Guru Kami Part 14

MISS TANIA

SISCA
WILLIAM
Aku dan Sisca saling menatap beberapa lama. Lalu muncul Sandi di belakang Sisca. Sandi terlihat seperti canggung melihatku. Biasa aja, bangsat. Aku sudah lihat semuanya tadi. Hatiku masih tetap galau, apalagi Sisca terlihat menempel dengan tubuh Sandi. Bajingan.
“Ayo, kita kumpul bersama teman-teman yang lain,” ujarku tanpa melihat ke arah mereka, sambil aku menyimpan pisau dan pistolku di tempatnya. Aku melangkah duluan, membiarkan Sisca dan Sandi dibelakangku. Aku tidak ingin melihat mereka bermesraan. Aku sibuk mengendapkan rasa amarah dan cemburuku. Setelah beberapa langkah, aku mendengar suara orang dipukul, lalu Sisca berteriak.
7 makhluk berpakaian hitam ada di dekat Sisca dan Sandi. Sialan, karena emosiku, aku jadi lengah. Salah satu dari makhluk itu menggendong Sandi dibahunya. Tampaknya Sandi dipukul pingsan. Mereka pun hendak mengambil Sisca. Aku langsung mengeluarkan pistol dan pisauku. Aku tidak berani menembak karena takut kena Sandi atau Sisca.
“Jangan ganggu mereka, bajingan. Aku lawan kalian yang sepadan, dasar pengecut!” aku pelan-pelan melangkahkan kakiku mendekat ke mereka. Poseku siaga seperti biasa, pisau di tangan kiriku kusilangkan di depan, untuk menopang pistol di tangan kananku.
Mereka sepertinya hendak membawa kabur Sandi dan Sisca. Aku maki mereka lagi biar mereka panas.
“Gerombolan pengecut, beraninya melawan yang lemah!” teriakku. Mata mereka tampak marah. Lalu salah satu dari mereka, memberi kode pada yang menggendong Sandi untuk membawa Sandi pergi. Langsung dia berlari pergi sambil menggendong Sandi. Sementara kini fokusku Sisca, dia harus selamat. Walaupun dia memilih Sandi, tetap saja aku tidak bisa membiarkan Sisca kenapa-kenapa. Dasar bodoh kau, William. Ketika satu mahluk hendak menarik pinggang Sisca. Aku harus berani mengambil resiko sebelum Sisca pun dibawa pergi. Aku berlari maju sambil berteriak, mengacaukan konsentrasi mereka.
Mereka tampak kaget. Lalu aku menembak target yang aman, karena aku takut peluruku mengenai Sisca. Kutembak kaki mereka sebanyak mungkin. Dua yang didepan terkena peluruku di kedua kakinya. Lumayan dua makhluk tidak bisa kemana-mana untuk sementara. Yang tadi hendak menarik Sisca, membatalkan niatnya dan menghunus pedangnya. Tiga makhluk yang tidak terkena peluruku pun menghunus pedang mereka. Salah satu dari tiga itu, meloncat ke tembok di sebelah kiriku, mengalihkan perhatianku, lalu satu lagi menggulingkan tubuhnya ke arah kananku. Lalu yang satu lagi berlari ke arahku sambil memegang pedangnya dengan kedua tangannya di samping kepala kanannya. Yang satu, yang tadi hendak mengambil Sisca, diam di dekat Sisca dengan pedang terhunus.
Aku harus mengambil keputusan cepat. Melawan tiga orang yang kini hendak menyerangku, dengan resiko Sisca dibawa pergi oleh makhluk itu atau aku tembak dulu makhluk yang di belakang itu, dengan resiko aku bisa saja terluka oleh serangan mereka bertiga. Aku melihat wajah Sisca yang seperti terpana menatapku.
