Kesempurnaan

Kesempurnaan Part 20

Mulai Dari Mana

~Malam Hari nya~

Dari rumah Ratna aku tidak langsung pulang, aku justru pergi ke rumah bu Pristy, iya bos ku sendiri yang berstatus janda yang masih terlihat awet muda, tidak kalah dengan wanita usia dua puluhan awal. Setelah mendengarkan curhatan dari Ratna, aku pikir bu Pristy bisa sedikit memberikan bantuan kepada ku.

“Silahkan masuk mas, sudah di tunggu sama ibu di dalam,” ucap pak satpam dengan ramah kepada ku.

“Hehehe, makasih pak,” balas ku yang langsung memasukan motor ke salah satu sisi garasi mobil yang terbuka.

“Eh mas, anu…” ucap satpam yang bernama Mari itu lagi kepada ku.

“Iya pak?”

“Anu mas…”

“Anu apa?” tanya ku yang sempat ada pikiran bahwa bapak itu mau meledek ku. Ya, aku sadar semua orang yang bekerja di rumah ini bukanlah anak kecil, dan aku yakin mereka semua pasti sadar kalau aku dan majikannya punya hubungan khusus walaupun sejauh ini mereka diam saja, entah karena terlalu cuek atau takut.

“Hehehe, itu mas, ada rokok ga? Bagi dong, hehehe,” pintanya dengan ragu-ragu. Owalah kirain apaan.

Aku lalu mengambil rokok dunhill ku yang tiinggal beberapa batang ini dan ku berikan semuanya kepadanya.

“Nih, kirain mau ngomong apa, santai aja pak.”

“Hehehe, makasih ya mas.”

“Sipp…”

“Oiya mas…”

“Apa lagi?”

“Kalau lagi main, jangan kenceng-kenceng ya, kasihan si ibu sampe teriak-teriak, hehehe,” canda nya sambil nyengir.

“Heh!!” balas ku sambil menghardiknya pelan.

Bapak itu hanya cangar cengir. Tapi dia memang tidak salah sih. Bu Pristy memang sangat cuek dengan orang-orang yang bekerja di rumah nya. Suaranya terkadang memang sangat melengking saat aku sedang bergulat dengannya.

“Hehehe, ma-maaf mas, jangan di adukan ke ibu ya, hehehe, piss ya,” ucapnya lagi sambil membungkuk pertanda hormatnya kepada ku. Aku lalu masuk sebelum bu Pristy kelamaan menunggu ku.

###

“Ngobrol apa kamu tadi sama si Mari?” tanya bu Pristy sambil menggelayut manja pada lengan ku saat kami berdua duduk di sofa ruang tamu.

“Hahaha, enggak, hanya obrolan sesama lelaki, sama minta rokok tadi,” balas ku sedikit berbohong.

“Ah itu orang malu-maluin aja, kayanya gaji yang aku kasih udah diatas standar deh…”

“Mungkin sebagai jatah preman, anggep aja gitu…”

“Hihihi, jatah preman? Demi apa?”

“Demi supaya aku bisa berduaan sama kamu kaya gini,” ucap ku sambil mengecup keningnya. Wajah bu Pristy langsung merona merah karena malu.

“Dasar kamu itu ya, masa berduaan sama aku cuma di hargai dengan sebungkus rokok?”

“Siapa bilang sebungkus, orang tinggal setengah, hahaha.”

“Ihh, nyebelin ah!” rajuknya manja. Aku langsung mendekap nya dan memeluknya erat. Ku resapi wangi tubuhnya yang selalu berhasil membuat ku pusing, pusing menahan gairah ku.

“Kalau sudah kamu peluk kayak gini aku pasti langsung luluh, meleleh-meleleh gimana gitu…”

“Hahaha, masa sih?”

“He’em…”

“Tapi suka kan?”

“Hihihi, pakai nanya. Kalau aku ga suka, kamu sudah aku pecat dari dulu, nakal banget masa bos nya sendiri di…huh!”

“Di ewe in!” bisik ku pelan ke telinga nya.

“Iya di ewe in, di entot in, semuanya lah,” lanjutnya dengan mimik muka cemberut namun lucu.

