Kehidupan Di Jakarta Spesial
Spesial Episode
Seorang laki-laki, berkaca mata, sedang gelisah, sendirian, dimalam hari.
Laki-laki, itu bernama,
Raditya Haryanto.
(Stop-stop. Apa-apaan, ini? Kenapa ada karakter, lain, yang jadi sorotan selain gw? Gw mau dikudeta?)
(‘Lah, elo kan, udah asik, sendiri. Jadi kita peke temen lo, aja, yang masih usaha mendapatkan hati gebetannya’)
(“Tau, lo, Ge. Udah diem, aja”)
(Hohoho, kagak bisa gitu, boy. Orang gw pemeran utamanya. Masa di ganti)
(“Ini, spesial episode, bro”)
(Tetep, aja. Gw harus hadir, dong. Apalagi, spesial episode)
(‘Oke kalau, gitu. Povnya tetep elo, tapi ceritanya Radit. Gimana, deal?’)
(Lah, berarti gw, jadi melihat setiap kehidupan Radit, dong?)
(” ‘ iya, betul sekali ‘ “)
(Kayaknya seru. Gw boleh, jadi suara ajaib juga, nggak?)
(“Yah, liat nanti, deh, Ge”)
(Tapi, nggak aneh, bro, jadinya?)
(‘Biar, aja. Namanya juga cerita’)
(Oke, deh)
——————————————
Oke pov kembali milik gw, HaHaHaHaHa.
Mari kita ubrak-abrik, kehidupan si Radit.
Menuju, Radit!
“Stefi sebenarnya gw suka sama, elo. Lo mau, nggak jadi pacar, gw?” Si Radit, lagi menyusun kata-kata, yang tepat, buat nembak, Stefi.
“Ah, jelek-jelek”
Ya, elah, belum di jajal, udah, patah semangat.
Kok, baru sebentar jadi narator cerita, lo, gw udah pesimis, ya.
“Ah, tidur dulu, lah” kata si Radit.
Nah, iya tidur dulu. Sapa tahu, dapet, pencerahan.
Lah, sekarang, berarti, gw ngeliatin orang tidur? Wah, asem.
Eh, dia belum tidur.
“Stefi! Oh, Stefi!”
Anjrit! Oi, author, masa gw harus narasiin, si Radit, coli! Wah, bangke, lo. Udah, ah. Skip-skip. Najis gw.
‘Meong-meong’
Rekan duet Barton, jatuh sakit. Jadi hanya Barton, yang bersuara di pagi hari.
Kalau, tidak salah, rekanya sedang flu.
Lah, flu burung, dong.
“Huamm. Sejak kagak, ada Gege sama Monique, ini kost-kostsan, jadi sepi. Biasa pagi-pagi, udah rame” kata Radit, ketika baru bangun tidur.
Lalu Radit, keluar kamar menuju, ruang makan.
“Hai, Dit. Baru bangun?” Tanya Stefi.
Ayo, bos, ini kesempatan.
“Eh, iiii……ya, baru”
Yah, pake salting, lagi.
“Yuk, sarapan. Nggak seenak, bikinannya Monique, sih. Tapi, layak, kok. Gw panggil anak-anak, yang lain dulu, ya” kata Stefi.
“Iya, silahkan” jawab Radit.
“Aduh, gw dek-dekkan, banget” kira-kira, itulah, pikiran Radit. Ternyata gini, toh, rasanya, menceritakan cerita orang.
“Oi, Dit! Melamun aja, lo. Sadar, jangan bengon. Ntar kesambet, nyaho, lo” kata Kevin.
“Ah, nggak, gw lagi, berpikir” jawab Radit.
“Mikir apa, lo? PDKT, ya?” Tanya Alex.
“Ya elah, gitu, dipikirin. Mendingan ikut kita abis ini. Kita jalan-jalan” kata Boni.
“Nggak, gw mikirin yang, lain” kata Radit.
Yee, boong. Orang gw tahu, lo mikirin, apa.
“Udah, ikut, aja” kata Kevin.
“Ya, udah. Sarapan dulu tapi” jawab Radit.
Lalu, merka sarapan. Hah, gw jadi ikut laper.
Setelah, mereka semua siap, mereka pergi, entah kemana.
Tunggu-tunggu, ini kearah rumah, gw. Ada apa, ini?
Dan, bener aja, mereka kerumah, gw. Waduh, gw lagi sibuk, nih.
Gw siap-siap, dulu, deh.
“Gege!” Teriak mereka.
“Kenapa?” jawab gw.
