Cerita Lama Sungai Hitam Part 8
Aku cepat-cepat mengunyah daging sate dalam mulutku. Karen menghampiriku. Kulihat di pergelangan kakinya masih tergantung gelang pemberianku.
“Apa kabar?” sapanya sambil memberikan tangan.
Kujabat tangannya. Belum ada lagi kata-kata yang muncul dari mulutku. Kembali lagi alam bawah sadarku, muncul sesuatu yang tidak enak dari peristiwa waktu aku kecil, lalu ketika keterpurukan karena Karen.
Kemudian kudengar Karen memperkenalkan diri pada Mary. Aku masih sibuk dengan pikiranku meskipun mataku menatap Karen.
“Akhirnya mereka nikah juga ya,” terdengar Karen bicara sambil tertawa. Aku berusaha menekan masa laluku. Kulihat Mary menatap Karen. Lalu kembali aku menatap Karen. Cantik sekali dia. Aku hanya bisa mengangguk, menanggapi kata-kata Karen. Aku sudah mulai bisa menekan dalam-dalam masa laluku.
Ketika Karen sedang melihat ke arah panggung tempat duduk pengantin. Baru aku bisa mengeluarkan kata-kata.
“Kapan kembali ke Bandung?” tanyaku pelan.
Karen menatapku.
“Kemaren. Aku dapat undangan pernikahan Ira dan Joko lewat email, jadi aku memutuskan pulang ke Indo,” jawabnya sambil tersenyum.
“Uda beres kuliah?” tanyaku lagi, masih dengan suara tersekat di tenggorokan.
“Kuliah uda beres, tiga bulan lagi wisuda,” sahut Karen. Aku merasakan rangkulan Mary di lenganku.
“Oh,” hanya itu yang bisa keluar dari mulutku.
Kami terdiam beberapa saat. Aku bingung mau ngomong apa lagi.
“Ko, kita pulang yuk. Aku merasa kurang enak badan,” tiba-tiba Mary bicara padaku. Aku menatap Mary lalu kembali menatap Karen yang sedang melihat ke arah panggung lagi. Terasa tarikan tangan Mary di lenganku.
“Sori Karen, gua pulang dulu ya. Euh..Mary ga enak badan,” ujarku padanya. Karen tersenyum.
“Oke, bye. Hati-hati ya di jalan,” sambil dengan tersenyum, dia melambai padaku dan Mary.
Setelah salaman dengan mempelai (aku peluk Joko) dan keluarganya, aku pulang. Menuju pintu keluar, aku mencari-cari sosok Karen tapi tidak ketemu.
Sepanjang jalan, kami diam. Aku merasa bersyukur karena mulutku memang terasa terkunci, sulit untuk mengungkapkan kata-kata.
Sesampai di rumah Mary.
“Tadi itu pacar koko yah, yang namanya Karen?” tanya Mary tiba-tiba.
“Euh…,” aku tidak bisa menjawab.
“Ya udah. Hati-hati di jalan ya ko,” lalu Mary langsung masuk ke dalam. Meninggalkanku di luar rumahnya. Aku sampai lupa bahwa biasanya Mary menciumku ketika kami akan berpisah. Entah itu ciuman bibir atau pipi. Tapi kali ini dia tidak melakukannya.
Dijalan, mataku memperhatikan jalan, tapi pikiranku kusut. Entah bagaimana caranya aku akhirnya malah ke warnet. Kubuka yahoo messenger dengan email lamaku. Yang selama ini tidak pernah kubuka. Tidak ada chat baru tapi ada notifikasi email baru. Aku buka email. Dari Karen. Tertanggal 31 Agustus 1998. Ternyata email card. Kartu ultah. Kubuka email berikutnya tertanggal 31 Agustus 1999. Birthday card juga. Karen tidak pernah lupa ulang tahunku. Aku malah yang tidak pernah ngasi buat dia. Buat apa, toh dia meninggalkanku. Aku yakin karena si keparat Michael. Luka lama muncul lagi. Dadaku terasa terhimpit bulldozer. Pikirkan hal yang gembira. Keparat Michael. Bukan itu. Ah Mary. Wajahnya yang imut. Bayangan Karen muncul. Happy Thoughts. Come on Happy Thoughts. Payudara Mary yang imut. Sedikit membantu. Teringat ekspresi wajah Mary dan dia tidak menciumku tadi. Muncul lagi bayangan Karen, Michael lalu orang tuaku. Argggghhh…….
