Guru Kami Part 10

MISS TANIA

SISCA
WILLIAM
Begitu melihat mereka, aku otomatis berdiri di depan Sisca untuk melindunginya. Sandi yang tadi melihat bayangan hitam yang menangkap Angga. Langsung emosi.
“Kalian bawa Angga kemana, bangsat?!” Lalu tangan kanan Sandi langsung diarahkan ke wajah satu orang yang posisinya paling dekat dengan Sandi. Pukulan Sandi luput karena orang itu mundur selangkah. Lalu malah dengan gerakan cepat, dia mengarahkan pukulannya ke perut Sandi. Sandi langsung mengerang kesakitan dan tubuhnya sampai terbungkuk-bungkuk dan terbatuk-batuk.
Sisca dibelakangku berteriak. Lalu orang itu diam, tidak melanjutkan pukulannya.
“San, jangan gegabah,” ucapku. Aku tidak berani maju karena takut terjadi apa-apa dengan Sisca.
“Kalian mau apa?” tanyaku sambil menarik tangan Sandi agar mundur. Sandi memegangi perutnya.
“Kalian ikut kami,” perintah yang berdirinya di belakang orang yang tadi memukul Sandi.
Mungkin mereka akan membawa kami ke tempat Angga, Toni dan Blacky disekap. Lebih baik aku mengikuti mereka. Selama ada aku, Sisca dan Sandi bisa aku jaga.
“Baiklah,” jawabku. Sandi menatapku. Aku menatapnya balik.
“Trust me, bro,” jawabku meyakinkannya. Lebih baik begini, paling tidak Fatty dan Thomas sementara ini aman.
Aku menggandeng tangan Sisca. Aku menatapnya. Matanya sedikit berkaca-kaca.
“Tenang aja, Sis. Aku akan menjagamu,” ucapku padanya sambil menggenggam tangannya erat-erat.
SANDI
Perutku masih sakit akibat pukulan si brengsek itu. Tenaganya kuat banget. Ingin aku balas memukulnya. Mungkin nanti-nanti. Sekarang ini aku harus percaya dengan Wiliam, sejauh ini terlihat dia ingin menyelamatkan kami semua bukannya mencelakakan kami. Mungkin tujuan dia sengaja ikut dengan rela karena khawatir dengan Sisca. Atau mungkin Wiliam menyangka, bahwa kami pun akan dibawa ke tempat Toni, Blacky, Angga dan Miss Tania disekap. Pasti karena dua alasan itu.
Dua orang berdiri di depan kami dan dua orang di belakang kami. Menjaga agar kami tidak kabur. Tapi mereka bukan membawa kami ke arah tangga. Melainkan ke arah lift. Salah seorang dari mereka, tampaknya tadi yang bicara agar kami ikut mereka, mengeluarkan sebuah kunci dari kantong celana kanannya. Memasukkan kunci ke lubang kunci di bawah tombol up dan down. Lalu lift menyala. Mereka di depan masuk. Lalu aku, Willliam dan Sisca masuk disusul oleh dua orang di belakang kami. Posisi mereka yang dibelakang, sekarang jadi di depan kami. Jantungku berdetak cepat.
Aku melihat yang di depanku, memencet angka 10. Ke atas?
Ketika kami sudah sampai di lantai atas. Mereka membawa kami ke kanan lift. Pintu disini lebih sedikit. Mungkin ini apartemen ukuran penthouse. Terlihat sepi tentu saja. Lalu kami berhenti di depan pintu sebelah kanan. Yang paling depan membuka pintu. Kami bertiga disuruh masuk.
Tempat apaan ini? Ruangannya lebih luas dari apartemen Miss Tania, seperti dua atau tiga penthouse digabung jadi satu. Bernuansa kastil kerajaan. Dindingnya terbuat dari batu-batu tua. Besar-besar. Aku melihat banyak orang disitu. What?!!
Ini seperti sex orgy. Aku melihat beberapa pasangan seperti sedang melakukan sex. Semuanya bugil. Tidak semua, ada kira-kira 4 atau 5 orang yang berpakaian hitam-hitam, seperti yang membawa kami kesini.