“Nah, orangnya ada. Suruh masuk, napa” kata Alex.
“Nggak, diluar aja” kata gw.
“Et, dah, sombong lo. Udah, masuk, aja. Jangan pedulikan mahluk, ini” kata Kevin.
Main masuk, aja, lo coy.
Lalu mereka duduk, di ruang tamu.
“Bini, lo ada, men?” Tanya Boni.
“Nggak, lagi, keluar, sama Cathy dan emaknya” jawab gw.
Btw, si Cathy udah, nggak ngekost lagi, dia tinggal bareng mama Susi dan bokap, gw.
Kadang-kadang, nginep dirumah gw.
“Nah, begini, bro. Temen kita Radit mau, nembak Stefi hari ini juga. Bisa lo bantu, nggak?” Kata kata Alex.
“Eh. Nggak” kata Radit.
“Udah, tenang aja, Dit” kata Kevin.
Hmmm. Baik kalau, gitu.
“Ayo, kita duduk, dilantai. Kevin, ambilin gw gelas, berisi air” kata gw.
“Siap” kata dia.
“Nah, elo, Dit, duduk di depan gw” perintah gw.
Dia menuruti, perintah gw.
“Nih, Ge, airnya” kata Kevin.
“Makasih”
Lalu gw bacakan mantra, dia air itu.
Gw komat-kamit, lalu gw kumur-kumur.
‘Burrrrrrrrrrr’
Gw sembur airnya, ke wajah, Radit.
“Anjrit, apaan, nih?” Kata dia.
“Supaya, elo siap, men” kata gw.
“Siap, apaan?”
“Siap, seandainya elo, ditolak” jawab gw.
“Huawaahahahahahahahaha” mereka bertiga, tertawa.
“Bangke lo, Ge. Gw pikir elo, nikah, jadi bener. Nggak tahunya, tambah parah” kata Alex.
“Wah, sialan, lo” kata Radit.
“Ya, lagian, kita mau ngapain juga, Kalo, elonya takut, buat, apa? Mending minta di jodohin, aja” kata gw.
“Nih, gw telpon si Stefi, ya. Gw ajakin ketemu, elo” lanjut, gw.
“Eh, jangan. Gw,malu” kata dia.
“Malu. Emang, lo nggak pake baju” kata Kevin.
“Udah, dengerin saran, gw. Elo, ajak si Stefi makan. Yang bagus, tapi. Terus lo, tembak. Kan, abis lo tembak, dia mati. Nah, jasadnya, lo kawinin” kata Alex.
“Hehehe, ide bagus juga, tuh, bro. Setidaknya nggak mungkin ditolak” kata gw.
“Kok, bisa, ya, gw temenan sama, orang kayak, lo pada” kata Radit.
“Jangankan, elo, Dit. Gw ditinggal nikah, mantan, aja, jadi bahan mereka bertiga. Mereka bertiga, kagak punya hati. Bayangin aja, temennya susah, mereka malah main judi, terus mikirin dangdutlah. Ada aja, maunya. Cuma mereka, belum ketahuan, aja, problemnya. Jadi masih seenaknya” kata Boni.
“Hah, gw dengerin, curahtan jomblo. Kasian” kata gw.
“Huawaahahahahahahahaha” tawa Kevin dan Alex.
“Wah, parah lo, pada. Go fuck yourself!” Kata Radit.
Lalu Alex, mencopot celananya.
“Mau, ngapain, lo?” Tanya gw.
“Lah, tadi kata Radit, suruh fuck yourself. Berartikan, coli” jawab dia.
“Huwahahahaha” tawa gw dan Kevin.
“Anjrit, lo, Lex” kata Radit.
“Tuhkan, Dit. Mereka bertiga, kagak punya perasaan. Pada jahat-jahat”
Hah, kangen juga, sama perkumpulan batalion, ini.
Dan, istriku, cintaku, sayangku, separuh hidupku, belahanjiwaku, pengisi hatiku, tulang rusukku, teman hidupku, mimpi indahku, Presidenku, menelfon.
Monique: “halo, Yang”
Gw: “iya, halo”
Monique: “Si Cathy ngajakin ngumpul, sama anak kost. Kamu mau ikut, nggak?”
Wah, tepat sekali waktunya.
Gw: “iya, boleh, yang. Anak-anak laki, lagi pada disini juga, kok”
Monique: “oh, sip, deh. Ditunggu, ya”
Gw: “iya, bye. Luv you”
Monique: “Luv you, too”
Hii, senangnya, mendengar suara malaikat.
“Oy, om-om. Kita diajak ngumpul, nih, sama anak, kostsan lo, pada”
Kata gw.