Ketika aku hendak menembak makhluk yang di dekat Sisca. Bedebah, terhalang oleh makhluk yang menyerangku dari tengah. Kutembak kepala yang menyerangku di tengah. Lalu secepat kilat aku menembak tepat kepala makhluk yang di dekat Sisca. Resikonya kedua makhluk yang menyerang dari kiri kananku semakin dekat. Lalu pisau di tangan kiriku menangkis pedang mahkluk yang menyerang dari kiriku, aku menembakkan pistolku ke arah makhluk yang sebelah kanan, sambil melirik Sisca, memastikan dia masih selamat. Ketika aku merasakan lengan kananku panas, ternyata tembakanku tadi meleset. Aku cepat-cepat memiringkan tubuhku, sehingga pedang makhluk yang lolos dari tembakanku, hanya menyayat sedikit lenganku namun lengan jaketku sobek. Menyebabkan pistolku terjatuh karena tanganku tiba-tiba nyeri. Kesempatan ini dipakai oleh makhluk di sebelah kiriku, mengangkat lutut kirinya menghantam wajah sebelah kiriku. Refleks aku segera menangkis dengan sikuku yang melindungi samping kepalaku. Namun tetap membuat aku terdorong mundur ke kanan. Sialan.
Lalu aku melihat makhluk yang tadi menyayat lenganku, ingin mengambil pistolku di lantai, aku segera melemparkan pisauku ke arah kepalanya dengan tangan kiri, dan menancap tepat di belakang telinga kirinya. Lalu dia pun terkapar. Aku tidak punya senjata sekarang. Ketika pedang makhluk yang masih tersisa satu ini, melayang dekat perutku. Aku hanya bisa mundur menghindari serangannya. Lalu aku mencabut salah satu magazine di pinggangku. Ketika dia hendak menyerangku lagi. Kulempar magazineku ke arah matanya. Ketika magazineku menghantam matanya, kupukul telapak tangannya yang memegang pedang, lalu kurebut pedangnya dan kutusukkan ke mata satunya yang tidak terluka, menembus belakang kepalanya.
Aku menunduk mengambil magazineku, lalu aku mengambil pistolku, mengganti magazine yang kosong dengan magazine yang tadi kupungut. Aku menembak dua makhluk yang tadi kedua kakinya terluka di kepala mereka. Lalu aku menembak lagi kepala makhluk yang tadi kulempar pisau, memastikan dia memang tewas, lalu aku mencabut pisau dari kepalanya. Sambil melangkah ke arah Sisca, aku menyimpan pisau dan pistolku di tempatnya.
Sisca menatap terpana padaku. Aku mendekatinya, lalu aku memegang lengan kirinya. Aku merasakan lengket, ketika memegang lengan kirinya. Ternyata darahku sudah menetes sampai ke telapak tanganku.
“Kamu berdarah, Will. Kuobati dulu?” ucapnya khawatir.
“Ga usah Sis. Uda biasa,” aku melihat Sisca agak menggigil. Ternyata hujan deras di luar, aku baru menyadarinya. Aku mengambil kunci lift dari kantong jaketku, lalu kusimpan di kantong celana. Kemudian aku membuka jaketku, kupakaikan ke Sisca.
Aku membuka pintu apartemen di dekat Sisca. Kosong. Aku menarik tangan Sisca.
“Kamu sembunyi disini ya. Jangan di apartemenmu. Mereka sudah tau apartemen kamu,” lanjutku. Menyembunyikan di sebelah apartemen Sisca keputusan yang tepat karena mereka tidak akan menyangka musuh sembunyi di tempat yang dekat.
“Biar aku yang cari Sandi,” ucapku kemudian, sambil menahan pedih hatiku.
Aku tidak mau dia kusatukan dengan Thomas dan Fatty, apalagi Angga dan Anna ada disitu, mudah-mudahan mereka semua tidak kenapa-kenapa. Semakin banyak yang kulindungi, semakin membuat aku susah. Tadi aja karena khawatir keselamatan Sisca, membuat aku lengah. Tapi jelas aku paling khawatir dengan keselamatan Sisca, wanita yang kucintai. Kembali aku merasakan hatiku pedih, lebih pedih dari lukaku.
SISCA
“Aku ikut,” ucapku sambil menatap lengannya yang berdarah.
