
Arthur sekarang duduk seperti orang bodoh. Terlebih ketika makanan-makanan mewah yang dulu pernah aku pesan sekarang berada di meja di depannya. Pikirannya pasti kalut, ia bingung, mau marah ia tak tahu harus marah kepada siapa. Semuanya karena ia lengah. Lengah karena ia mengira aku tak akan melaporkan Iskha ke pihak yang berwajib. Ia terlalu meremehkan cinta yang aku punya ke Iskha. Ia tak tahu kalau aku sangat mencintai Iskha.
Dan sekarang satu hal yang akan aku lakukan. Menyelamatkan Iskha.
Bersambung