“Ya, udah, ayo” kata mereka.
Kita semua, berangkat ke tempat, janjian. Gw nggak bawa mobil, karena si Monique, sudah bawa.
Biar pulangnya bareng.
Maklum pengantin baru. Pengennya berduaan.
Setelah, sekian lama, kita ngumpul, lagi. Ntah, sudah, berapa lama kita semua, tak berjumpa.
(Emang, selama itu, ya?)
Banyak hal, yang kita bahas. Dari kerjaan, suasana kost, sampe kehidupan pengantin baru.
Dan, gw di jelessin luar biasa, sama si Putri. Mungkin karena gw sekarang lebih kaya, dari dia.
Wahahahahahahahaha.
“Eh, gw cabut, duluan, ya. Ada, kerjaan numpuk, dikamar” kata Stefi, ketika, kita asik, ngobrol.
“Nah, kebetulan, si Radit, mau balik, juga, iya, kan, Dit” kata gw.
“Nggak” kata Radit.
“Lah, tadi lo ngomong sama, gw, katanya mau balik, duluan” kata Kevin.
“Lo, mau balik, Dit? Ya udah, bareng aja. Gw bawa mobil, kok” kata Stefi.
“Eh, oke, deh. Gw balik, duluan, ya” kata Radit, pamitan.
Hilanglah, Radit dan Stefi dari pandangan.
“Vin, maksud kamu, apa?” Tanya Monique.
“Abisnya, itu anak, kalau nggak digituin, kagak bersaksi. Diem, aja. Ujung-ujungnya, kita lagi, yang kerja” kata gw.
“Tau, Mon, itu anak, kagak mau usaha. Boro-Boro, mau diterima, nembak aja, kagak” kata Boni.
“Tapi, kan, kasian, kalau nanti ditolak” kata si Nia.
“Yah, namanya laki, harus siap ditolak. Mendingan usaha, dari pada diem, dong” kata Alex.
“Udahlah, biarin, aja. Mereka berdua udah dewasa, ini” kata Cathy.
Nah, itu baru adek gw.
(‘Oi, Ge. Inget, janji, lo. Ini cerita Radit’)
(Oh, iya, hampir kelupaan)
Kalau begitu, menuju, ke Radit.
“Lo, selama kerja, pernah punya klien yang aneh, nggak?” Tanya Stefi ke Radit, ketika sedang di mobil.
“Kalau yang aneh, doang, sih, banyak” jawab Radit.
Hmmm, sepertinya gw ketinggalan, cerita, nih. Lanjutkan perjuanganmu, anak muda. Ayahmu, akan bangga denganmu.
Didalam perjalanan, mereka banyak ngobrol. Suasananya, oke. Harusnya bisa diberdayakan.
Sampailah, mereka dikost.
“Yah, Dit, galonnya kosong. Pak, Yono, nggak ada lagi” kata Stefi, ketika dia mau minum.
“Ya, udah, biar gw yang angkat galonnya” kata Radit.
Nah, gitu, Dit, tujukan keperkasaan lo, sebagai laki-laki, yang sudah dewasa.
“Aduh-aduh……….. Shhhh, ahhh” teriak Radit.
Yah, ampun Dit, baru bungkuk doang, udah begitu. Lemah, lo, men.
“Kenapa, Dit?” Tanya Stefi.
“Pinggang gw, sakit banget” jawab Radit.
“Ya, udah. Nggak usah diangkat, deh. Sini, gw pijitin” kata Stefi.
Wah-wah, ternyata akal-akalan, lo hebat juga, Dit.
“Nggak usah, Stef” kata Radit, pake jual mahal.
“Udah, nggak papah. Ayo kekamar elo aja. Biar elo, sambil tiduran” kata Stefi.
Udah, embat aja, Dit.
“Ya, udah, deh” kata Radit.
Nah, gitu loh, bro.
Akhirnya si Stefi mijitin si Radit.
Jantungnya Radit sampe berdetak kencang.
“Ahhh, iya yang sebelah situ” kata Radit.
“Iya, berasa kok. Ototnya, rada keras” jawab Stefi.
Sampai akhirnya mereka selesai.
“Stef, makasih, ya” kata Radit.
“Iya, sama-sama”
Ayo, Dit. Sekarang kesempatan.
Mereka duduk, bersebelahan di kasur.
Dan suasana yang mendukung membuat mereka berpandangan. Hingga akhirnya terjadilah, hal yang sudah, ditunggu-tunggu Radit.
Yap, kiss-kiss in the lips.