SENIN, 15 MEI 2000 PUKUL 08:12
Hari ini aku ijin tidak kerja. Tapi karena di rumah juga ga ngapa-ngapain. Akhirnya aku putuskan aku ke kios aja. Aku punya seorang karyawan. Memang baru sebulan sih, tapi aku mempercayainya. Kiosku sudah buka dari jam 8.
“Lho pak, ga ngantor hari ini?” tanya Ikbal, dia karyawanku.
“Iya ijin dulu, bal. Lagi sumpek,” aku senyum terpaksa. Untung juga aku ke kios. Lumayan rame dari tadi banyak yang datang walaupun ga semuanya beli. Tapi paling tidak aku bisa mengalihkan perhatian dari kekacauan pikiranku. Ingin aku menelpon Mary tapi aku tidak melakukannya. Nanti aja deh paling aku ke rumahnya aja nanti malam.
PUKUL 11:16
Aku lagi menghitung pemasukan hari ini, ketika kudengar Ikbal berkata
“Cari kain jenis apa, ci?” tanyanya.
“Saya cari bos kamu,” suara wanita terdengar.
Aku mendongakkan kepala. Kulihat Karen lagi tersenyum padaku. Aku melangkah dengan kikuk ke arahnya. Aku tersenyum getir.
“kok bisa kesini, Karen?” tanyaku sambil tanganku ke belakang leher.
“Kebetulan lagi jalan-jalan,” jawabnya. Aku hanya mengangguk-angguk.
“Uda makan siang belum, bert?” tanya Karen kemudian. Aku menggelengkan kepala.
“Temenin gua makan siang yah,” ajaknya.
Sesampai di foodcourt tingkat atas, Karen pesen lotek dan es teh manis. Aku pesen jus alpukat. Aku tidak ada selera makan.
“Aduh, gua kangen banget ama lotek,” Karen berkata ketika kami sudah duduk.
Aku duduk di seberang kursi Karen.
“Eh kenapa loe ga kerja hari ini? Kata Ira loe kerja sambil buka kios,” sambung Karen.
“Gua lagi ga enak badan,” aku berbohong.
Karen terlihat khawatir.
“Kenapa? Demam,” dia langsung berdiri memegang dahiku.
“Bukan. Lagi ga enak perut dan kepala pusing,” aku setengah berbohong. Pusing karena kehadiranmu yang tiba-tiba.
“Uda makan obat?” tanyanya masih dengan nada khawatir.
“Udah,” jawabku sambil tersenyum getir lagi.
Untung tidak lama pesanan kami datang, karena aku jelas bingung mau ngobrol apa. Sambil Karen makan, aku mengisap jus alpukatku pelan-pelan. Pusingku bertambah, dan perasaanku bergejolak sehingga perutku merasa tidak enak. Aku menatap Karen ketika dia makan. Rambutnya kini panjang melewati bahu, membuat dia menjadi lebih anggun dan tentu saja tetap cantik di mataku. Hari ini dia pakai kaos putih lagi. Tentu saja bukan kaos Leo karena kaos itu ada dirumahku tersimpan dengan baik dan tidak pernah kulihat-lihat lagi.
Setelah selesai makan, terlihat kangennya akan lotek terbayarkan dari ekspresi wajah Karen. Sambil minum teh manisnya.
“Tadinya gua pikir ga akan ketemu loe karena loe kerja. Gua cuma pengen liat-liat aja gimana sih kios kain loe. Penasaran,” ujarnya tersenyum.
Yeah, I chose the wrong time to come here.
“Kapan loe balik lagi ke amrik?” tiba-tiba aku bertanya seperti itu.
Karen agak tertegun mendengar pertanyaanku. Mungkin dia merasa aku mengusirnya untuk cepat-cepat pergi dari Indo. Mungkin dia benar.
“Mungkin sebulan sebelum wisuda, gua harus balik dulu ke Amrik,” jawabnya kemudian.
Balik dulu. Jadi maksudnya…
“Jadi rencananya loe mau kerja di Amrik abis wisuda?” sekali lagi tiba-tiba meluncur pertanyaan yang seperti mengusir kehadirannya di Indo.
“Loe maunya gua gimana?” tanyanya balik.