“Jangan, biar aku aja. Aku harus memastikan kamu aman, kalo pergi denganku, aku akan sulit melindungi kamu,” jawabnya.
Begitu perhatiannya William pada keselamatanku. Aku bisa melihat ketika tadi dia bertarung, dia sering melirikku, memastikan keselamatanku. Sehingga membuat dia lengah dan terluka.
Wajahnya terlihat garang saat ini. Aku terharu, Will. Tapi maaf, aku sudah jatuh hati dengan pangeranku. Aku sulit untuk ke lain hati. Aku janji akan membalas kebaikanmu suatu saat nanti.
“Aku pergi dulu ya, Sis. Kamu hati-hati disini,” William menatapku.
Tiba-tiba aku ingin menciumnya. Aku memegang belakang kepalanya dan kucium bibirnya lembut. Sebagai tanda terima kasihku karena perhatiannya.
William menatapku sebelum dia pergi meninggalkanku.
FATTY
Thomas mengajakku bersembunyi di kamar mandi begitu William dan Sandi meninggalkan kami. Aku masih bisa merasakan lututku bergetar ketika aku duduk di lantai kamar mandi. Aku juga bisa melihat wajah Thomas yang terlihat ngeri. Bayangan apa itu tadi. Aku jadi menyesal ikut Sandi ke apartemen Miss Tania. Tau begitu aku dirumah aja, coli membayangi Miss Tania sudah cukup, sambil ngunyah coklat. Coklat. Aku merogoh kantongku. Haah, untung masih ada satu silver queen. Aku menawarkan pada Thomas. Dia menolaknya. Jantungku sedikit tenang setelah aku mengunyah coklat favoritku.
Waktu menunggu terasa lama. Belum ada tanda-tanda dari William dan Sandi. Coklatku sudah habis. Thomas masih meringkuk dengan merangkul kedua kaki di depan dadanya. Lalu kami berdua kaget ketika mendengar suara pintu tempat kami bersembunyi seperti dibuka. Lalu ada orang masuk. Aku mendekat ke Thomas dan Thomas pun mendekat kepadaku. Kami saling merangkul. Bangsat, terpaksa kami saling merangkul begini karena ketakutan. Teringat ketika tadi kami saling memegang penis masing-masing. Lalu sebuah kepala muncul di depan kamar mandi. Hampir kami berteriak, ternyata itu Angga.
“Ngagetin lu, Nga,” ucapku dengan suara serak karena habis ketakutan.
“Untung kalian masih selamat,” ucapnya. Sambil berlutut memeluk kami berdua. Wajahnya terlihat sangat lega. Perhatianku teralih ketika melihat satu sosok lagi masuk ke kamar mandi. Perempuan cantik, seperti pernah kulihat. Oh dia PSK di lobi tadi. Kenapa bisa bersama Angga ya?
Kemudian Angga menceritakan semuanya. Aku dan Thomas terkejut dan shock. Berarti kami tadi dicium oleh vampir. Meskipun cantik dan seksi tetap aja vampir. Aku langsung mengusap-usap bibir dan ludahku oleh tangan, seakan-akan membersihkan sisa-sisa vampir di mulutku. Begitu juga dengan Thomas. Lalu Angga terlihat sedih ketika menceritakan bahwa Toni dan Blacky sudah meninggal. Aku memang tidak begitu dekat dengan Toni dan Blacky, tapi aku merasa ikut sedih juga. Aku semakin menyesal ikut Sandi tadi.
“Kalian bawa hp ga?” tanya Angga. Hpku ketinggalan di tas di apartemen Miss Tania. Thomas menggelengkan kepala.
“Berarti gua harus ambil hp gua, ketinggalan di apartemen Miss Tania. Aku ingat tadi nyimpennya deket rak bunga di ruang tamu Miss Tania,” ucap Angga. “Kita harus menghubungi polisi. Biar ada yang bantu William.”
Aku ga nyangka ternyata William seorang jagoan. Ga ada tampang sih sebenarnya, badannya termasuk kecil.