Muach-muach.
Dan diluar dugaan gw, Stefi, ganas banget.
Gw jadi horny, lagi.
Bahaya, ini.
Tangan Radit mengarah, ke toketnya Stefi.
Wah, parah. Gw harus cabut. Monique, akang teh, butuh pertolongan.
(“Hehe, thor. Rencana kita mulai berjalan”)
(‘Wuahahahaha. Rasakan kau, Ge. Permainan lo, mengalahkan lo, sendiri’)
Gw sudah kembali, ke diri gw.
“Yang, pulang yuk!” Ajak gw ke Monique.
“Iyah, udah malem, nih” kata dia.
“Guys. Kita balik duluan, ya” kata gw.
“Cie. Pengantin baru, mau pulang duluan” kata Nia.
“Udah, ah. Balik, ya” kata Monique.
Lalu gw dan Monique langsung pulang. Hehe, gw nggak sabar.
Ketika masuk rumah, gw langsung peluk Monique dari belakang.
“Ih, Gavin. Pantesan minta pulang sekarang. Nggak tahunya, kepingin” kata Monique.
“Iyah. Kakanda lagi, naik” jawab gw.
“Ya, udah, kekamar, aja” jawab dia.
Hehehehehehehehehe, muach.
Gw gendong Monique menuju kamar.
“Ih, udah nggak tahan” kata dia.
“Siapa juga, yang bisa nahan kalau sama adinda” kata gw.
“Lah, gombal”
Lalu, gw taruh Monique, di kasur.
Dan gw cium bibirnya.
“Mon, kok, kamu cantik, terus, sih?” Kata gw menggoda dia.
“Kan, aku istri kamu. Harus cantik, dong” jawab dia.
“Hehehe” gw, cekikikan.
Lalu gw cium lagi dia.
Terus turun ke lehernya.
“Shhhh” desah Monique.
Lalu gw menanggalkan bajunya.
Hah, memang nggak ada, yang seindah Monique.
“Yang, langsung aja. Aku capek” pinta Monique.
Hah, kalau intu permintaan dia, ya sudahlah.
Lalu gw membuka celana, gw
dan menurunkan roknya, Monique.
“Aku, masukin, ya” kata gw.
“Iya. Pelan-pelan” jawab dia.
Aduh, istri gw ini, makin cinta gw sama dia.
Lalu gw mengarahkan, penis gw, ke vaginanya.
“Ahhhh……!” Teriak Monique.
Lalu masuklah, penis gw.
Supaya suasana romantis, gw cium bibirnya.
Lalu, gw mulai bergerak, dengan irama yang pelan. Gw ingin menikmati setiap gerakan gw.
Kita nggak ganti posisi, sama sekali.
Karena gw berasa romantis.
Gw diatas, dan dia dibawah.
Mata gw tidak berhenti memandang wajahnya. Gila, gw tidak pernah bisa menghentikan cintaku pada yayang
Monique.
“Haaahh” teriak Monique.
Kali, ini gw naikan tempo gw, tapi tetap stabil.
Beberapa lama, gw merasakan gw mau sampai.
“Yang, aku mau keluar” kata gw.
“Iya, aku juga” jawab dia.
“Akhhhhhhh” teriak, gw.
‘Fyurrrrrrr’
Gw mengeluarkan, setiap calon anak gw, di dalam Monique.
Lalu gw berbaring disebelah, dia.
“Yang, I love you” kata gw.
“I love you too. Udah, aku capek. Tadi pergi bareng mama sama adek kamu” kata dia.
Nggak lama, di tertidur dipelukan gw.
Ah, indahnya hidup ini.
WAIT !
WHAT THE FUCK !
DAMN YOU !
ALL OF YOU !
(Author anjing! Sini lo, kampret)
(‘Napa, Ge?’)
(Ini kerjaan siapa?)
(‘Apaan?’)
(Kenapa, ada adegan gw dengan Monique?)
(‘Lah, orang elo, yang mulai. Kan, gw udah, bilang, ini ceritanya radit’)
(“Tahu, bro, kan, elo yang mulai. Salah sendiri, kagak kuat”)
(Wah, anjrit gw dijebak, sama mereka berdua. Bangke, lo pada. Kagak temen, ya!)
(“Ye elah, ngambek”)
(‘Tau, lo. Biar impas. Udah nggak usah ngambek. Udah kejadian ini. Ntar jeleknya ilang, loh’)
(Ah, parah. Gw bete, ah)
(‘Ya, elah, ini gw ngabisin kontrak lo doang. Jangan bete, napa’)
(“Iyalah, damai, ya”)
(Oke, fine. Kita damai)
(‘Nah, gitu, dong’)
(“Berpelukan!”)