Come on! You are not my girlfriend anymore. Kenapa kamu nanya balik seperti itu.
“Becanda, bert. Muka loe serius amat,” sambungnya sambil tertawa renyah.
“Gua seneng liat ekspresi muka loe yang bingung,” lanjutnya.
What!!! Kami saling berpandang-pandangan. Oh My, Cantik banget. Tiba-tiba pandanganku penuh cinta, hatiku sedikit meleleh. Kehangatan yang dulu kurasakan menyusup masuk. Stop, right there!
“Loe masih pake jam dari gua,” Karen memegang tali jamku dengan jari telunjuknya. Otomatis jari-jari lainnya menyentuh kulit pergelangan tanganku. Semakin banyak kehangatan yang masuk ke dalam dadaku.
“Jamnya bagus, jadi sayang kalo gua ganti,” aku menjawabnya untuk mempertahankan gengsiku.
“Loe sendiri masih pake gelang dari gua. Apa Michael ga marah?” aku melirik pergelangan kakinya.
“By the way, si Mary imut banget yah. Kok loe bisa nyari pacar seimut itu?” tanyanya sambil bertopang dagu mengalihkan pembicaraan.
“Kalo loe happy, gua juga ikut happy, bert,” sambungnya lagi.
Iya sampe gua ketemu loe lagi kemaren, batinku.
“Loe tau ga Karen. Melupakan loe itu termasuk hal yang paling sulit gua lakukan,” tiba-tiba aku berkata demikian dan dadaku sedikit plong.
Karen menatapku lalu menatap jarinya yang beradu di meja, lalu menatapku lagi, seakan-akan sedang mencari jawaban yang tepat.
“Tapi…tapi loe berhasil kan lulus kuliah dengan cepat dan sekarang loe uda kerja dan punya usaha sendiri,” aku merasa aneh, kok tanggapannya begitu yah.
“Apa maksud perkataan loe?” tanyaku bingung.
“Ga apa-apa, yang penting kan loe sekarang uda punya pacar,” jawabnya sambil tersenyum paksa.
“Iya adil kan. Loe juga uda punya pacar, si Michael,” aku agak sedikit sewot.
Karen membuka mulut hendak mengatakan sesuatu tapi dia urungkan niatnya. Dia menatap jari-jarinya lagi. Hening sesaat.
“Kapan loe mau nyusul si Joko dan Ira?” tanyaku membuka pertanyaan yang mungkin jawabannya bisa mengiris hatiku. Tapi aku melakukannya dengan tersenyum.
“Gua sama Michael sebenarnya…,” Karen menatapku. Yang kubalas dengan pandangan kuat.
“Loe happy kan ama Mary?” malah Karen nanya begitu.
Kami sama-sama diam, saling membaca pikiran masing-masing. Saling menatap seakan-akan dengan menatap, kami bisa mengetahui jawaban dari pertanyaan kami. Akhirnya sebuah keputusan muncul di kepalaku. Mudah-mudahan keputusanku tidak salah.
“Iya gua uda happy ama Mary. Karena gua sudah berhasil melupakan loe, Karen,” jawabku mantap.
Karen tersenyum mendengar jawabanku. Tapi sorot matanya, aku menangkap hal yang lain. Mungkin itu hanya bayanganku saja.
PUKUL 16:31
Aku sengaja menjemput Mary di kampus. Begitu ketemu dia, langsung kugandeng tangannya.
“Mary, kamu jangan marah lagi. Karen itu masa laluku. Aku sudah melupakannya. Sekarang yang jadi pacar aku itu kamu,” aku memegang kedua tangannya.
“Koko…aku sayang kamu,” Mary tersenyum manis dan membalas menggenggam erat tanganku.
SABTU, 10 JUNI 2000 PUKUL 11:36
“Bro, lagi sibuk?” tiba-tiba Joko muncul di depan kiosku.
“Wah pengantin baru. Tumben loe kesini, ko,” aku menyambutnya sambil salaman tangan.
“Temenin gua makan siang, man. Uda lama kita ga ngobrol berdua,” kata Joko.
Langsung aja kami ke foodcourt tingkat atas. Nunggu pesanan datang.
“Gimana uda dapet enaknya, bro?” aku mengolok-olok Joko
“Enak banget bro. Makanya cepetan married,” sambung Joko sambil tertawa.