“Gua ikut, Nga,” setelah mendengar cerita Angga, aku ga mau ditinggal berdua dengan Thomas. Mending pergi rame-rame.
“Gua juga ikut,” ujar Thomas.
Aku melihat Anna ikut mengangguk.
Angga seperti berpikir. Akhirnya dia pun mengangguk.
ANGGA
Kupikir kalo pergi rame-rame memang lebih aman, lebih banyak tenaga dan mereka pasti bingung mau milih mangsa yang mana. Mudah-mudahan mereka mengincar Fatty, aku nyengir dalam hati. Bisa-bisanya aku berpikiran jahat di saat seperti ini. Becanda ya, Fatty. Tadinya aku berencana untuk turun lewat tali di lantai ini, tapi setelah kejadian aku disergap oleh salah satu dari mereka. Berarti William benar, lantai bawah sudah dijaga oleh mereka. Lebih baik aku mengambil hpku. Menelpon polisi. Aku tidak peduli apabila nanti akan diinvestigasi oleh polisi. Yang penting selamat dulu.
Lalu aku memimpin mereka bertiga, pelan-pelan membuka pintu tempat kami bersembunyi. Setelah memastikan keadaan aman, kami segera berjalan berjinjit tapi dengan cepat. Apartemen Miss Tania kan masih sama di lantai 7. Mudah-mudahan ruangannya kosong.
Kami beruntung sekali, apartemen Miss Tania kosong. Kami berempat masuk. Fatty dan Thomas langsung duduk berdampingan di sofa. Wajah mereka terlihat tegang. Mungkin shock mendengar ceritaku dan hilang kebanggaan mereka karena ternyata mereka dicium oleh vampir atau tadi jantung mereka memompa keras, takut ketauan ketika kami berjalan mengendap-endap di lorong. Tapi sesaat kemudian Fatty terlihat senang, mengambil tasnya di lantai. Dan mengeluarkan coklat kesukaannya dari dalam tas. Dasar.
Ketika aku hendak membuka keylock hpku, Sandi tiba-tiba muncul di apartemen Miss Tania.
“San,” teriak Fatty dan Thomas lirih. Thomas langsung berdiri ingin memeluk Sandi. Tapi pandangan Sandi terpaku pada Anna yang berdiri di belakang sofa yang diduduki Fatty dan Thomas. Didorongnya Thomas sehingga terguling jatuh ke samping sebelum sempat memeluk Sandi. Kulihat Sandi berjalan cepat menghampiri Anna.
“San,” panggilku. Panggilanku tak dihiraukan oleh Sandi.
Lalu tiba-tiba Sandi memeluk Anna dan melumat bibirnya. Kulihat Anna tidak bisa menghindar dari pelukan kuat Sandi, dan ketika bibirnya dicium Sandi. Anna seperti mengerang kenikmatan.
Aku melihat gelagat yang tidak mengenakkan, langsung menghampiri Sandi. Anna sekali lagi mengerang kenikmatan ketika Sandi melumat dalam-dalam bibirnya.
Aku memegang pundak Sandi, berusaha menariknya dari tubuh Anna. Dengan tangan kirinya, Sandi mendorongku. Entah aku yang lemah atau Sandi yang tiba-tiba kuat, aku terlempar ke meja ruang tamu, menyebabkan meja terguling dan aku terjatuh ke lantai.
Sekali lagi, aku mendengar rintihan keenakan dari Anna, seperti saat aku dicium oleh Miss Tania.
Bersambung
Pembaca setia Kisah Malam, Terima Kasih sudah membaca cerita kita dan sabar menunggu updatenya setiap hari. Maafkan admin yang kadang telat Update (Admin juga manusia :D)
BTW yang mau jadi member VIP kisah malam dan dapat cerita full langsung sampai Tamat.
Info Lebih Lanjut Hubungin di Kontak
No WA Admin : +855 77 344 325 (Tambahkan ke kontak sesuai nomer [Pakai +855])
Terima Kasih 🙂