Ooohhhhhhh, so sweettttttt.
Penutup
Satu setangah tahun, setelah, pernikahan gw.
“Yang, liat dokumen-dokumen, aku, nggak?” Tanya gw, ke Monique.
“Ada, dia disitu. Coba diliat lagi” jawab dia.
Hmm?? Oh, iya. Tadi, kagak ada. Sumpah.
Gw lagi, dikamar mau bersiap-siap, menuju kantor. Sementara Monique kerja dari rumah. Dia lagi sibuk dengan laptopnya.
“Yang, dasinya?” Tanya gw.
“Ada, di lemari. Yang warna biru, di paling atas” kata dia. Padahal, gw belum ngomong, mau warna apa.
“Yang….”
“Jepitan dasinya, di meja rias, aku. Ada disebelah, kanan” kata dia, tanpa matanya beralih, dari laptopnya.
Wush, bener lagi. Hebat-hebat.
“A……”
“Charger laptop, di ruang kerja, kamu” kata dia. Belum gw ngomong.
“……..”
“Kunci mobil, ada di lemari samping TV. Kemarin kamu, asal naro, aja”
“Y……”
“Iya, sarapan duluan, sana”
“Oh, iya. Kamu tadi lupa nyiram toilet. Siram dulu, gih” tambah dia.
Ahhkkkkkk, so spookyyyyyyyyyyyy.
Gw menikahi cenayang. Atau jangan-jangan fortune teller. Apa nenek sihir. Ahhhkkkkkkk.
Ampun kakak.
Lebih baik, aku makan saja. Disini menyeramkan.
Monique, adalah salah satu misteri yang tersisa dari hidup gw. Tapi gw akan membiarkan dia seperti itu. Karena itu membuat gw tambah cinta sama dia.
Suara-suara ajaib, tidak lagi bersemayam, dikepala gw.
Gw sudah sehat sekarang.
Mantap!
“Iyalah, bro. Orang ceritanya udah tamat. Ngapain gw nongol dikepala, lo lagi” kata suara Sakti, disertai angin kencang.
Yah, nongol lagi. Belum ada semenit, gw bilang, suara ajaib udah ilang.
Udah hadir, lagi.
“Makan pelan-pelan, bang. Ntar kesedek” kata Cathy, ketika gw lagi makan.
(Jangan kuatir, gw masih obvius)
Si Cathy lagi nginep, di rumah gw. Disuruh sama emaknya.
“Abisnya masakan kakak ipar lo, selalu menaikan nafsu makan, gw” jawab gw.
“Orang, gw yang masak” kata Cathy.
“Hah, elo? Ada peningkatan, lo. Boleh juga”
“Iyalah. Gw belajar sama masternya. Ntar lo gw bikinin, sambal goreng” kata dia.
“Ah, mau nyiksa gw, lo? Yang boleh nyiksa gw, cuma istriku tercinta” kata gw.
Sarapan sudah selesai. Gw, bersiap berangkat.
“Honey, bunny, sweaty. Aku jalan, ya” kata gw.
“Iya, hati-hati dijalan. Jangan bengon” jawab Monique.
Ah, cintaku ini, perhatian sekali dengan diriku. Jadi malu.
“Cat, nitip Monique, ya” kata gw.
“Iyee. Udah sana jalan” balas Cathy.
Di perjalanan, udah berkali-kali, gw ketemu Pak ogah. Dan semuanya bilang: “ORANG KAYA PELIT”
Padahal gw udah kasih nominal yang layak. Dasar tidak tahu, diuntung.
Sampai gw nyampe, dikantor.
“Pagi, Pak” kata seorang karyawan perempuan, sambil cekikikan.
“Iya” jawab gw.
“Hihihi. Pagi, Pak. Awas lepas” kata seorang karyawan lagi.
“Iya. Pagi”
Apanya, yang lepas?
Dan beberapa orang, melakukan hal yang sama. Meski ada yang cuek.
Dan gw, sampai diruangan gw.
Yoyoi, gw punya ruangan sendiri.
Ajib, bleh.
Lalu ada pesan dari cintaku, yang masuknya, kayaknya udah lama.
Monique: “Vin, resleting kamu, belum ditutup”
Oh, resleting doang. Pantesan orang pada cekikikan.
‘Krik-krik-krik’
Wait.
Resleting itu, sejenis makanan apa, ya? Kok, kayaknya familiar.