“Gua mau gedein dulu lah kios gua. Buat modal married. Gua ga kayak loe ada ortu yang nabungin modal kawin,” sambungku.
“Gimana loe ama Mary?” tanya Joko setelah pesanan makanan kami datang.
“Ya lancar-lancar aja,” sambil aku menyuapkan nasi goreng ke mulutku.
Joko terlihat sedang menimbang-nimbang sesuatu.
“Loe ketemu Karen waktu married gua kemaren?” tanya Joko hati-hati.
“Kenapa tiba-tiba loe nanya gitu?” aku tanya balik.
“Iya mungkin gua harus minta maaf ama loe karena kita ga bilang ngundang Karen,” lanjut Joko.
“Karena kita ga yakin juga dia bisa datang dari Amrik demi kawinan kita,” Joko menyedot es teh manisnya.
“Ketemu sebentar,” jawabku. “Besoknya juga ketemu lagi karena dia datang kesini.”
“Iya itu juga gua minta maaf tanpa seijin loe, gua kasi tau tempat kios loe karena pas nikah kemaren dia tanya kios loe dimana,” muka Joko terlihat tidak enak.
“Tau darimana dia kalo gua punya kios?” selidikku.
“Euh, loe jangan marah man. Sebenarnya Ira sering chat ama Karen sewaktu dia di Amrik,” jawab Joko dengan muka memohon maaf.
“Banyak amat dosa kalian ama gua,” aku tertawa melihat ekspresi wajahnya. Aku dan Joko jadi sahabat sudah lama. Aku yakin Joko dan Ira tidak mungkin punya niat untuk menyakitiku.
“Berarti loe tau dong cerita tentang Karen dan Michael?” sambungku masih dalam penyelidikan.
“Emang Karen ga cerita ama loe kemaren?” Joko terlihat bingung.
“Ga. Dia tidak menceritakan apapun tentang dia dan Michael,” jawabku tersenyum getir.
“Loe jangan marah lagi ya, man. Tadinya aku juga tidak tahu tentang ini. Awalnya Ira cerita kalo semenjak kepergian Karen, loe jadi ga ada gairah hidup. Kuliah loe juga asal-asalan. Dia cerita gitu ke Karen lewat chat. Apalagi pas Karen kena sakit tipes. Loe bener-bener khawatir ama dia. Karen prihatin ama loe. Karen ngerasa selama loe mikirin dia terus, pasti hidup loe ga akan bener,” Joko menyedot lagi minumannya. Aku mendengarkan dengan seksama, sampai aku lupa menghabiskan makananku.
“Terus?” aku penasaran.
“Jadi kebetulan waktu itu Michael emang kuliah di amrik juga. Loe kan selalu curiga tuh ama si Michael. Jadi ini kesempatan buat Karen mutusin loe. Biar loe bisa lupa ama dia dan loe bisa lanjutin kuliah loe dengan bener. Gambling juga sih sebenarnya. Disitulah gua dan Ira masuk buat support loe terus, biar loe tidak terpuruk terus-terusan.” Kami saling bertatapan.
Aku shock mendenger cerita Joko.
“Jadi sebenarnya Michael dan Karen tidak pernah jadian. Walaupun kalo denger cerita Karen, memang Michael terus ngedeketin dia di Amrik,” wajah Joko terasa lega karena sudah mengeluarkan bebannya selama ini.
“Kenapa loe baru cerita sekarang?” tanyaku agak sedikit emosi sebenarnya.
“Gua sebenarnya mau cerita, man. Loe tahu kita sahabatan uda lama. Tapi Ira dipesan banget ama Karen, jangan pernah cerita ke loe. Karena demi kebaikan loe. Gua sih nurut aja lah karena gua pikir juga ini demi kebaikan loe. Lagian loe kan uda pacaran ama Mary sekarang,” Joko menjelaskan.
“Gua lega sekarang, man. Uda cerita ke loe semuanya,” sambungnya.
Aku masih merasa shock. Pikiranku berkelana kemana-mana. Aku mengingat-ingat email Karen yang terakhir. Memang dia tidak pernah menyebutkan apapun tentang Michael. Itu hanya ada dalam pikiranku saja kalo Karen jadian dengan Michael. Bahkan di akhir email, Karen nulis “Gua akan selalu mengingat loe” Kalo uda jadian dengan Michael, ngapain dia mau inget ama gua. Terus lagipula dia masih pakai gelang pemberianku di kakinya. Gua menutup wajah dengan kedua tanganku.