“Mau lagi?”

“Emangnya aku bisa nolak?”

“Hehehe…”

“Sekarang?”

“Iya lah, kan udah bayar jatah preman tadi, kalau ga sekarang rugi dong aku?”

“Berarti malam ini tubuh ku udah kamu bayarin gitu? Hanya dengan sebungkus rokok gitu?”

“Iya, dan itu artinya tubuh mu ini harus bisa muasin aku, paham?”

“Iya paham, aku harus mulai dari mana?”

“Ehm…dari kemarin aku pengen ngerasain jilatan lidah kamu lagi…” ucap ku sambil berlagak berfikir yang kemudian langsung di respon oleh bu Pristy dengan turun dari sofa dan berlutut di antara kedua kaki ku.

Dengan lincah jari jemari lentik milik bu Pristy mulai melucuti pakaian ku. Dimulai dengan celana ku dengan melolosi ikat pinggang ku, lalu kancing celana dan reselting ku. Semuanya dilakukan dengan sangat erotis dan sensual. Permainan matanya yang sesekali melirik ke arah ku semakin menambah kegenitan yang dia berikan. Tidak butuh waktu lama untuknya bisa mengeluarkan senjata ku itu dan membuatnya keras berdiri tegak.

Bibir yang lembut dan mungil itu lalu bermain dengan lincahnya di atas permukaan kulit kemaluan ku. tak kalah lidahnya juga ikut bermain di sana. Seketika penis ku menjadi basah karena air liur yang sengaja ia usapkan ke seluruh permukaan daging berurat itu agar mempermudah hisapan dan jilatannya.

“Seandainya ku bisa memiliki mu selamanya…” ucap ku yang merasa mengawang-awang karena hisapan dan jilatannya.

“Hangan hellalu hemhuathu helhalaap…ppuaahsshh…”

“Kenapa?”

“Hihihi, ibu mu pasti tidak akan setuju kalau kamu menikahi wanita berstatus janda yang umurnya hanya beda beberapa tahun saja dari diri nya.”

“Hmmm…aahhh…” desah ku sambil memegangi kepalanya dengan satu tangan dan mengarahkan kembali penis ku masuk ke dalam mulutnya. “Tapi apa yang kamu lakukan sekarang ini nikmat banget…ahhshh…” lanjut ku sambil menyodokkan penis ku keluar masuk ke dalam mulut nya.

“Puaahhsshh…hihihi, istri mu nanti juga pasti bisa melakukannya kok, kalau perlu aku nanti akan mengajari nya, hihihi.”

“Emang bisa begitu?” tanya ku sambil kembali menjejalkan rudal ku ke dalam mulutnya lagi. Bu Pristy hanya bisa pasrah dengan semua perlakuan yang kau berikan kepadanya. Kembali aku menyodokkan penis ku ke dalam mulutnya. Bahkan kali ini aku sambil memegangi kepalanya dengan ke dua tangan ku.

“Yaaa, tergantung kesepakatan aja, hihihi, itu juga kalau istri mu nanti mengijinkan.”

“Kamu kenapa mau melakukan ini?” tanya ku yang merasa bingung dengan semua sikap yang dia berikan kepada ku selama ini, termasuk mau memberikan kepuasan kepada ku, ya meskipun kami sama-sama puas pada akhirnya.

“Bawel ih. Nikmatin aja apa yang bisa kamu nikmatin sekarang,” balas bu Pristy ketus namun langsung melahap hampir seluruh permukaan penis ku. Ya hampir semuanya, karena mulutnya tidak akan mampu untuk menelan seluruh batang penis ku. Ini saja aku bisa merasakan ujung penis ku sudah mentok pada rongga tenggorokannya.

Dengan cekatan aku dan bu Pristy saling menelanjangi. Celana dan kemeja ku sudah lepas akibat ulah jemari lentiknya. Begitu juga dengan baju tidurnya yang sudah aku lepaskan dan aku lempar entah kemana. Kami lalu saling peluk, saling meraba, dan saling mencium. Aku nikmati suguhan pemanasan ini. Iya, ini hanya pemanasan. Malam masih panjang dan aku yakin bu Pristy tidak akan mungkin mengijinkan ku pulang sebelum aku bisa membuatnya KO minimal dua kali.