Perasaan ane, jadi nggak enak.
Whatttttttttt !
Nematoda.
Untung tante Debora kagak liat.
Bisa, kacau kalau sampe dia liat.
Masih selamat, gw.
Yang liat, banyak cewek, sih. Kagak, papalah kalau buat cewek. Anggap aja, berbagi, kepada yang membutuhkan.
‘Tinung’
Monique: “ehem. Jangan aneh-aneh, Vin”
Eiiiiwooowww. Ampun Nyai.
Labih baik, menyibukkan diri, kalau begitu.
Saatnya mencari uang!
“Pak, ibu, pesen, katanya bapak suruh makan diluar, aja. Ibu nggak ngirim makanan” kata sekretaris gw, ketika hampir jam makan siang.
Yah. Berarti gw harus ngeluarin duit lagi. Mana uang jajan, dipotong bini lagi. Tega.
“Oh, iya Pak, satu lagi pesannya, jangan ngedumel” tambah dia.
Gw kunci mulut gw, dan gw telan kuncinya.
(Lah, begimana?)
Lalu ada SMS dari, Alex.
Alex: “bro, makan siang bareng, yok”
Nah, ini dia yang gw tunggu-tunggu. Si orang kaya, ngajak makan.
Gw: “jangan buang-buang waktu, lagi. Let’s roll!”
Lalu gw berangkat menuju Warung makan. Gw lebih suka makan di Warung makan, kerena makannya lebih murah. Dan Kalo makanannya enak, pasti enaknya nggak nanggung-nanggung. Apalagi gw udah jadi member di Warung ini.
Clear the path, for me!
“Ge, kerjaan lo, gimana?” Tanya Alex ketika lagi makan.
“Oke-oke, aja. Untung kemarin, lo ngasih proyek, jadinya, gw naik jabatan” kata gw.
“Ah, elo mah, perusahaan sendiri. Mau naik jabatan kemana lagi” kata dia.
“Oh, iya. Gw lupa. Maklum sibuk”
“Terus, si Monique sehat?” Tanya dia.
“Sehat, dong. Siapa dulu suaminya”
“Kagak berubah, lo, dari dulu”
Lalu kita makan sambil ngobrol.
Dari masalah kerjaan, sampe pacarnya si Alex. Si Don Juan, akhirnya, menetapkan hati, pada seorang wanita.
Makanpun selesai.
“Ge … Bs-bs, ya” kata Alex.
“Hah, apaan?”
“Bs-bs”
“Gw nggak denger, bro”
“Ah, anjrit, susah, kalau begini. MBAK, minta bon, dong!” Kata Alex.
“Nih, mas” kata mbaknya sambil menyodorkan bonnya.
“Ge-Ge, elo makannya lebih banyak, tapi kagak mau bayar. Nyesel gw, ngajak bareng” kata Alex, sambil ngasih uang ke mbaknya.
“Hehehe. Yah, dimana-mana, aturan ngajak makan adalah, yang ngajak makan yang bayar. Iya nggak?” Kata gw.
“Jadi orang merki, banget, Ge. Awas karma” kata dia.
Lalu kita pisah, untuk balik, ke kantor, masing-masing.
Ketika gw berurusan dengan tukang parkir, lagi-lagi, gw di bilang orang kaya pelit. Apa maksudnya coba?
“Emang, lo ngasih berapa?” Tanya suara Sakti.
“100 perak sama permen”
“Uwahhhhhhh. Mati aja, lo bro.
Lo pelit turunan siapa, sih? Udah, kritis pelit, lo”
Hmmm, siapa, ya? Gw jadi penasaran.
Ketika di kantor, gw masih kepikiran kata-kata suara Sakti.
Hmm, gw cari tahu, ah.
Gw telpon, semua orang yang kenal gw dari kecil.
Pertama bokap.
Gw: “halo, Pak. Bapak pelit, nggak?”
Bapak: ” kamu, kenapa, Vin. Tiba-tiba nanya, papa pelit apa nggak”
Gw: “udah, Pak. Jawab dulu, aja”
Bapak: “aneh, kamu. Nggak. Papa nggak pelit”
Gw: “oke”
Gw langsung matikan telefonnya.
“Parah, lo, Ge. Bapak lo, pasti ngedumel, sekarang” kata suara Sakti.
“Biarin”
Next mama Wulan.
Gw: “halo, mam”
Mama Wulan: “iya, Vin”
Gw: “mama pelit, nggak?”