Sisca dibawa oleh dua orang dari mereka ke depan. Dimana ada seseorang yang berpakaian hitam, sedang memperhatikan kami. Tampaknya dia pimpinan disini. Aku lalu liat di sebelah kanan, ada 3 pria yang diikat dengan tangan mereka terentang di sebuah tiang kayu, posisi mereka duduk di lantai. Semuanya telanjang bulat. Tunggu, itu Toni, Angga dan Blacky. Bangsat, bener mereka yang menyekap teman-temanku. Emosiku terbakar. Ingin aku menghantam dua orang berbaju hitam yang tadi mengawal kami yang sekarang berdiri di belakang kami. Tapi kurasakan tangan William memegang pergelangan tanganku. Aku menatapnya. Dia menggelengkan kepalanya.
Lalu dua orang di belakang kami menarik tanganku dan Sandi lalu kami pun diikat, berbeda dengan Toni Angga dan Blacky. Kedua tangan kami diikat ke atas dengan tali yang menempel di langit-langit. Dan kami diikat di dekat pintu berdaun ganda, darimana kami masuk tadi. Ada dua orang berbaju hitam yang menjaga di sana. Hampir aku melawan, ketika sekali lagi kulihat William menggelengkan kepalanya dan mulutnya seperti mengatakan sabar. Aku nurut saja. Kayaknya William ada rencana, tapi aku ragu sebenarnya, apa yang bisa dia lakukan untuk mengatasi masalah ini. Kira-kira ada 8 orang berbaju hitam disini. Well, aku juga mungkin tidak bisa berbuat banyak kalo aku sendirian. Aku tunggu aba-aba dari William aja kalo memang mau melawan mereka.
Kini aku bisa memperhatikan lebih detil. Kulihat dua wanita sedang telanjang bulat sedang menduduki selangkangan Blacky, dan Toni yang diikat di sebelah Angga. Kulihat Blacky dan Toni seperti sudah lemas tapi ekspresi mereka seperti sedang kenikmatan. Dua wanita yang menduduki Toni dan Blacky menggoyangkan pinggul mereka seperti sedang menikmati penis kedua temanku. Kudengar erangan kenikmatan Toni dan Blacky. Ini apaan sih, semacam ritual dari sekte tertentu? Kulihat Angga tidak diapa-apakan oleh mereka. Angga hanya menatap Toni disampingnya. Dia tidak menyadari kami juga berada di ruangan yang sama.
Lalu aku melihat di sebelah kiri, ada tiga wanita yang sedang bersenggama dengan tiga orang pria, wajah mereka terlihat menikmati persetubuhan itu. Ruangan ini penuh dengan rintihan dan desahan. Pasti ruangan ini kedap suara. Baru kali ini aku melihat secara langsung sex orgy. Gila. Mungkin dalam situasi normal, aku akan ikut terlibat, tapi kini masalahnya berbeda. Tunggu, aku seperti mengenal satu dari tiga wanita itu. Ya aku mengenalnya, dia PSK yang tadi di lobi.
Lalu aku menatap ke kiri, William seperti sedang merencanakan sesuatu. Lalu aku melihat dua orang yang sedang berjaga di pintu keluar. Mereka tampak seperti manusia biasa, bagaimana bisa salah seorang dari mereka tadi menyergap, meloncat dari lantai dua, lalu menggendong Angga dan mendarat di lantai satu, dengan tidak cidera. Itu bukan kemampuan manusia biasa. Atau mereka punya suatu ilmu.
Wait, aku kok tidak melihat Miss Tania ya. Sekali lagi aku memperhatikan sekeliling, tidak ada sosok Miss Tania. Kini aku baru memperhatikan di tengah ruangan di depan ada seperti panggung dari batu. Sebuah kursi batu besar di tengahnya dengan sandarannya. Dengan latar belakang kain-kain yang terentang sampai ke lantai. Seperti sebuah altar kerajaan jaman dulu. Lengkap dengan lilin-lilin yang dipasang di depan panggung sebelah kiri dan kanan. Ini tempat apaan sih. Semacam tempat pemujaan?
ANGGA
Bangsat!! Aku melihat Toni ngentot dengan wanita muda cantik bugil di atas pahanya. Kulihat tenaga Toni seperti sudah terkuras tapi wajahnya sedang mengerang kenikmatan. Tapi dari pandangan matanya, aku tau dia sudah sangat kelelahan. Entah sudah berapa kali kulihat Toni seperti mengejang karena orgasme, tapi wanita yang duduk di pahanya tetap tidak berhenti menggoyangkan pinggulnya.
Toni menatapku lagi.