Bukan Gadis namanya kalau ga bikin repot orang. Terkadang permintaannya sepele namun membutuhkan banyak perjuangan. Untung dia keponakan dari bu Pristy, kalau bukan mah ogah aku nurutin semua kemauannya.

Sore ini aku harus menjemput dia di rumah temannya di daerah sawangan. Padahal kami sama-sama shift malam yang artinya dari jam tiga kita berdua sudah harus berada di restoran. Tapi ini sudah jam empat lewat dan aku baru jalan ke rumah temannya itu. Untuk urusan seperti ini aku selalu lapor ke bu Pristy. Beliau mengiyakan saja. Akhir-akhir ini memang setiap aku melakukan apapun dia selalu oke-oke saja. Aku tidak masuk kerja pun mungkin dia iya-iya aja.

Ku berhentikan motor ku di depan pintu masuk perumahan yang di berikan oleh mba Gadis. Kalau dari nama dan alamatnya sih seharusnya sudah benar. Aku lalu masuk untuk menanyakan blok dan nomor rumah ke pak satpam dan langsung di arahkan dengan sangat jelas. Belok kiri, belok kanan, lurus, belok kanan, belok kiri.

“Mba, aku sudah di depan nih,” tulis ku pada pesan singkat yang aku kirim kepadanya. Tidak lama kemudian pintu rumah terbuka. Rumah yang tidak terlalu besar namun juga tidak kecil juga. Tipikal rumah orang kaya nanggung, kelas menengah ke atas namun tidak kaya-kaya banget juga.

Dua orang wanita keluar dari dalam rumah. Satu masih menggunakan seragam SMA lengkap putih abu-abu, satu lagi mengenakan kaus lengan pendek namun bawahannya masih menggunakan rok abu-abu. Cantik. Sama cantiknya dengan mba Gadis.

“Motornya masukin aja dulu,” teriaknya dari teras rumah. Aku sempat bingung namun langsung mencerna kalimat perintahnya, artinya kita tidak langsung cabut. Aku periksa pagar rumah memang tidak di kunci. Aku lalu memasukan motor ku ke dalam halaman rumah.

“Di, kita tunggu bentar ya, om nya temen gue ini ini bentar lagi dateng, mereka mau pergi keluar kota jadi sekalian aja pamitnya, oh iya kenalin ini temen gue Tiara, Tiara ini kakak angkat gue yang gue ceritain itu,” ucap mba Gadis. Kakak angkat? Sejak kapan? Ngaku-ngaku aja ucap ku dalam hati.

“Adi…” sapa ku sambil menjabat tangannya yang lembut.

“Tiara, makasih ya udah jagain sahabat gue ini,” balasnya sambil tersenyum. Ah senyum itu? Caling itu? Ah tidak mungkin.

“Udah jangan lama-lama salamannya,” ucap mba Gadis tiba-tiba sambil melepaskan jabatan tangan ku pada Tiara, dan seketika suasana jadi terasa kaku.

“Ti, mending lo ganti baju aja sekarang sekalian siap-siap. Jadi nanti begitu om lo datang lo bisa langsung jalan,” perintah mba Gadis ke gadis cantik bernama Tiara ini.

“Oke deh, sory ya tinggal ke dalam dulu,” ucap nya ramah. Gestur tubuhnya menunjukkan dia hormat pada semua orang baru yang dikenalnya.

“I-iya ga apa-apa kok…” balas ku.

“Dis, kakak lo tolong di ambilin minum dong, hihihi,” pinta Tiara, anak ini baik sekali pikir ku.

“Ga usah, ga perlu, ga haus kok dia, ya kan?” tanya mba Gadis kepada ku dengan mata melotot. aku hanya bisa mengangguk pasrah. Tiara lalu masuk ke dalam kamarnya.

“Emang mereka mau pergi kemana?” tanya ku.

“Ke jawa, nengokin kakek neneknya Tiara. Eh lo kok gugup sih sama Tiara? Awas lo ya macem-macem!”