Mama Wulan: “ih, kamu. Main nanya gitu. Dimana-dimana, orang nggak akan ngaku, kalau ditanya, dia pelit apa nggak. Jangan gitu, ah. Kamu udah menikah, berubah kek”
Lah, malah gw yang dimarahin.
Tapi, kayaknya mama Wulan kagak pelit. Setelah itu, gw diceramahin, dia.
Gw: “iya, mam. Abisnya Gavin penasaran. Udah ya, mam”
Ntar gw dimarahin, lagi.
Tapi, bener juga kata mama. Orang mana ngaku, kalau langsung ditanya begitu. Apa gw pura-pura minjem duit, ya?
Coba gw telfon adeknya, mama kandung gw.
Gw: “halo, om. Ini Gavin”
Si om: “oh, si Gege, ya”
Gw: “iya. Om, bisa pinjam dana, nggak om?”
Si om: “bisa-bisa, mau berapa?”
Wah, langsung di jawab. Apa gw lanjutin minjem dananya?
Ah, jangan, deh. Ntar gw diomelin Monique.
Gw: “buat, ini om, apa?……. Proyek. Kira-kira, bisa nggak, om”
Gw mencari-cari, alasan. Supaya nggak dimarahin.
Tapi, Gw malah keterusan ngobrol.
Dan beberapa orang gw telefon.
Apa, jangan-jangan, pengaruh sekolah gw, ya?
Coba gw telpon guru SD, gw.
Gw: “halo, bisa bicara dengan Pak Agus?”
Pak Agus: “iya. Saya sendiri”
Gw: “halo Pak, Agus. Ini Gege, Pak”
Pak Agus: “Gege?”
Gw: “yang waktu SD, saya nyunat bapak pake gunting”
Pak Agus: “maaf, salah sambung”
‘Tut-tut-tut’
Lah, dimatiin.
Coba yang lain.
Gw: “halo, ibu Dina?”
Ibu Dina: “iya?”
Gw: “ini Gege, bu. Waktu SD, saya pernah nyusu sama ibu”
Ibu Dina: “oh, iya, Ge. Masih inget aja, kamu. Kenapa, Ge?”
Gw: “bu, saya mau nanya, dulu di sekolah, ada yang pelit nggak, bu?”
Ibu Dina: “setahu, ibu nggak ada. Biarpun ada, pasti kamu nggak kenal”
Gw: “gitu, ya, bu”
Lalu, gw ngobrol sebentar dengan ibu Dina. Mengenang masa lalu.
Ah, siapa lagi, ya?
Gw telpon kakek gw aja, deh. Yang gw telpon, kakek gw dari mama kandung gw.
Gw: “halo. opah, ada, nggak?”
Opah: “halo ini, siapa?”
Nah, suaranya si opah.
Gw: “halo, opah. Ini Gavin”
Opah: “Gavin, siapa?”
Ya elah, cuculu, bos.
Gw: “Gavin, cucunya opah. Yang waktu kecil, mabok susu”
Opah: “yang mana?”
Gw: “yang mau bunuh diri, minum nutrisari”
Opah: “oh, Gavin cucu opa, yang sampoan pake sampo anjing”
Gw: “nah! Apa kabar opah? Sehat?”
Opah: “sehat-sehat. Istrimu sehat, Vin?”
Gw: “sehat, kok. Gavin mau nanya opah, dikeluarga kita, ada yang pelit, nggak?”
Opah: “hmm, yang pelit, ya. Kayaknya nggak, deh. Opah, mendidik mereka, supaya saling berbagi”
Gw: “oh, gitu, ya”
Dan gw ngobrol dulu sama si opah. Lama juga, nggak ngobrol.
Opah: “oh, iya, Vin. Opah, pesan sama kamu. Cari penghasilan yang banyak. Jangan buang-buang uang. Kamu harus sepintar mungkin, dalam mengatur keuangan. Saran opah, kalau tidak perlu keluarkan uang, jangan keluarkan uang. Biar keadaan yang mengeluarkan uang”
Hmm. Sepertinya opah gw, yang sudah pikun ini, memberikan gw jawaban atas setiap, pertanyaan gw.
Thank you, master.
Gw: “dengan senang hati, opah”
Lalu, gw sudahi, pencarian, gw.
Hari sudah mulai, sore.
“Pak, mau interview sekarang?” Tanya sekertaris, gw.
“Ya, udah. Suruh masuk”
Lalu, masuklah seorang laki-laki muda rada indo, ke ruangan gw.
“Halo, silahkan duduk” kata gw.
“Baik”
“Siapa, nama kamu?” Tanya gw.
“Saya Jeremy, Pak. Panggilannya Jeje” lah, mirip gw. Jadi kagak, mood gw.
“Sebelumnya pernah kerja?”
“Pernah, Pak, di Surabaya”
Lah, mirip lagi.
“Udah, berapa lama di Jakarta?”
“Sekitar 2 Minggu, Pak”
Whattttt??????
“Tujuan ke Jakarta, apa?”
“Cari, kerjaan”
“Cari kerjaan, doang?”
“Ada hal, lain sih, Pak”
“Pelarian, bukan?”
“Hehehe, iya, Pak”
Wah-wah. Anak, ini harus diselamatkan. Jangan sampai salah jalan.
“Pakkk, udah ada kabar, pak. Katanya hari ini.
Bapak disuruh kesana, sekarang” kata sekertaris gw.
Waduh. Lagi interview lagi.
Ahk, gw selamatkan aja, dulu.
“Kamu saya terima. Ntar urus semuanya, sama sekertaris saya. Saya ada urusan” kata gw.
“Iya, Pak. Terima kasih”
Gw, buru-buru berangkat.
Ayo, cepet! Awas! Buka jalan buat gw! Gw harus lewat!
Gw, telfon Cathy buat memastikan.
Gw: “halo, Cat, udah?”
Cathy: “nggak lama, setelah elo jalan, dia mulai mules. Makanya gw kirim pesan ke sekertaris lo, supaya makan diluar”
Gw: “lebih cepet, dari perkiraan, dong?”
Cathy: “udah lo, kesini aja, cepetan!”
Yap, betul sekali. Kenapa Monique kerja dirumah, karena dia hamil. Dan hari ini, ternyata dia mau melahirkan.
Akhirnya gw sampai dirumah sakit.
Gw: “Halo, Cat, sebelah mana?”
Cathy: “lantai tiga! Cepetan!”
Gw: “Iyee”
Gw lari secepat kilat.
Dan liftnya full. Terpaksa gw harus naik tangga.
“Hah…. Aduh, gila, capek. Mana Cat?” Tanya gw.
“Tuh, ruanga itu. Gih, sana”
Ada, bapak, mama Susi, mertua gw yang laki, mama Wulan, om Ridwan dan kedua adek gw.
Gw langsung masuk, ke ruangan itu.
“HONEY, I’M COMING !” Teriak gw.
“Satu, dua….. Dorong!” kata sang dokter, ketika gw masuk, ruangan tersebut.
“Heeeeee……..!” Istri gw ngeden dengan kuatnya.
“Sayang, i’m here. Kamu pasti bisa” kata gw menyemangati dia.
“Ayo, sayang pasti, kamu kuat” Kata emaknya Monique. Yang kebetulan juga seorang dokter. Jadi boleh ngedampingin dia juga. Lagian tadi gw, nggak ada.
“Ehheeeeeeee !” Monique, tambah, ngeden.
“Owe-owe-owe” anak gw lahir.
ANAK GW LAHIR !
Wahahahahahaha.
“Adindaku, cintaku, kamu berhasil. Anak kita lahir” kata gw ke Monique.
“Selamat, ya Pak, Ibu, anaknya, laki-laki” kata dokternya.
Gw samperin anak gw.
Dan………
‘Currrrrrrrrrrrrr’
Belum apa-apa, gw udah dikencingin anak gw. Benar-benar turunan bapaknya. Gw bangga dengan anak gw.
Lalu anak, gw langsung didekatkan ke ibunya.
“Yang, cakep, ya. Kayak bapaknya” kata gw.
“Iya, kayak orangtuanya. Bukan cuma bapaknya. Ih, Kamu bau pesing, yang” kata Monique.
“Ah kamu, udah hilang tenaga, masih aja mencela kakanda” kata gw.
“Jadi cucunya mama, namanya siapa?” Tanya mertua gw.
Walah, siapa, ya ??????
“Gerald Tedjakoesoema, mah” kata Monique.
“Kok, Gerald, yang?” Tanya gw.
“Nggak. pengen aja. Biar panggilannya sama, kayak, bapaknya. Gege” kata Monique.
Ah, so sweettttttttt.
Monique, i love you much, much, much, much, much, more.
Jadi beginilah gw, sekarang.
A very happy husband and now a happy father too.
It’s time to say goodbye.
Semua awal harus diakhiri.
Karena, nggak akan ada awal tanpa akhir. Nggak akan ada akhir tanpa awal.
Bye-bye, everybody. Saatnya gw mengurus anak, gw. Semoga, author nanti dapat membuat cerita baru buat kalian. Gw harus cari duit yang banyak buat, anak gw.