“gua uda ga kuat,bro,” tatapan matanya mengatakan begitu.
“Sabar bro, kita pasti selamat,” ucapku dengan tatapanku.
“Tenaga gua uda abis, sperma gua seperti terkuras. Energi di tubuh gua seperti terserap abis. Gua duluan ya,” Tatapan mata Toni terlihat meredup.
“Ton, jangan mati sekarang, bangsat!” Aku berteriak disampingnya. Lalu aku melihat kepala Toni terkulai lemas. Tubuhnya agak merosot ke bawah.
“Toni!” teriakku.
“Woi, stop pelacur! Lu uda bikin temen gua mati, bangsat,” teriakku. Aku berusaha melepaskan ikatanku, tidak berhasil. Aku hanya bisa teriak sambil meneteskan air mataku.
Tampaknya wanita itu uda sadar kalo Toni mati. Kini dia menatapku. Dia berdiri. Penis Toni terlepas dari vaginanya. Dengan pandangan binal, dia menduduki kedua kakiku di atas tulang keringku. Aku tidak bisa berontak, badannya terasa berat. Hanya bisa menggerakkan kedua kakiku bergeser sedikit ke kanan dan kekiri dan tampaknya hal itu malah membuat vaginanya seperti di gesek oleh kedua tulang keringku. Dia merintih keenakan. Tidak sudi aku memberikan kenikmatan padanya. Setelah aku berhenti lalu dia mengocok penisku dan memasukkan penisku ke dalam mulutnya.
“Aaah…,” aku bukannya berteriak memaki malah mengerang. Terasa nikmat seperti tersengat listrik ketika lidahnya menyedot penisku. Seperti Miss Tania. Dia terus menyedot penisku dan tidak lama spermaku keluar dan langsung disedotnya habis.
“Lonte, lepasin gua!” teriakku. Wanita itu tidak menghiraukanku. Dia hanya menjilati spermaku yang keluar dari mulutnya. Ditelannya dengan mimik menikmati. Lalu dia langsung menduduki penisku yang entah kenapa masih berdiri tegak. Ditekannya penisku hingga masuk ke dalam vaginanya.
Aku ingin berteriak tapi sekali lagi penisku seperti disedot oleh otot-otot vaginaya.
“aaaaaahh…,” aku malah mengerang kenikmatan.
WILLIAM
Sialan, aku terlambat menyelamatkan Toni. Aku mendengar teriakan Angga. Aku melihat Sandi menggeramkan wajahnya. Tapi aku tidak boleh bertindak dulu. Aku belum melihat Miss Tania. Untung Sisca belum diapa-apain oleh mereka. Sabar San.
Lalu aku melihat seseorang keluar dari tirai di belakang pria berpakaian hitam, yang kukenali wajahnya di foto di apartemen Miss Tania. Rupanya dia termasuk pemimpin mereka. Aku bisa mendengar gumaman Sandi.
“Miss Tania,” ucapnya.
Iya Miss Tania keluar dari tirai, dengan memakai gaun panjang yang tergerai sampai lantai. Seperti seorang permaisuri. Lalu dia berjalan mendekati Sisca yang didudukan di kursi dekat altar. Jangan apa-apain Sisca. Aku sudah bersiap-siap untuk berjaga-jaga jika dia melukai Sisca.
“Giliran kamu nanti ya, say,” sambil menyolek dagu Sisca. Meninggalkan Sisca.
Lalu dia menyuruh kakaknya. Entah itu kakaknya atau bukan. Dia menunjuk ke arahku.
“Aku mau dia. Bawa dia kesini,” perintahnya. Tampaknya memang Miss Tania pemimpin utama mereka. Aku yakin itu sekarang. Apalagi melihat gaun yang dipakainya. Dan dia memerintah kakaknya. Jelas dia sangat berkuasa.
Kakak Miss Tania mendekatiku bersama satu pengawalnya.
Sandi terlihat sangat marah.
“Gua aja, jangan dia. Gua aja, bangsat,” teriaknya ketika kakak Miss Tania dan pengawalnya mendekatiku. Aku menatap Sandi. Walaupun brengsek, dia cukup setia kawan juga, aku akui itu.
“Giliran kamu juga nanti, say,” Miss Tania berkata dengan nada menggoda ke arah Sandi.
Ikatanku dilepas. Lalu aku dibawa mendekat ke Miss Tania. Semakin dekat dengan Sisca. Kulihat Miss Tania sedang duduk di sebuah kursi besar jaman dulu. Menunggu aku mendekat. Di belakangnya ada latar seperti kain-kain yang direntangkan dari atas ke bawah, seperti jaman kerajaan dulu. Posisi Sisca di sebelah kiri berada kira-kira dua atau tiga meter dari Miss Tania. Jarak aku ke pintu keluar kira-kira 9 atau 10 meter.
Ketika aku sudah dekat, berada di depan altar Miss Tania. Kakak Miss Tania maju mendekati Miss Tania. Tinggal satu orang di belakangku sekarang.
Miss Tania menatapku.
“Aku belum merasakan kamu, Will,” ucapnya sambil menatapku dengan pandangan sayu nya. “Telanjangi dia!”
Lalu dengan gerakan cepat, aku mengeluarkan pisau khususku yang bengkok dari balik jaketku. Lalu aku bergerak memutar ke belakang orang yang menjagaku di belakang. Dan kuarahkan pisauku ke belakang kepalanya. Menusuk otaknya. Lalu dengan tangan kiriku, aku mengeluarkan pistol berperedamku ke arah Miss Tania. Menembakkan peluruku ke arahnya. Namun kakaknya begitu cepat reaksinya, dia langsung bergerak, berdiri di depan Miss Tania, menghadang peluruku dengan tubuhnya. Mengenai dadanya. Lalu aku menembak lagi ke arah Miss Tania, Miss Tania sudah waspada, dia bergerak cepat berlindung di belakang kakaknya, sehingga peluruku meleset.
Seranganku gagal. Lalu aku mendorong mayat yang menjagaku di belakang tadi. Kudorong ke arah lilin-lilin yang menyala di sebelah kanan altar. Jasadnya mendorong jatuh lilin-lilin itu Sehingga api di lilin mengenai kain-kain di belakang kursi yang diduduki Miss Tania dan juga mengenai gaun yang dikenakan Miss Tania. Tiga penjaga yang berdiri di sebelah kanan dan kiri Miss Tania sibuk memadamkan api di gaun Miss Tania dan di belakang altar.
Aku menggunakan kesempatan ini, menyimpan pisauku di tempatnya, di pinggangku. Menarik Sisca yang wajahnya terlihat tegang menatap altar dengan tangan kananku. Lalu pistolku di arahkan ke ketiga orang laki-laki yang tadi lagi ngentot dengan tiga wanita. Mereka bertiga langsung berdiri melihat aku menyerang Ratu mereka. Kutembak mereka bertiga di kepala. Dan tubuh mereka langsung terlempar ke belakang. Dua pengawal yang menjaga pintu berlari ke arahku, melompat dengan ringannya, menerjang ke arahku. Aku bisa melihat pedang di tangan mereka. Mengarah ke badanku. Kutembakan pistolku mengenai kepala mereka satu persatu, aku menarik tangan Sisca ke kiri agar terhindar tertimpa kedua tubuh yang jatuh ke lantai. Lalu aku mengarahkan pistolku, mengarah ke tali yang mengikat Sandi, sehingga tali itu terputus dan Sandi jatuh ke lantai dengan dua kakinya menapak lantai. Aku menarik Sisca, berlari ke arah Sandi.
“Kalian pergi dari sini, cepat,” perintahku sambil mendorong Sandi dan Sisca ke arah pintu berdaun ganda. Aku berbisik ke Sandi
“Sembunyi di apartemen Sisca, sampai gua jemput kalian disana,” ucapku pelan. Begitu mereka sudah keluar dari tempat ini.
Sandi sempat berkata padaku.
“Lu mau ngapain, Will?” tanyanya dengan wajah tegang.
Aku tersenyum
“Kini saatnya gua yang bersenang-senang,” ucapku sambil menutup pintu dan menguncinya lalu kumasukkan kuncinya yang menempel di lubang kunci ke dalam jaketku.
Bersambung
Pembaca setia Kisah Malam, Terima Kasih sudah membaca cerita kita dan sabar menunggu updatenya setiap hari. Maafkan admin yang kadang telat Update (Admin juga manusia :D)
BTW yang mau jadi member VIP kisah malam dan dapat cerita full langsung sampai Tamat.
Info Lebih Lanjut Hubungin di Kontak
No WA Admin : +855 77 344 325 (Tambahkan ke kontak sesuai nomer [Pakai +855])
Terima Kasih 🙂