“Enggak…ya elah. By the way, sejak kapan mba Gadis anggap saya jadi kakak angkatnya? Hahaha, kok geli ya…”

“Biar orang ga curiga aja, lagian kan tante Fatma udah gue anggep mama sendiri, karena lo lebih tua dari gue ya wajar kan kalau lo jadi kakak gue? Masa jadi ade gue?”

“Hahaha, masuk akal sih. Oke, de Gadis…”

“Iya kakak Adi…najis banget…”

Hahaha. Aku tersenyum dalam hati melihat perubahan sikap yang ada pada diri mba Gadis. Aku orang yang sering dia suruh-suruh seperti kacung ini dianggapnya sebagai kakak angkat. Hahaha.

Tidak lama kemudian gadis manis bernama Tiara itu keluar dari kamarnya sudah dengan dandanan rapi plus sebuah tas koper ukuran sedang yang bertepatan juga dengan sebuah mobil yang berhenti tepat di depan rumah. Aku sempat melirik sebentar dan seorang pria berusia mungkin awal tiga puluhan keluar dari mobil, dan tanpa permisi langsung membuka pagar dan masuk ke dalam rumah, berarti bisa di pastikan kalau pria ini adalah om dari Tiara.

“Eh, ada tamu rupanya?” sapa pria itu ramah dengan suara beratnya. “Oh kamu Dis, kirain siapa,” lanjut pria itu yang langsung mengulurkan tangannya ke mba Gadis. Mba Gadis langsung sungkem ke pria itu. Rupanya mereka sudah saling kenal. Tentu saja, Tiara dan mba Gadis pasti sahabatan, tentu saja mba Gadis sudah sering main ke sini.

“Hehehe, iya om, kenalin om, ini kakak aku, Adi, mas, kenalin ini om nya Tiara,” ucap mba Gadis mengenalkan ku. aku langsung mengulurkan tangan ku dengan sedikit membungkuk sebagai tanda hormat ku kepadanya.

“Adi Om…”

“Alfian, panggil aja om Ian…”

Kami lalu saling berbincang ringan. Setelah ngobrol sebentar aku baru tau ternyata memang setiap sebulan sekali om Ian dan Tiara ini rutin ke Jawa, ke jogja tepatnya. Tujuan pertama nengokin kakek dan neneknya Tiara, tujuan ke dua ziarah ke makam kedua orang tuangnya. Ternyata gadis manis berlesung pipi dan bergigi caling ini yatim piatu.

Sayangnya kami tidak bisa berbincang lama-lama. Om Ian dan Tiara harus ke bandara secepatnya karena harus mengejar penerbangan malam ini. Padahal om Ian ini orangnya asik di ajak ngobrol. Begitu juga dengan Tiara yang sangat periang, sangat mengasikkan. Sebenarnya sama periangnya dengan mba Gadis, namun mba Gadis kalau lagi kumat galaknya ga ketulungan.

###

“Gue sama Tiara itu deket karena nasib kita beda tapi sama,” ucap mba Gadis. Kami berdua sudah berada di restoran dan tadi sudah mengerjakan pekerjaan kami masing-masing. Kami berdua sedang mendapat giliran istirahat untuk makan malam. Karena shift malam itu dari jam tiga hingga jam sepuluh, maka biasanya kami bergiliran dua-dua makan malam pada sekitar jam tujuh atau delapan. Tapi tergantung dengan kondisi restoran juga, kalau terlalu ramai ya kami terpaksa harus menunda makan hingga agak malam.

“Sama tapi beda gimana? Kalau sama ya sama, beda ya beda.”

“Tapi lo jangan cerita-cerita ya.”

“Iya.”

“Ya seperti yang tadi diobrolin, Tiara memang sudah yatim piatu, tapi dia masih punya om yang sangat baik ama dia. Nah kalau gue kan kebalikannya, orang tua gue emang masih lengkap meskipun udah pisah, tapi gue ngerasa kaya yatim piatu.”

“Kan ada mama Fatma…”

“Iya itu kan baru belum lama ini, dulu-dulu?”