“Uda ga pengaruh kan ama loe tentang cerita gua, man?” Joko agak was-was melihat responsku.
“Makanya sebelum cerita, gua tanya dulu gimana loe dan Mary,” lanjut Joko tambah was-was. “Loe bilang lancar-lancar aja tadi, makanya gua putusin gua cerita. Loe masih belum bisa melupakan Karen?” giliran Joko yang menutup wajah dengan kedua tangannya.
“Ko, thanks banget loe uda cerita. Gua tinggal dulu yah. Gua mau ke rumah Karen,” aku langsung meninggalkannya sebelum Joko sempet mencegah gua.
Jarang-jarang aku ngebut. Sesampai di rumah Karen, Keisya yang bukain pintu ternyata.
“Bi Surti mana?” tanyaku.
“Lagi kagok ko, dia lagi di belakang,” jawab Keisya.
“Kamu lagi libur?” tanyaku padanya.
“Iya ko, nanti dua bulan lagi balik lagi bareng cici ke Amrik, sekalian dia wisuda. Masuk dulu ko. Cici lagi pergi sebentar,” Keisya mempersilahkan aku duduk.
“Keisya, ada yang mau aku tanyain,” ujarku.
“Tapi tolong jawab yang jujur yah,” sambungku.
Keisya duduk dengan wajah sedikit gelisah.
“Apa Karen dan Michael pernah jadian di Amrik?” tanyaku kemudian.
“Euh…,” Keisya terdiam.
“Tolong Keisya, jawab yang sebenarnya,” aku memohon.
“Tapi jangan kasi tau cici, aku yang bilang ya, ko,” masih dengan muka takut-takut.
Aku mengangguk.
“Ga pernah jadian ko. Waktu cici sakit tipes emang ko Michael sering datang ke tempat kita. Tapi cici bilang sama dia kalo dia ga mau jadian ama ko Michael,” Keisya sudah tidak terlalu takut lagi.
“Tapi kan dulu waktu aku telpon, pas kamu yang ngangkat. Katanya cici lagi pergi ama Michael. Tiap aku telpon jawaban kamu selalu gitu,” lanjutku.
“Euh soal itu, aku minta maaf ko. Cici yang maksa aku untuk bohong. Dia ga pergi kemana-mana. Tiap koko telpon, dia ada di samping aku kok,” jawabnya, ekspresi wajahnya terlihat kalo takut aku marah.
“Oh,” aku kembali menutup wajahku,
“Ko, sebenarnya cici itu sayang banget ama koko. Sering kali dia nangis kalo lagi inget koko. Cuma dia bilang ke aku, koko harus melupakan cici, biar kuliah koko bisa lanjut dan koko ga mikirin dia terus,” sambung Keisya. “Sengaja dia beli boneka Teddy Bear yang gede, sebagai pengganti koko katanya. Tiap dirumah kadang dia tertidur di pangkuan boneka itu atau sambil meluk boneka itu.”
Karen. Karen. Kenapa kamu berbuat begitu. Mataku berkaca-kaca. Kembali teringat email Karen yang bilang aku harus fokus kuliah. Setitik air mata mengalir turun.
Bi Surti lewat di depan kami menuju pintu depan. Aku mengusap air mataku. Ternyata sebegitu besar cintanya padaku. Ketika pikiranku melambung kemana-mana.
“Bert, ngapain loe disini?” Karen muncul di pintu depan. Ternyata bunyi bel tadi tidak terdengar olehku karena pikiranku tidak disitu.
Langsung aku menghampirinya dan memeluknya erat-erat. Air mataku menetes lebih banyak sekarang.
Bersambung
Pembaca setia Kisah Malam, Terima Kasih sudah membaca cerita kita dan sabar menunggu updatenya setiap hari. Maafkan admin yang kadang telat Update (Admin juga manusia :D)
BTW yang mau jadi member VIP kisah malam dan dapat cerita full langsung sampai Tamat.
Info Lebih Lanjut Hubungin di Kontak
No WA Admin : +855 77 344 325 (Tambahkan ke kontak sesuai nomer [Pakai +855])
Terima Kasih 🙂