“Iya sih…ya yang penting kan sekarang mba Gadis punya saya, mama, dan Rahma juga…”

“Iya, thanks ya…”

“Sama-sama…” ucap ku sambil memandangnya dengan sedikit senyuman. Hahaha. Aku kembali teringat dengan ucapannya yang mengenalkan ku sebagai kakak nya. Demi apa aku punya adik seperti ini?

“Kenapa lo senyum-senyum?”

“Ah ga, cuma keinget aja mba Gadis anggap saya sebagai kakaknya, hahaha…”

“Jangan GR!”

“Ga GR kok, cuma lucu aja, hahaha.”/

“Ga lucu. Eh ngomong-ngomong si Ratna kenapa? Kok kayanya tadi gue liat diem aja pas ketemu lo? Biasanya kan…”

“Lagi puasa ngomong kali,” jawab ku ngasal. Ya, Ratna memang seperti mendiamkan ku tadi. Aku juga bingung kenapa dia sampai segitunya. Iya, segitunya membela pacar nya yang sudah jelas-jelas brengsek itu. Lagi pula aku hanya memberinya sedikit pelajaran melalui orang-orang bu Pristy. Jadi jangan salahin aku ya.

“Ya gue tau pausa macam-macam puasa itu cuma puasa ramadhan, senin kamis, baru tahu gue kalau ada puasa ngomong, hahaha.”

“Ga lucu!”

“Hahaha, lagi marahan ya kalian berdua…ciee…kenapa? Kok bisa?”

“Bukan urusan mba Gadis!”

“Adu-adu…gue kaya mencium ada aroma-aroma cinlok nih…”

“Kita hanya sahabatan ya…”

“Sahabat bisa menjadi cinta lho…”

“Saya cinta nya sama mba Gadis, gimana coba?”

“Eh, kakak ga boleh cinta sama ade nya yaaa, hahaha…”

“Hahaha…”

“Tenang aja…”

“Tenang kenapa?”

“Nanti gue bantu buat dapetin Ratna.”

“Dibilang kita cuma sahabatan…”

“Ga percaya…”

“Dari pada Ratna mending comblangin saya sama Tiara aja, kalau sama Tiara saya ikhlas deh, hehehe.”

“Gue yang ga ikhlas, enak aja.”

“Kenapa?”

“Sayang Tiara nya lah, menang banyak di elo nya, weeek!”

“Ya udah sama mba Gadis aja…Ratna itu udah ada yang punya…” ucap ku sambil melirik nya genit.

“Genit lo ya sekarang, bilangin mama lho…”

“Bilangin aja, mama ngedukung kok, hehehe,” canda ku.

“Iihhh dasar aneh,” ucapnya sambil berlalu pergi meninggalkan ku. Dia sudah menyelesaikan makan nya.

“Hei mau kemana?”

“Kerja lah, nanti di omelin nenek lampir kalau kebanyakan ngobrol!”

Dia masih menganggap bu Pristy sebagai nenek lampir. Tapi bagi ku bu Pristy adalah nenek lampir paling seksi sedunia. Paling hot. Paling enak goyangannya. Paling semuanya lah. Jadi keinget permainan semalem. Anjir kenapa gue jadi maniak sex gini ya?

PR ku sekarang adalah meminta maaf kepada Ratna. Agak nekad juga sih apa yang aku perbuat kepada pria brengsek itu. Tapi gue bener-bener ga terima kalau Ratna di perlakukan seperti itu. Semoga saja marah nya kali ini hanya untuk sesaat.

PR kedua, tentu saja ikut mencari tahu siapa orang-orang yang mengikuti ku dan mba Gadis akhir-akhir ini. Atau siapa orang yang menyuruhnya. Orang-orang bu Pristy pun belum bisa mendapatkan informasi yang berarti. Apa lagi aku. Tapi mau tidak mau aku harus melakukannya. Tapi mulai dari mana?

[Bersambung]

Daftar Part

By Kisah Malam

Kisah Malam adalah sebuah Website yang berisikan Novel Dewasa, Novel Sex, Cerita Sex, Cerita First Time, Cerita Bersambung, Cerina Menarik Lainnya. Dukung Terus KisahMalam.Com Dengan Cara Bookmarks, Dan Nanti Kan Konten Terupdate dari KisahMalam

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *